ANALISIS STILISTIKA PUISI-PUISI ABDUL HADI W.M
Samsuddin, S.Pd., M.Hum
Pos-el:
assamsuddin@yahoo.co.id
Dwi
Sinta Mayangsari
Abstrak
Stilistika (style) atau gaya sebagai kualitas
ekspresi penulis secara personal dalam penciptaan puisi. Kualitas personalitas
diperoleh melalui universalitas. Intesitasnya terdapat pada kesaksamaan,
ketelitian, dan kristalisasi emosional, bukan intelektual. Kualitas
personalitas penyair dijadikan ciri khas penyair dalam mencipta puisi. Masalah
yang dikaji dalam penelitian ini adalah ``Bagaimanakah stilistika puisi-puisi
Abdul Hadi W.M?” Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan analisis stilistika
puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
(a) secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan teori
kesusastraan terutama teori puisi dan stilistika. (b) secara praktis penelitian
ini bermanfaat (1) peneliti dan pembaca dapat memperoleh deskripsi yang
mendalam mengenai analisis stilistika puisi-puisi Abdul Hadi W.M. (2) Sumber
rujukan untuk peneliti selanjutnya dan sebagai sumber rujukan materi
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya pembelajaran puisi. (3)
lembaga pendidikan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan
mengenai perkembangan teori-teori kesastraan terutama analisis stilistika
puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kepustakaan dengan menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Sumber data
dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Horison
Sastra Indonesia, puisi-puisi internasional 2002. Datanya adalah teks
(larik dan bait) puisi yang mengandung stilistika. Data dalam penelitian ini
dikumpulkan dengan menggunakan teknik baca dan teknik catat. Data penelitian
ini dianalisis dengan menggunakan teori stilistika dengan pendekatan objektif.
Hasil penelitian menunjukkan pilihan
kata yang bermakna konotasi mendominasi puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Kata bermakna konotasi yang digunakan
penyair menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy)
personal penyair, gaya atau teknik eksposisi dan gaya atau teknik kualitas
pencapaian tertinggi sastra yang digunakan penyair untuk mencapai puncak
estetika puisi. Citraan didominasi oleh
citraan rasaan. Citraan rasaan menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal, gaya atau teknik
eksposisi teknik dan gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra. Bunyi didominasi oleh bunyi kakafoni. Bunyi
kakafoni menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal, gaya atau teknik eksposisi dan gaya atau
teknik kualitas pencapaian sastra. Pilihan tema ketuhanan dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal, gaya atau teknik
eksposisi, gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra.
Kata kunci: Puisi, Stilistika, Diksi,
Citraan, Bunyi dan Tema
A.
Pendahuluan
Puisi merupakan gaya pengungkapan ide, pikiran, perasaan dan
gagasan. Gaya atau style
dikategorikan sebagai gejala dengan tujuan tertentu berkaitan dengan faktor
produksi dan resepsi. Gaya merupakan peniruan pola, baik mengenai tingkah laku
manusia maupun produksi karya yang diakibatkan oleh serangkaian pilihan, yang
terjadi dalam perangkat pembatasan. Maknanya bersifat kontekstual, kata-kata di
samping memiliki kata leksikal, juga zone
sinonim dan homonim. Gaya individu, misalnya, berbicara atau menulis, merupakan
bagian leksikal, gramatikal, pilihan sintaksis, dialek, dalam semestaan bahasa
yang sudah dipelajari, bukan ciptaan individu.
Salah satu hal yang menarik dalam puisi adalah gaya. Menurut Thrall
dan Hibbard (dalam Ratna, 2011:245-247) gaya merupakan kombinasi dua elemen,
yaitu ide-ide yang akan diekspresikan dan individualitas penulis. Dengan
kalimat lain, gaya didasarkan atas cara penyusunan kata dalam mengespresikan
ide. Gaya yang baik ditampilkan melalui adaptasi satu bahasa satu ide, setiap
pembicara (sebagai menifestasi retoris) dan pengarang (sebagai menifestasi
retoris) mesti menemukan cara ekspresi yang secara pasti mewakili idenya. Tidak
bisa suatu diksi atau frase tertentu mewakili dua hal yang sama, tidak ada
aktualisasi gaya yang sama. Meskipun demikian, pembaca tidak dengan sendirinya
memahami melalui pernyataan penulis, tidak secara langsung sebab dalam kaitan
ini terjadi mediasi konotasi bahasa.
Berdasarkan kaitannya antarkata dengan subjek, gaya dapat dibedakan
menjadi: (a) gaya konseptual dan sensual, (b) ringkas dan longgar, (c)
merendahkan dan memuji, (d) jelas dan kabur, (e) tenang dan menggelora, (f)
tinggi dan rendah, (g) sederhana dan berlebihan. Berdasarkan hubungan
antarkata, gaya dapat dibagi menjadi: (a) gaya tegang dan lemah, (b) plastik
dan musikal, (c) halus dan kasar, (d) tak berwarna dan berwarna. Atas dasar
kaitan kata dengan sistem total bahasa, gaya dapat dibedakan menjadi: (a) gaya
lisan dan tulisan, (b) klise dan unik. Hubungan antara kata dan pengarang, gaya
dapat dibedakan menjadi: (a) gaya objektif, dan (b) gaya subjektif.
Gaya atau style merupakan
kualitas ekspresi secara personal. Tetapi kualitas personalitas diperoleh
melalui universalitas. Intesitasnya adalah kesaksamaan, ketelitian, dan kristalisasi
emosional, bukan intelektual atau defenisi-defenisi tertentu. Oleh karena itu,
stilistika berhasil apabila terjadi keseimbangan, dan kesejajaran antara
pikiran dan perasaan. Meskipun demikian, pada umumnya dominasi pikiran ada
dalam prosa, dominasi perasaan ada dalam puisi. Atas dasar penjelasan di atas, Murry membedakan tiga ciri
gaya, yaitu, (a) gaya sebagai ciri khas (ideosyncracy)
personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas
pencapaian tertinggi sastra.
Gaya atau style mengarah pada
gaya pengungkapan pengarang dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembangun
sajak. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut. (1) gaya bahasa, (2) gaya sajak, (3) pilihan kata, (4) bahasa kiasan, (4)
citraan atau imaji, (5) sarana retorik (6) bunyi atau irama, (7) ide dan
gagasan, (8) perasaan dan (9) tema (Pradopo (2009:4). Unsur-unsur pembangun
sajak tersebut dianalisis untuk menemukan tiga unsur pokok stilistika, yaitu (a)
gaya sebagai ciri khas (idiosyncrasy)
personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas
pencapaian tertinggi sastra.
Gaya atau style yang
dikemukakan di atas tidak semuanya dikaji dalam penelitian ini. Hanya empat
aspek yang menjadi fokus, yaitu (1) diksi
atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema. Diksi atau
pilihan kata berhubungan dengan kata-kata yang dipergunakan dalam puisi. Pada umumnya
kata-kata yang digunakan dalam puisi sama saja dengan kata-kata yang
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, kata-kata dalam puisi di
samping memiliki makna denotasi juga memiliki makna konotasi. Citraan atau
imaji berhubungan dengan pengalaman batin yang pernah dialaminya kepada para
penikmat karyanya. Salah satu usaha untuk memenuhi keinginan tersebut ialah
dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata yang tepat dalam karya mereka. Bunyi
atau rima besar sekali pengaruhnya untuk memperjelas makna sesuatu puisi. Ritme
dan rima sesuatu puisi erat sekali hubungannya dengan sense, feeling, tone, dan intention
yang terkandung di dalamnya. Tema berhubungan dengan sesuatu yang ingin disampaikan penyair.
Unsur stilistika dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M, dikemukakan
berikut ini.
Diksi atau pilihan kata dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M ditemukan pada kata Tuhan,
kita, dekat (Tuhan Kita
Begitu Dekat, bait pertama). Kata-kata tersebut mengandung makna denotasi atau
makna yang sebenarnya. Tuhan merujuk
pada sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang maha
kuasa, maha perkasa. Kita merujuk
pada pronominal persona pertama jamak, yang berbicara bersama dengan orang lain
termasuk yang diajak bicara. Dekat merujuk
pada jarak yang tidak jauh, pendek, hampir, akrab, dan rapat. Selain kata yang
bermakna denotasi, puisi-puisi Abdul Hadi W.M juga ditemukan kata-kata
yang bermakna konotasi, yaitu kata-taka yang mengandung arti kiasan. Api dan panas
(Tuhan Kita Begitu Dekat, bait kedua). Api
secara denotasi merujuk pada panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu
yang terbakar. Karena kata api diawali
dengan kata seperti maka api tidak lagi bermakna denotasi. Oleh
karena itu, harus dimaknai secara konotasi, yaitu kiasan yang merujuk pada
hubungan antara Tuhan sebagai
yang disembah dengan kita (manusia)
sebagai hamba, yang menyembah. Sifat hubungan itu diperkuat dengan kata panas, yaitu keadaan hangat yang hadir
karena ada api. Demikianlah
penggambaran penulis untuk menunjukkan hubungan antara Tuhan dengan kita.
Citraan dalam
puisi “Tuhan Kita Begitu Dekat” Abdul Hadi W.M ditemukan dua citraan, yaitu
citraan rasaan dan penglihatan. Citraan rasaan ditemukan pada kata-kata,
seperti, Tuhan, panas, apimu, dekat, angin, padammu. Citraan
penglihatan ditemukan pada kata-kata, seperti, kita, api, aku, kain, kapas,
arahnya, gelap, nyala, lampu.
Bunyi atau irama dalam puisi “Tuhan Kita begitu Dekat” karya Abdul Hadi W.M ditemukan
dua jenis bunyi kakafoni dan efoni.
Bunyi kakafoni berjumlah 20 bunyi. Bunyi-bunyi itu didominasi oleh bunyi /r/,
/s/, /t/, /p/, /k/. Bunyi efoni dalam puisi “Tuhan Kita begitu Dekat” karya
Abdul Hadi W.M berjumlah 23. Bunyi efoni didominasi oleh bunyi /a/, /n/, /i/, berjumlah
23.
Tema dalam puisi Tuhan Kita begitu Dekat karya Abdul Hadi
W.M adalah tema religius atau ketuhanan.
Tema ini menggambarkan hubungan antara Tuhan sebagai zat yang disembah dengan
kita (manusia) sebagai makhluk yang menyembah. Tema religius atau ketuhanan
didukung oleh pilihan kata yang digunakan penyair, seperti Tuhan, kita, dekat, api dan
panas.
B.
Metode
Penelitian
Berikut ini dikemukakan
beberapa aspek yang terkait dengan metode penelitian ini.
1.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan. Dikatakan
penelitian kepustakaan karena penelitian ini memanfaatkan bahan-bahan pustaka
berupa buku dan puisi. Objek kajiannya adalah karya sastra dengan seperangkat
acuan yang akan ditemukan langsung dalam khasanah kepustakaan.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan deskriptif. Rancangan penelitian deskriptif yaitu suatu metode untuk
menggambarkan atau menyajikan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai dengan
data yang terdapat dalam puisi Tuhan,
Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M.
2.
Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Horison Sastra
Indonesia, puisi-puisi internasional 2002. Data dalam penelitian ini adalah
teks (larik dan bait) puisi yang mengandung stilistika puisi-puisi karya Abdul
Hadi W.M.
3.
Prosedur Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik baca
dan teknik catat. Teknik baca, yaitu membaca teks puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. Sedangkan teknik
catat dilakukan dengan mencatat bagian-bagian puisi yang mengandung unsur-unsur
stilistika karya Abdul Hadi W.M.
4.
Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori stilistika
sebagai salah satu teori yang diturunkan dari pendekatan objektif yang
bertujuan menganalisis atau mengkaji karya sastra dan segi penggunaan bahasa
dan gaya bahasanya. (Sehandi, 2014:127). Melalui teori stilistika karya sastra
dianalisis dan dinilai dalam hubungannya dengan (1) diksi atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema.
C. Pembahasan
Pembahasan penelitian ini diawali oleh uraian mengenai aspek-aspek
yang membangun puisi seperti: (1) gaya
bahasa, (2) gaya sajak, (3) pilihan kata, (4) bahasa kiasan, (4) citraan atau
imaji, (5) sarana retorik (6) bunyi atau irama, (7) ide dan gagasan, (8)
perasaan dan (9) tema.
Unsur-unsur pembangun sajak
tersebut tidak semuanya dianalisis. Hanya empat aspek
yang menjadi fokus kajian, yaitu (1) diksi
atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema. Keempat
aspek tersebut dihubungkan dengan tiga unsur pokok stilistika, yaitu (a)
gaya sebagai ciri khas (idiosyncrasy)
personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas
pencapaian tertinggi sastra.
1.
Diksi atau Pilihan Kata
dalam Puisi Karya
Abdul Hadi W.M
Uraian diksi atau pilihan kata dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M
diarahkan pada penggunaan kata bermakna denotasi dan kata bermakna konotasi
dalam puisi. Untuk memudahkan analisis kedua jenis kata tersebut, berikut ini dibedakan
kata bermakna denotasi dan kata bermakna konotasi seperti pada uraian berikut
ini.
Diksi atau pilihan kata dalam puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat
karya Abdul Hadi W.M dikemukakan
pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Diksi
atau Pilihan Kata dalam Puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat
Karya Abdul Hadi W.M
No
|
Kata Bermakna Denotasi
|
Kata Bermakna Konotasi
|
Ket.
|
1
|
Tuhan (TKBD, 1:1)
|
Api (TKBD, 1:3)
|
|
2
|
Kita (TKBD, 1:2)
|
Panas (TKBD, 1:3)
|
|
3
|
Dekat (TKBD, 1:3)
|
Kapas (TKBD, II:3)
|
|
4
|
Aku
(TKBD, II:4)
|
Kain (TKBD, II:4)
|
|
5
|
lampu (TKBD, V:3)
|
Angin (TKBD, III:4)
|
|
6
|
padammu (TKBD, V:3)
|
Arahnya (TKBD, III:3)
|
|
7
|
Gelap (TKBD,V:1)
|
||
8
|
Kini(TKBD,V:2)
|
||
9
|
Nyala (TKBD,V:2)
|
Diksi merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan penikmat
untuk memahami puisi. Diksi sebagai
sarana untuk memahami puisi dimaknai
sebagai pilihan kata, yaitu pendayagunaan kata untuk mengungkapkan gagasan atau
ide yang terdapat dalam puisi. Diksi menjadi sarana pengungkapan gagasan atau
ide diwujudkan dalam bentuk kata, frasa, dan gaya bahasa. Pilihan kata merupakan ungkapan-ungkapan individual,
berkarakter dan memiliki nilai artistik yang tinggi. Kata, frasa, dan gaya
bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan
kata, frasa yang mengandung makna sebenarnya, sesuai dengan makna yang terdapat
dalam kamus. Makna konotasi merupakan makna kata, frasa yang mengandung makna
kias. Kata-kata dan frasa ini mengandung makna tambahan dari makna dasarnya.
Berikut ini dikemukakan pilahan kedua jenis kata tersebut yang terdapat dalam puisi
Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul
Hadi W.M.
Tuhan (TKBD,
1:1), Kita (TKBD, 1:2), Dekat
(TKBD, 1:3), Aku (TKBD, II:4), lampu
(TKBD, V:3), padammu (TKBD, V:3)
Kata-kata tersebut merupakan kata-kata, frasa yang bermakna denotasi.
Secara spesifik kata-kata tersebut dipilih dan diseleksi secara ketat oleh
penyair untuk menemukan kata-kata individual,
berkarakter dan bernilai artistik. Beberapa dari kata di atas yang dipandang
berkarakter dan artistik adalah Tuhan, Kita,
Dekat, Aku , lampu, padammu. Kata-kata
tersebut disebut secara berulang-ulang dalam puisi untuk menunjukkan kekentalan
hubungan kata yang satu dengan kata yang lainnya. Kata Tuhan diulang sebanyak 4 kali, kata kita diulang sebanyak 5
kali, kata dekat diulang sebanyak 5 kali,
dan aku diulang sebanyak 2 kali.
Secara semantik, kata tersebut merujuk pada tiga hal, yang (1) Tuhan sebagai zat yang disembah, (2) aku sebagai makhluk yang menyembah dan
(3) kita sebagai penyatuan zat yang
disembah dan makhluk yang menyembah. Inilah yang dirujuk oleh kata sesudahnya
yaitu dekat.
Kata-kata di atas secara denotatif dipilih dalam puisi tersebut. Sebab zat yang
disembah, makhluk yang menyembah bagi manusia yang beriman diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari. Menjadi realitas yang harus diapliksikan selama
kehidupannya di alam. Jagat yang sekaligus juga merupakan ciptaan dan manusia termasuk
di dalamnya. Proses keimanan yang diyakini mempengaruhi dan mengarahkan tingkah
laku dan perbuatannya dalam bergaul dan bertindak di masyarakat.
Pilihan kata yang bermakna denotasi di atas didukung oleh pilihan
kata yang bermakna konotasi berikut ini.
Api (TKBD, 1:3),
panas (TKBD, 1:3), Kapas (TKBD, II:3), Kain (TKBD, II:4) Angin (TKBD, III:4),
Arahnya (TKBD, III:3), Gelap (TKBD,V:1), Kini (TKBD,V:2), Nyala (TKBD,V:2).
Kata-kata tersebut merupakan kata-kata, frasa yang bermakna konotasi.
Secara spesifik kata-kata tersebut dipilih dan diseleksi secara ketat oleh
penyair untuk mewakili ide, gagasan, pikiran dan perasaan kemanusiaan yang
dikandung oleh sebuah puisi. Disamping itu kata-kata yang diplih penyair juga
mewakili individu penyair dan kalangan sosial tertentu. Beberapa dari kata di atas yang dipandang dapat mewakili pikiran ide dan
gagasan penyair adalah api dan
panas, kapas dan kain, angin dan arahnya. Tiga kata berpasangan tersebut sengaja dan secara sadar
dipilih oleh penyair untuk menjelaskan dua sifat yang selalu menyatu dan tidak
bisa dipisahkan. Ketika ada api maka
pasti ada panas. Tetapi kedua kata
tersebut tidak bisa dipertukarkan. Ketika ada panas tidak mesti ada api.
Karena bisa saja yang menimbulkan panas bukan
dari api. Bisa saja dari benda lain,
seperti matahari, suhu badan atau benda-benda lain yang menghasilkan panas.
Kata berpasangan tersebut secara konotatif mengarah pada dua makna yang berbeda
dan rujukan yang berbeda pula. Kata api bisa
bermakna Tuhan, pencipta, zat yang wajib disembah oleh semua makhluk
ciptaan-Nya. Sedangkan panas bisa
bermakna manusia, makhluk yang menyembah. Konsep pencipta dan tercipta sama
sekali tidak bisa saling menggantikan. Konsep pencipta maka pasti dia berkuasa
pada yang dicipta. Ini tidak bisa berlaku sebaliknya. Sebab yang dicipta tidak
mungkin bisa menguasai pencipta. Demikian pandangan api dan panas secara
konotatif.
Konsep konotasi api dan panas juga berlaku untuk kata kain dan kapas. Ketika ada kain maka
pasti ada kapas. Kain dan kapas tidak bisa berlaku sebaliknya,
misalnya kapas dan kain. Kedua kata tersebut tidak bisa
dipertukarkan. Ketika ada kapas tidak
mesti ada kain. Karena bisa saja kapas dibuat menjadi benda lain, seperti bantal,
kasur atau benda-benda lain yang dihasilkan dari kapas. Kata berpasangan
tersebut secara konotatif mengarah pada dua makna yang berbeda dan rujukan yang
berbeda pula. Kata kain bisa bermakna
Tuhan, pencipta, zat yang wajib disembah oleh semua makhluk ciptaan-Nya. Sedangkan
kapas bisa bermakna manusia, makhluk
yang menyembah. Konsep kain dan kapas sama sekali tidak bisa saling menggantikan.
Konsep kain sebagai pencipta maka pasti dia berkuasa pada yang dicipta. Ini
tidak bisa berlaku sebaliknya. Sebab kapas
sebagai yang dicipta tidak mungkin bisa menguasai pencipta. Demikian pandangan kain dan kapas secara konotatif.
Konsep konotasi kata api dan
panas, kata kain dan kapas juga
berlaku untuk kata angin dan arahnya. Ketika ada angin maka pasti ada arahnya.
Tetapi kedua kata tersebut tidak bisa dipertukarkan. Ketika ada arah tidak mesti ada angin. Karena bisa saja arah mengacu pada benda lain yang bukan angin, seperti kendaraan, pandangan atau
benda-benda lain yang menunjukkan arah. Kata berpasangan tersebut secara konotatif
mengarah pada dua makna yang berbeda dan rujukan yang berbeda pula. Kata angin bisa bermakna Tuhan, pencipta, zat
yang wajib disembah oleh semua makhluk ciptaan-Nya. Sedangkan arah bisa bermakna manusia, makhluk yang
menyembah. Konsep pencipta dan tercipta sama sekali tidak bisa saling
menggantikan. Konsep angin sebagai
pencipta maka pasti berkuasa pada yang dicipta. Ini tidak bisa berlaku
sebaliknya. Sebab arah sebagai yang
dicipta tidak mungkin bisa menguasai pencipta. Demikian pandangan angin dan arah secara konotatif.
2.
Citraan dalam Puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat Karya Abdul Hadi W.M
Berikut ini dikemukakan puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. sebagai bahan analisis.
Tuhan, Kita
Begitu Dekat
Karya Abdul Hadi W.M.
Tuhan
Kita begitu
dekat
Seperti api
dengan panas
Aku panas dalam
apimu
Tuhan
Kita begitu
dekat
Seperti kau
dengan kapas
Aku kapas dalam
kainmu
Tuhan
Kita begitu
dekat
Seperti angin
dan arahnya
Kita begitu
dekat
Dalam gelap
Kini nyala
Pada lampu
padammu
Berikut ini diidentifikasi aspek
citraan puisi Tuhan,
Kita Begitu Dekat
karya Abdul Hadi W.M. seperti berikut ini.
Tabel 2
Citraan
dalam Puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat
Karya Abdul Hadi W.M
No
|
Cit. Penglihatan
|
Cit. Pendengaran
|
Cit. Penciuman
|
Cit. Rasaan
|
Cit. Rabaan
|
Cit. Gerak
|
1
|
Kita
|
|
Tuhan
|
|
||
2
|
Api
|
|
Dekat
|
|
||
3
|
Aku
|
|
Seperti
|
|
||
4
|
Kau
|
|
Panas
|
|
||
5
|
Kapas
|
|
Angin
|
|
||
6
|
Kainmu
|
|
Arahnya
|
|
||
7
|
Gelap
|
|
Kini
|
|
||
8
|
Nyala
|
|
Padammu
|
|
||
9
|
Lampu
|
|
|
|
Tabel di atas menunjukkan puisi Tuhan
Kita Begitu dekat dibangun oleh 9 kata yang menunjukkan citraan
penglihatan, 8 citraan rasaan. Sedangkan citraan pendengaran, penciuman, rabaan
dan gerak tidak satupun ditemukan.
Hal ini menunjukkan bahwa puisi Tuhan
Kita Begitu dekat didominasi oleh dua citraan, yaitu penglihatan dan
citraan rasaan. Penulis menggunakan indera penglihatan dan indera rasaan secara
maksimal untuk membangun puisi.
3.
Bunyi atau Irama dalam Puisi-Puisi Karya Abdul
Hadi W.M
Berikut ini disajikan tabel identifikasi bunyi puisi Tuhan Kita Begitu Dekat tersebut.
Tabel 3
Bunyi
atau Irama dalam Puisi Tuhan Kita Begitu Dekat
Karya Abdul Hadi W.M
No
|
Efoni
|
Keterangan
|
Kakafoni
|
Keterangan
|
1
|
kita
|
a
|
Tuhan
|
t/n
|
2
|
Api
|
a/i
|
Kita
|
k
|
3
|
Aku
|
a/u
|
Dekat
|
d/t
|
4
|
begitu
|
u
|
Panas
|
p/s
|
5
|
Kau
|
u
|
Begitu
|
b
|
6
|
angin
|
a
|
Kau
|
k
|
7
|
arahnya
|
a
|
Kapas
|
k/s
|
8
|
kini
|
i
|
Angin
|
n
|
9
|
nyala
|
a
|
Dalam
|
d/m
|
10
|
lampu
|
u
|
gelap
|
g/p
|
11
|
padammu
|
u
|
kini
|
k
|
12
|
nyala
|
n
|
||
13
|
lampu
|
l
|
||
14
|
padammu
|
p
|
||
Jum
|
11
|
14
|
Tabel di atas menunjukkan ada 11 bunyi efoni dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi
W.M. terdiri atas 6 bunyi /a/ dan 2 bunyi /i/, dan 5 bunyi /u/. Bunyi kakafoni
terdiri atas 14 bunyi. Terdiri atas 2 bunyi /t/, 3 bunyi /n/, 3 bunyi /k/, 2
bunyi /d/, 1 bunyi /p/, 2 bunyi /s/, 1 bunyi /b/, 1 bunyi /m/, 1 bunyi /g/, 2
bunyi /p/, dan 1 bunyi /l/.
Bunyi kakafoni yang mendominasi puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. menunjukkan bahwa
penyair menampilkan puisi secara paradoks, yaitu penulis mempertentangkan unsur
bunyi dengan kandungan makna dalam puisi. Dari segi bunyi menunjukkan bahwa
puisi tersebut mengemban mencekam. Akan tetapi kandungan makna menunjukkan
puisi tersebut mengemban makna yang kegembiraan.
4.
Tema dalam Puisi-Puisi Karya Abdul
Hadi W.M
Puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. merupakan
sebuah puisi yang bertema ketuhanan (religius). Tema ketuhanan didukung oleh
pilihan kata seperti Tuhan yang di
ulang sebanyak tiga kali. Selain itu, tema ketuhanan didukung oleh pilihan api dan panas, kain dan kapas, angin dan arahnya untuk menunjukkan perumpamaan hubungan pencipta
dengan hamba, Tuhan yang mencipta dan manusia yang dicipta.
Tema ketuhanan dalam puisi Tuhan
Kita Begitu Dekat karya Abdul
Hadi W.M. secara spesifik menggambarkan hubungan Tuhan sebagai zat yang
menciptakan manusia dan manusia sebagai makhluk yang dicipta. Sebagai
konsekwensi dari pencipta dan yang dicipta, maka manusia patut melakukan penyembahan
sebagai bentuk pengabdian kepada pencipta.
Konsep penyembahan yang dilakukan kepada Tuhan pada hakekatnya bukan
untuk Tuhan, akan tetapi untuk kebaikan dan keselamatan manusia itu sendiri.
Penyembahan merupakan sebuah bentuk pengabdian kepada pencipta yang telah
disusun tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian, manusia yang melakukan penyembahan
mesti memenuhi syarat dan kaidah tertentu. Tanpa pemenuhan kaidah tertentu,
maka pengabdian dianggap tertolak. Semua itu dilakukan sebagai bentuk
kesyukuran yang mendalam mengenai keberadaan manusia itu sendiri.
5.
Unsur Style dalam Puisi-Puisi Karya Abdul Hadi W.M
Style diksi atau pilihan kata dalam puisi
Abdul Hadi W.M sebagai gaya atau
ciri khas (idiosyncrasy) personal ditunjukkan diksi dalam
puisi Tuhan Kita Begitu Dekat yang terdiri atas 6 kata yang bermakna denotasi, 9
kata yang bermakna konotasi. Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa puisi Tuhan Kita Begitu Dekat didominasi oleh kata-kata yang
bermakna konotasi.
Style diksi sebagai gaya atau teknik
eksposisi berkaitan dengan gaya penataan kata yang digunakan penyair dalam puisi.
Penataan kata tersebut dapat berwujud pendayagunaan kata bermakna denotasi dan
kata bermakna konotasi. Identifikasi kata menunjukkan bahwa kata-kata bermakna
konotasi mendominasi puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Kata-kata bermakna konotasi
tersebut dipilih penyair untuk mewakili perasaan, menyampaikan maksud dan
harapan kepada pembaca.
Berkaitan dengan
dominasi penggunaan kata bermakna konotasi secara dominan menunjukkan bahwa
penyair menggunakan teknik eksposisi secara tidak langsung untuk menyampaikan
maksudnya. Disinilah hakikat makna sebuah puisi, yaitu sebuah bentuk karya
sastra yang dipilih penyair untuk menyampaikan berbagai persoalan dengan bahasa
yang padat. Puisi merupakan bentuk ekspresi penyampaian gagasan secara tidak
langsung. Diksi sebagai gaya atau teknik eksposisi dalam puisi-puisi Abdul
Hadi W.M. cenderung pada penggunaan eksposisi secara tidak langsung atau
konotatif.
Style diksi sebagai gaya atau teknik
kualitas pencapaian tertinggi sastra berkaitan dengan puncak estetika puisi.
Penyair secara sadar menggunakan unsur diksi untuk mewakili perasaan dan
pengalaman batinnya. Dalam kaitan ini, penyair menggunakan unsur diksi secara
dominan.
Style citraan dalam puisi-puisi Abdul
Hadi W.M sebagai gaya atau ciri
khas (idiosyncrasy) personal menunjukkan
citraan dalam puisi Tuhan Kita Begitu
Dekat terdiri atas 9 kata citraan
penglihatan, 0 citraan pendengaran dan 0 citraan penciuman, 8 citraan rasaan, 0
citraan rabaan dan citraan gerak. Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa puisi Tuhan Kita Begitu Dekat didominasi oleh citraan
penglihatan. Citraan
penglihatan menjadi ciri personal Abdul Hadi W.M.
Style citraan sebagai gaya atau teknik
eksposisi berkaitan dengan gaya penataan daya bayang yang digunakan penyair
dalam puisi. Penataan daya bayang tersebut dapat berwujud pendayagunaan citraan
seperti citraan penglihatan, pendengaran, penciuman, rasaan, rabaan dan gerak.
Identifikasi citraan menunjukkan bahwa citraan penglihatan mendominasi puisitersebut. Citraan penglihatan
tersebut dipilih penyair untuk mewakili daya bayang yang ingin disampaikan
kepada pembaca untuk mengongkretkan ide yang ada dalam pikiran. Melalui
penggunaan daya bayang tersebut, pembaca seakan-akan melihat peristiwa yang menjadi dasar
penyair mencipta puisi.
Berkaitan dengan
penggunaan citraan penglihatan secara dominan menunjukkan bahwa penyair
menggunakan memberdayakan penglihatan
sebagai teknik eksposisi untuk mengongkretkan
penyampaian maksudnya. Disinilah hakikat puisi sebagai sarana untuk
mengungkapkan perasaan yang imajinatif menjadi kongkret. Melalui sarana ini, penglihatan
yang dialami penyair dapat dibayangkan, dirasakan dan dinilai oleh pembaca. Mengacu
pada uraian di atas maka, citraan penglihatan menjadi gaya atau teknik
eksposisi dalam puisitersebut.
Style bunyi
dalam puisi Abdul Hadi W.M sebagai gaya atau ciri khas (ideosyncracy)
personal menunjukkan bunyi dalam puisi Tuhan
Kita Begitu Dekat terdiri atas
11 bunyi efoni, 14 bunyi kakafoni. Klasifikasi tersebut memajukan bahwa puisi Tuhan Kita Begitu Dekat didominasi oleh bunyi kakafoni.
Style bunyi sebagai gaya atau teknik
eksposisi berkaitan dengan penataan bunyi yang digunakan penyair dalam puisi.
Penataan bunyi tersebut dapat berwujud pendayagunaan bunyi kakafoni dan efoni.
Identifikasi bunyi menunjukkan bahwa bunyi kakafoni puisi Abdul Hadi W.M. Bunyi
kakafoni tersebut dipilih penyair untuk mewakili makna yang serak, susah, pelik
yang dirasakan penyair. Makna serak, susah, pelik terutama untuk mendukung tema
yang disampaikan penyair lewat puisi-puisinya, seperti tema ketuhanan untuk
puisi Tuhan Kita Begitu Dekat. Mengacu pada uraian tersebut
maka, bunyi kakafoni menjadi gaya atau teknik eksposisi
puisi-puisi Abdul Hadi W.M.
Style bunyi sebagai gaya atau teknik
kualitas pencapaian sastra berkaitan dengan puncak estetika puisi. Penyair
secara sadar menggunakan unsur bunyi untuk mewakili perasaan dan pengalaman
batinnya. Dalam kaitan ini, penyair menggunakan unsur bunyi secara dominan.
Puisi Abdul Hadi W.M yang menjadi objek penelitian ini menunjukkan
bunyi kakafoni mendominasi bunyi yang membangun puisi-puisi tersebut. Dominasi
bunyi ini di samping menjadi ciri personal penyair juga gaya atau teknik
kualitas pencapaian sastra. Dengan demikian, puisi-puisi Abdul Hadi W.M bergaya
kakafoni.
Style tema dalam puisi Tuhan Kita
Begitu Dekat karya Hadi W.M sebagai gaya atau ciri khas penyair menunjukkan tema ketuhanan.
Puisi Tuhan Kita Begitu Dekat bertema
ketuhanan. Tema ketuhanan dalam puisi tersebut secara khusus mengungkapkan hubungan antara
Tuhan dengan hamba. Hubungan tersebut secara spesifik dinyatakan penyair dengan
diksi kain dengan kapas, api dengan panas,
angin dengan arahnya serta gelap dengan lampu. Setiap bait penulis
menunjukkan kedekatan hamba dengan Tuhan. Bahkan penyair berusaha menunjukkan
kedekatan itu dengan memasukan dirinya dalam alam ketuhanan. Hal itu diwujudkan
dengan larik aku panas dalam api-Mu. Bait
tersebut menunjukkan kesadaran penuh penyair mengenai keberadaan dirinya yang
tidak bisa lepas dari Tuhan. Penyair hanyalah salah satu unsur yang dihasilkan
oleh api yaitu panas namun tidak bisa
menjadi api. Bait kedua penyair mengulangi lagi gambaran kedekatan hamba dengan
Tuhan dengan diksi aku kapas dalam
kain-Mu. Larik tersebut jelas menunjukkan bahwa hamba hanyalah kapas yang
dapat menjadi salah satu unsur kain. Pada bait ketiga penyair mengulangi lagi
kedekatan itu dengan pilihan kata angin
dan arahnya. Bagian ini, penyair tidak secara spesifik memasukan dirinya
apakah hamba arah dan angin adalah Tuhan. Hal inilah
sebenarnya letak kesadaran panyair, pada hal-hal lain, tuhan dan hamba tidak
bisa dipisahkan. Adanya hamba menunjukkan keberadaan tuhan. Dan adanya tuhan
memungkinkan hamba hidup dan memiliki kekuatan untuk menyembah.
Tema ketuhanan dalam
puisi Tuhan Kita Begitu Dekat dipilih
penyair untuk mengungkapkan hubungan Tuhan dengan hamba. Hubungan Tuhan yang
disembah dengan hamba yang menyembah. Hubungan itu diwujudkan dalam wujud
perumpamaan api dengan panas, kain dan
kapas, angin dan arahnya. Secara konseptual, hubungan kedua sifat dan wujud
tersebut merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ketika ada api, maka
pasti ada panas. Demikian juga, ketika ada kain maka pasti ada kapas. Ketika ada
angin maka pasti ada arahnya. Demikianlah hubungan antara Tuhan yang mencipta
dan hamba yang dicipta dalam puisi Tuhan
Kita Begitu Dekat.
Style tema sebagai gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra masih
berkaitan dengan gaya atau teknik eksposisi. Tema ketuhanan dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat dapat dipandang
sebagai gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra. Penulis mampu
menggambarkan hubungan Tuhan sebagai pencipta dan hamba sebagai yang menyembah
dalam wujud perumpamaan sederhana, seperti api
dengan panas, kain dan kapas, angin dan arahnya. Dengan adanya perumpamaan
ini, pembaca dapat menyelami lebih dalam mengenai hubungan kedunya. Tuhan yang
abstrak dapat dinyatakan, dapat dicitrai dan dapat lebih didekati. Demikian
juga hamba akan lebih memahami mengenai posisi dirinya sebagai yang dicipta.
Kondisi ini jelas memberi makna yang besar bagi pembaca untuk memahami makna
puisi secara lebih dekat dan mendalam. Tema ketuhanan menjadi gaya atau kualitas
pencapaian tertinggi sastra puisi
tersebut
D. Penutup
Ada empat aspek yang
menjadi fokus kajian penelitian, yaitu (1) diksi atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema.
Keempat aspek tersebut dihubungkan dengan tiga unsur pokok stilistika, yaitu (a)
gaya sebagai ciri khas (idiosyncrasy)
personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas
pencapaian tertinggi sastra.
Puisi Abdul Hadi W.M didominasi oleh pilihan kata yang bermakna
konotasi. Dominasi pilihan kata yang digunakan penyair dalam puisi-puisi
tersebut menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal penyair. Dalam kaitannya dengan diksi
sebagai gaya atau teknik eksposisi dalam puisi-puisi Karya Abdul Hadi W.M.
penyair cenderung pada penggunaan eksposisi secara tidak langsung atau
konotatif. Dominasi diksi bermakna konotasi juga menjadi gaya atau teknik kualitas pencapaian
tertinggi sastra yang digunakan penyair untuk mencapai puncak estetika puisi. Penyair secara sadar
menggunakan unsur diksi bermakna konotasi untuk mewakili perasaan dan
pengalaman batinnya.
Citraan puisi Abdul
Hadi W.M didominasi oleh citraan penglihatan. Dominasi citraan penglihatan yang digunakan penyair
dalam puisi tersebut menjadi gaya atau ciri khas
(idiosyncrasy) personal. Citraan penglihatan juga menjadi gaya atau teknik eksposisi. Teknik eksposisi berkaitan
dengan gaya penataan daya bayang yang digunakan penyair dalam puisi. Citraan
rasaan tersebut dipilih penyair untuk mewakili daya bayang yang ingin
disampaikan kepada pembaca untuk mengongkretkan ide yang ada dalam pikiran.
Melalui penggunaan daya bayang tersebut, pembaca dapat merasakan peristiwa yang
menjadi dasar penyair mencipta puisi.
Citraan penglihatan menjadi gaya atau teknik kualitas pencapaian tertinggi sastra
berkaitan dengan puncak estetika puisi. Penyair secara sadar menggunakan unsur
citraan untuk mewakili perasaan dan pengalaman batinnya. Dalam kaitan ini,
penyair menggunakan unsur citraan secara dominan.
Bunyi puisi Abdul Hadi W.M
didominasi oleh bunyi kakafoni. Dominasi bunyi kakafoni yang digunakan penyair dalam puisi-puisi
tersebut menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal. Bunyi kakafoni
juga menjadi gaya atau teknik eksposisi. Teknik eksposisi berkaitan dengan
penataan penataan bunyi yang digunakan penyair dalam puisi. Bunyi kakafoni
dipilih penyair untuk mewakili makna yang serak, susah, pelik yang dirasakan
penyari. Bunyi sebagai gaya atau teknik kualitas pencapaian sastra berkaitan
dengan puncak estetika puisi. Penyair secara sadar menggunakan unsur bunyi
untuk mewakili perasaan dan pengalaman batinnya. Dalam kaitan ini, penyair
menggunakan unsur bunyi secara dominan. Penggunaan bunyi kakafoni secara
dominan tersebut gaya atau teknik kualitas pencapaian sastra.
Puisi Abdul Hadi W.M yang berjudul Tuhan
Kita Begitu Dekat bertema ketuhanan. Tema tersebut menjadi gaya atau
ciri khas (idiosyncrasy) personal,
gaya atau teknik eksposisi, gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra.
E. Daftar Pustaka
Aminudin. 2002. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hasanudin. 2002. Membaca
dan Menilai Sajak. Bandung: Angkasa Bandung.
Hartoko, Dick. 1986. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: C.V Rajawali.
Junus, Umar. 1989. Stilistika Satu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gamedia Pustaka Utama.
Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak Dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotik, Hingga
Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2009. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik,dan Penerapannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Peotry. London: Indiana University Press: Bloomington.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika, Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, M. Atar. 1984. Anatomi satra. Padang:
Sridharma.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angsa
Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angsa Bandung.
Yusuf, Suhendra. 1995. Leksikon Sastra. Bandung: Mandar Maju.
Karya sastra emang bagus dan mantap👍
ReplyDelete