Tuesday, November 29, 2016

ANALISIS STILISTIKA PUISI-PUISI ABDUL HADI W.M


ANALISIS STILISTIKA PUISI-PUISI ABDUL HADI W.M

Samsuddin, S.Pd., M.Hum
Dwi Sinta Mayangsari

Abstrak

Stilistika (style) atau gaya sebagai kualitas ekspresi penulis secara personal dalam penciptaan puisi. Kualitas personalitas diperoleh melalui universalitas. Intesitasnya terdapat pada kesaksamaan, ketelitian, dan kristalisasi emosional, bukan intelektual. Kualitas personalitas penyair dijadikan ciri khas penyair dalam mencipta puisi. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah ``Bagaimanakah stilistika puisi-puisi Abdul Hadi W.M?” Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan analisis stilistika puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah (a) secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan teori kesusastraan terutama teori puisi dan stilistika. (b) secara praktis penelitian ini bermanfaat (1) peneliti dan pembaca dapat memperoleh deskripsi yang mendalam mengenai analisis stilistika puisi-puisi Abdul Hadi W.M. (2) Sumber rujukan untuk peneliti selanjutnya dan sebagai sumber rujukan materi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya pembelajaran puisi. (3) lembaga pendidikan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan mengenai perkembangan teori-teori kesastraan terutama analisis stilistika puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dengan menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Horison Sastra Indonesia, puisi-puisi internasional 2002. Datanya adalah teks (larik dan bait) puisi yang mengandung stilistika. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik baca dan teknik catat. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori stilistika dengan pendekatan objektif. Hasil penelitian menunjukkan pilihan kata yang bermakna konotasi mendominasi puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Kata bermakna konotasi yang digunakan penyair menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal penyair, gaya atau teknik eksposisi dan gaya atau teknik kualitas pencapaian tertinggi sastra yang digunakan penyair untuk mencapai puncak estetika puisi. Citraan didominasi oleh citraan rasaan. Citraan rasaan menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal, gaya atau teknik eksposisi teknik dan gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra. Bunyi didominasi oleh bunyi kakafoni. Bunyi kakafoni menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal, gaya atau teknik eksposisi dan gaya atau teknik kualitas pencapaian sastra. Pilihan tema ketuhanan dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal, gaya atau teknik eksposisi, gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra.

Kata kunci: Puisi, Stilistika, Diksi, Citraan, Bunyi dan Tema

A.    Pendahuluan
Puisi merupakan gaya pengungkapan ide, pikiran, perasaan dan gagasan. Gaya atau style dikategorikan sebagai gejala dengan tujuan tertentu berkaitan dengan faktor produksi dan resepsi. Gaya merupakan peniruan pola, baik mengenai tingkah laku manusia maupun produksi karya yang diakibatkan oleh serangkaian pilihan, yang terjadi dalam perangkat pembatasan. Maknanya bersifat kontekstual, kata-kata di samping memiliki kata leksikal, juga zone sinonim dan homonim. Gaya individu, misalnya, berbicara atau menulis, merupakan bagian leksikal, gramatikal, pilihan sintaksis, dialek, dalam semestaan bahasa yang sudah dipelajari, bukan ciptaan individu.
Salah satu hal yang menarik dalam puisi adalah gaya. Menurut Thrall dan Hibbard (dalam Ratna, 2011:245-247) gaya merupakan kombinasi dua elemen, yaitu ide-ide yang akan diekspresikan dan individualitas penulis. Dengan kalimat lain, gaya didasarkan atas cara penyusunan kata dalam mengespresikan ide. Gaya yang baik ditampilkan melalui adaptasi satu bahasa satu ide, setiap pembicara (sebagai menifestasi retoris) dan pengarang (sebagai menifestasi retoris) mesti menemukan cara ekspresi yang secara pasti mewakili idenya. Tidak bisa suatu diksi atau frase tertentu mewakili dua hal yang sama, tidak ada aktualisasi gaya yang sama. Meskipun demikian, pembaca tidak dengan sendirinya memahami melalui pernyataan penulis, tidak secara langsung sebab dalam kaitan ini terjadi mediasi konotasi bahasa.
Berdasarkan kaitannya antarkata dengan subjek, gaya dapat dibedakan menjadi: (a) gaya konseptual dan sensual, (b) ringkas dan longgar, (c) merendahkan dan memuji, (d) jelas dan kabur, (e) tenang dan menggelora, (f) tinggi dan rendah, (g) sederhana dan berlebihan. Berdasarkan hubungan antarkata, gaya dapat dibagi menjadi: (a) gaya tegang dan lemah, (b) plastik dan musikal, (c) halus dan kasar, (d) tak berwarna dan berwarna. Atas dasar kaitan kata dengan sistem total bahasa, gaya dapat dibedakan menjadi: (a) gaya lisan dan tulisan, (b) klise dan unik. Hubungan antara kata dan pengarang, gaya dapat dibedakan menjadi: (a) gaya objektif, dan (b) gaya subjektif.
Gaya atau style merupakan kualitas ekspresi secara personal. Tetapi kualitas personalitas diperoleh melalui universalitas. Intesitasnya adalah kesaksamaan, ketelitian, dan kristalisasi emosional, bukan intelektual atau defenisi-defenisi tertentu. Oleh karena itu, stilistika berhasil apabila terjadi keseimbangan, dan kesejajaran antara pikiran dan perasaan. Meskipun demikian, pada umumnya dominasi pikiran ada dalam prosa, dominasi perasaan ada dalam puisi. Atas dasar penjelasan di atas, Murry membedakan tiga ciri gaya, yaitu, (a) gaya sebagai ciri khas (ideosyncracy) personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas pencapaian tertinggi sastra.
Gaya atau style mengarah pada gaya pengungkapan pengarang dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembangun sajak. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut. (1) gaya bahasa, (2) gaya sajak, (3) pilihan kata, (4) bahasa kiasan, (4) citraan atau imaji, (5) sarana retorik (6) bunyi atau irama, (7) ide dan gagasan, (8) perasaan dan (9) tema (Pradopo (2009:4). Unsur-unsur pembangun sajak tersebut dianalisis untuk menemukan tiga unsur pokok stilistika, yaitu (a) gaya sebagai ciri khas (idiosyncrasy) personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas pencapaian tertinggi sastra.
Gaya atau style yang dikemukakan di atas tidak semuanya dikaji dalam penelitian ini. Hanya empat aspek yang menjadi fokus, yaitu (1) diksi atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema. Diksi atau pilihan kata berhubungan dengan kata-kata yang dipergunakan dalam puisi. Pada umumnya kata-kata yang digunakan dalam puisi sama saja dengan kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, kata-kata dalam puisi di samping memiliki makna denotasi juga memiliki makna konotasi. Citraan atau imaji berhubungan dengan pengalaman batin yang pernah dialaminya kepada para penikmat karyanya. Salah satu usaha untuk memenuhi keinginan tersebut ialah dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata yang tepat dalam karya mereka. Bunyi atau rima besar sekali pengaruhnya untuk memperjelas makna sesuatu puisi. Ritme dan rima sesuatu puisi erat sekali hubungannya dengan sense, feeling, tone, dan intention yang terkandung di dalamnya. Tema berhubungan dengan sesuatu yang ingin disampaikan penyair.
Unsur stilistika dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M, dikemukakan berikut ini.
Diksi atau pilihan kata dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M ditemukan pada kata Tuhan, kita, dekat (Tuhan Kita Begitu Dekat, bait pertama). Kata-kata tersebut mengandung makna denotasi atau makna yang sebenarnya. Tuhan merujuk pada sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang maha kuasa, maha perkasa. Kita merujuk pada pronominal persona pertama jamak, yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak bicara. Dekat merujuk pada jarak yang tidak jauh, pendek, hampir, akrab, dan rapat. Selain kata yang bermakna denotasi, puisi-puisi Abdul Hadi W.M juga ditemukan kata-kata yang bermakna konotasi, yaitu kata-taka yang mengandung arti kiasan. Api dan panas (Tuhan Kita Begitu Dekat, bait kedua). Api secara denotasi merujuk pada panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar. Karena kata api diawali dengan kata seperti maka api tidak lagi bermakna denotasi. Oleh karena itu, harus dimaknai secara konotasi, yaitu kiasan yang merujuk pada hubungan antara Tuhan sebagai yang disembah dengan kita (manusia) sebagai hamba, yang menyembah. Sifat hubungan itu diperkuat dengan kata panas, yaitu keadaan hangat yang hadir karena ada api. Demikianlah penggambaran penulis untuk menunjukkan hubungan antara Tuhan dengan kita.
Citraan dalam puisi “Tuhan Kita Begitu Dekat” Abdul Hadi W.M ditemukan dua citraan, yaitu citraan rasaan dan penglihatan. Citraan rasaan ditemukan pada kata-kata, seperti, Tuhan, panas, apimu, dekat, angin, padammu. Citraan penglihatan ditemukan pada kata-kata, seperti, kita, api, aku, kain, kapas, arahnya, gelap, nyala, lampu.
Bunyi atau irama dalam puisi “Tuhan Kita begitu Dekat” karya Abdul Hadi W.M ditemukan dua jenis bunyi kakafoni dan efoni. Bunyi kakafoni berjumlah 20 bunyi. Bunyi-bunyi itu didominasi oleh bunyi /r/, /s/, /t/, /p/, /k/. Bunyi efoni dalam puisi “Tuhan Kita begitu Dekat” karya Abdul Hadi W.M berjumlah 23. Bunyi efoni didominasi oleh bunyi /a/, /n/, /i/, berjumlah 23.
Tema  dalam puisi Tuhan Kita begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M adalah tema religius atau ketuhanan. Tema ini menggambarkan hubungan antara Tuhan sebagai zat yang disembah dengan kita (manusia) sebagai makhluk yang menyembah. Tema religius atau ketuhanan didukung oleh pilihan kata yang digunakan penyair, seperti Tuhan, kita, dekat, api dan panas.

B.     Metode Penelitian
Berikut ini dikemukakan beberapa aspek yang terkait dengan metode penelitian ini.
1.      Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan. Dikatakan penelitian kepustakaan karena penelitian ini memanfaatkan bahan-bahan pustaka berupa buku dan puisi. Objek kajiannya adalah karya sastra dengan seperangkat acuan yang akan ditemukan langsung dalam khasanah kepustakaan.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif. Rancangan penelitian deskriptif yaitu suatu metode untuk menggambarkan atau menyajikan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai dengan data yang terdapat dalam puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M.

2.      Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Horison Sastra Indonesia, puisi-puisi internasional 2002. Data dalam penelitian ini adalah teks (larik dan bait) puisi yang mengandung stilistika puisi-puisi karya Abdul Hadi W.M.

3.      Prosedur Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik baca dan teknik catat. Teknik baca, yaitu membaca teks puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. Sedangkan teknik catat dilakukan dengan mencatat bagian-bagian puisi yang mengandung unsur-unsur stilistika karya Abdul Hadi W.M.


4.      Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori stilistika sebagai salah satu teori yang diturunkan dari pendekatan objektif yang bertujuan menganalisis atau mengkaji karya sastra dan segi penggunaan bahasa dan gaya bahasanya. (Sehandi, 2014:127). Melalui teori stilistika karya sastra dianalisis dan dinilai dalam hubungannya dengan (1) diksi atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema.

C.    Pembahasan
Pembahasan penelitian ini diawali oleh uraian mengenai aspek-aspek yang membangun puisi seperti: (1) gaya bahasa, (2) gaya sajak, (3) pilihan kata, (4) bahasa kiasan, (4) citraan atau imaji, (5) sarana retorik (6) bunyi atau irama, (7) ide dan gagasan, (8) perasaan dan (9) tema.
Unsur-unsur pembangun sajak tersebut tidak semuanya dianalisis. Hanya empat aspek yang menjadi fokus kajian, yaitu (1) diksi atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema. Keempat aspek tersebut dihubungkan dengan tiga unsur pokok stilistika, yaitu (a) gaya sebagai ciri khas (idiosyncrasy) personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas pencapaian tertinggi sastra.

1.      Diksi atau Pilihan Kata dalam Puisi Karya Abdul Hadi W.M
Uraian diksi atau pilihan kata dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M diarahkan pada penggunaan kata bermakna denotasi dan kata bermakna konotasi dalam puisi. Untuk memudahkan analisis kedua jenis kata tersebut, berikut ini dibedakan kata bermakna denotasi dan kata bermakna konotasi seperti pada uraian berikut ini.
Diksi atau pilihan kata dalam puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat  karya Abdul Hadi W.M dikemukakan pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Diksi atau Pilihan Kata dalam Puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat  
Karya Abdul Hadi W.M

No
Kata Bermakna Denotasi
Kata Bermakna Konotasi
Ket.
1
Tuhan (TKBD, 1:1)
Api (TKBD, 1:3)

2
Kita (TKBD, 1:2)
Panas (TKBD, 1:3)

3
Dekat (TKBD, 1:3)
Kapas (TKBD, II:3)

4
Aku  (TKBD, II:4)
Kain (TKBD, II:4)

5
lampu (TKBD, V:3)
Angin (TKBD, III:4)

6
padammu (TKBD, V:3)
Arahnya (TKBD, III:3)

7

Gelap (TKBD,V:1)

8

Kini(TKBD,V:2)

9

Nyala (TKBD,V:2)


Diksi merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan penikmat untuk memahami puisi. Diksi sebagai sarana untuk memahami puisi dimaknai sebagai pilihan kata, yaitu pendayagunaan kata untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang terdapat dalam puisi. Diksi menjadi sarana pengungkapan gagasan atau ide diwujudkan dalam bentuk kata, frasa, dan gaya bahasa. Pilihan kata  merupakan ungkapan-ungkapan individual, berkarakter dan memiliki nilai artistik yang tinggi. Kata, frasa, dan gaya bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan kata, frasa yang mengandung makna sebenarnya, sesuai dengan makna yang terdapat dalam kamus. Makna konotasi merupakan makna kata, frasa yang mengandung makna kias. Kata-kata dan frasa ini mengandung makna tambahan dari makna dasarnya. Berikut ini dikemukakan pilahan kedua jenis kata tersebut yang terdapat dalam puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M.
Tuhan (TKBD, 1:1), Kita (TKBD, 1:2), Dekat (TKBD, 1:3), Aku  (TKBD, II:4), lampu (TKBD, V:3), padammu (TKBD, V:3)

Kata-kata tersebut merupakan kata-kata, frasa yang bermakna denotasi. Secara spesifik kata-kata tersebut dipilih dan diseleksi secara ketat oleh penyair untuk menemukan kata-kata individual, berkarakter dan bernilai artistik. Beberapa dari kata di atas yang dipandang berkarakter dan artistik adalah Tuhan, Kita, Dekat, Aku  , lampu, padammu. Kata-kata tersebut disebut secara berulang-ulang dalam puisi untuk menunjukkan kekentalan hubungan kata yang satu dengan kata yang lainnya. Kata Tuhan diulang sebanyak 4 kali, kata kita diulang sebanyak 5 kali, kata dekat diulang sebanyak 5 kali, dan aku diulang sebanyak 2 kali.
Secara semantik, kata tersebut merujuk pada tiga hal, yang (1) Tuhan sebagai zat yang disembah, (2) aku sebagai makhluk yang menyembah dan (3) kita sebagai penyatuan zat yang disembah dan makhluk yang menyembah. Inilah yang dirujuk oleh kata sesudahnya yaitu dekat.
Kata-kata di atas secara denotatif  dipilih dalam puisi tersebut. Sebab zat yang disembah, makhluk yang menyembah bagi manusia yang beriman diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi realitas yang harus diapliksikan selama kehidupannya di alam. Jagat yang sekaligus juga merupakan ciptaan dan manusia termasuk di dalamnya. Proses keimanan yang diyakini mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku dan perbuatannya dalam bergaul dan bertindak di masyarakat.
Pilihan kata yang bermakna denotasi di atas didukung oleh pilihan kata yang bermakna konotasi berikut ini.
Api (TKBD, 1:3), panas (TKBD, 1:3), Kapas (TKBD, II:3), Kain (TKBD, II:4) Angin (TKBD, III:4), Arahnya (TKBD, III:3), Gelap (TKBD,V:1), Kini (TKBD,V:2), Nyala (TKBD,V:2).
Kata-kata tersebut merupakan kata-kata, frasa yang bermakna konotasi. Secara spesifik kata-kata tersebut dipilih dan diseleksi secara ketat oleh penyair untuk mewakili ide, gagasan, pikiran dan perasaan kemanusiaan yang dikandung oleh sebuah puisi. Disamping itu kata-kata yang diplih penyair juga mewakili individu penyair dan kalangan sosial tertentu. Beberapa dari kata di atas yang dipandang dapat mewakili pikiran ide dan gagasan penyair adalah api dan panas, kapas dan kain, angin dan arahnya. Tiga kata berpasangan tersebut sengaja dan secara sadar dipilih oleh penyair untuk menjelaskan dua sifat yang selalu menyatu dan tidak bisa dipisahkan. Ketika ada api maka pasti ada panas. Tetapi kedua kata tersebut tidak bisa dipertukarkan. Ketika ada panas tidak mesti ada api. Karena bisa saja yang menimbulkan panas bukan dari api. Bisa saja dari benda lain, seperti matahari, suhu badan atau benda-benda lain yang menghasilkan panas. Kata berpasangan tersebut secara konotatif mengarah pada dua makna yang berbeda dan rujukan yang berbeda pula. Kata api bisa bermakna Tuhan, pencipta, zat yang wajib disembah oleh semua makhluk ciptaan-Nya. Sedangkan panas bisa bermakna manusia, makhluk yang menyembah. Konsep pencipta dan tercipta sama sekali tidak bisa saling menggantikan. Konsep pencipta maka pasti dia berkuasa pada yang dicipta. Ini tidak bisa berlaku sebaliknya. Sebab yang dicipta tidak mungkin bisa menguasai pencipta. Demikian pandangan api dan panas secara konotatif.
Konsep konotasi api dan panas juga berlaku untuk kata kain dan kapas. Ketika ada kain maka pasti ada kapas. Kain dan kapas tidak bisa berlaku sebaliknya, misalnya kapas dan kain. Kedua kata tersebut tidak bisa dipertukarkan. Ketika ada kapas tidak mesti ada kain. Karena bisa saja kapas  dibuat menjadi benda lain, seperti bantal, kasur atau benda-benda lain yang dihasilkan dari kapas. Kata berpasangan tersebut secara konotatif mengarah pada dua makna yang berbeda dan rujukan yang berbeda pula. Kata kain bisa bermakna Tuhan, pencipta, zat yang wajib disembah oleh semua makhluk ciptaan-Nya. Sedangkan kapas bisa bermakna manusia, makhluk yang menyembah. Konsep kain dan kapas sama sekali tidak bisa saling menggantikan. Konsep kain sebagai pencipta maka pasti dia berkuasa pada yang dicipta. Ini tidak bisa berlaku sebaliknya. Sebab kapas sebagai yang dicipta tidak mungkin bisa menguasai pencipta. Demikian pandangan kain dan kapas secara konotatif.
Konsep konotasi kata api dan panas, kata kain dan kapas juga berlaku untuk kata angin dan arahnya. Ketika ada angin maka pasti ada arahnya. Tetapi kedua kata tersebut tidak bisa dipertukarkan. Ketika ada arah tidak mesti ada angin. Karena bisa saja arah mengacu pada benda lain yang bukan angin, seperti kendaraan, pandangan atau benda-benda lain yang menunjukkan arah. Kata berpasangan tersebut secara konotatif mengarah pada dua makna yang berbeda dan rujukan yang berbeda pula. Kata angin bisa bermakna Tuhan, pencipta, zat yang wajib disembah oleh semua makhluk ciptaan-Nya. Sedangkan arah bisa bermakna manusia, makhluk yang menyembah. Konsep pencipta dan tercipta sama sekali tidak bisa saling menggantikan. Konsep angin sebagai pencipta maka pasti berkuasa pada yang dicipta. Ini tidak bisa berlaku sebaliknya. Sebab arah sebagai yang dicipta tidak mungkin bisa menguasai pencipta. Demikian pandangan angin dan arah secara konotatif.

2.      Citraan dalam Puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat Karya Abdul Hadi W.M
Berikut ini dikemukakan puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. sebagai bahan analisis.
Tuhan, Kita Begitu Dekat
Karya Abdul Hadi W.M.

Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti api dengan panas
Aku panas dalam apimu

Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kau dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu

Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dan arahnya

Kita begitu dekat

Dalam gelap
Kini nyala
Pada lampu padammu

Berikut ini diidentifikasi aspek citraan puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. seperti berikut ini.




Tabel 2
Citraan dalam Puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat  
Karya Abdul Hadi W.M

No
Cit. Penglihatan
Cit. Pendengaran
Cit. Penciuman
Cit. Rasaan
Cit. Rabaan
Cit. Gerak
1
Kita


Tuhan


2
Api


Dekat


3
Aku


Seperti


4
Kau


Panas


5
Kapas


Angin


6
Kainmu


Arahnya


7
Gelap


Kini


8
Nyala


Padammu


9
Lampu  






Tabel di atas menunjukkan puisi Tuhan Kita Begitu dekat dibangun oleh 9 kata yang menunjukkan citraan penglihatan, 8 citraan rasaan. Sedangkan citraan pendengaran, penciuman, rabaan dan gerak tidak satupun ditemukan.
Hal ini menunjukkan bahwa puisi Tuhan Kita Begitu dekat didominasi oleh dua citraan, yaitu penglihatan dan citraan rasaan. Penulis menggunakan indera penglihatan dan indera rasaan secara maksimal untuk membangun puisi.

3.      Bunyi atau Irama dalam Puisi-Puisi Karya Abdul Hadi W.M
Berikut ini disajikan tabel identifikasi bunyi puisi Tuhan Kita Begitu Dekat tersebut.
Tabel 3
Bunyi atau Irama dalam Puisi Tuhan Kita Begitu Dekat
Karya Abdul Hadi W.M

No
Efoni
Keterangan
Kakafoni
Keterangan
1
kita
a
Tuhan
t/n
2
Api
a/i
Kita
k
3
Aku
a/u
Dekat
d/t
4
begitu
u
Panas
p/s
5
Kau
u
Begitu
b
6
angin
a
Kau
k
7
arahnya
a
Kapas
k/s
8
kini
i
Angin
n
9
nyala
a
Dalam
d/m
10
lampu
u
gelap
g/p
11
padammu
u
kini
k
12


nyala
n
13


lampu
l
14


padammu
p
Jum
11

14


Tabel di atas menunjukkan ada 11 bunyi efoni dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. terdiri atas 6 bunyi /a/ dan 2 bunyi /i/, dan 5 bunyi /u/. Bunyi kakafoni terdiri atas 14 bunyi. Terdiri atas 2 bunyi /t/, 3 bunyi /n/, 3 bunyi /k/, 2 bunyi /d/, 1 bunyi /p/, 2 bunyi /s/, 1 bunyi /b/, 1 bunyi /m/, 1 bunyi /g/, 2 bunyi /p/, dan 1 bunyi /l/.
Bunyi kakafoni yang mendominasi puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. menunjukkan bahwa penyair menampilkan puisi secara paradoks, yaitu penulis mempertentangkan unsur bunyi dengan kandungan makna dalam puisi. Dari segi bunyi menunjukkan bahwa puisi tersebut mengemban mencekam. Akan tetapi kandungan makna menunjukkan puisi tersebut mengemban makna yang kegembiraan.

4.      Tema dalam Puisi-Puisi Karya Abdul Hadi W.M
Puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. merupakan sebuah puisi yang bertema ketuhanan (religius). Tema ketuhanan didukung oleh pilihan kata seperti Tuhan yang di ulang sebanyak tiga kali. Selain itu, tema ketuhanan didukung oleh pilihan api dan panas, kain dan kapas, angin dan arahnya untuk menunjukkan perumpamaan hubungan pencipta dengan hamba, Tuhan yang mencipta dan manusia yang dicipta.
Tema ketuhanan dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M. secara spesifik menggambarkan hubungan Tuhan sebagai zat yang menciptakan manusia dan manusia sebagai makhluk yang dicipta. Sebagai konsekwensi dari pencipta dan yang dicipta, maka manusia patut melakukan penyembahan sebagai bentuk pengabdian kepada pencipta.
Konsep penyembahan yang dilakukan kepada Tuhan pada hakekatnya bukan untuk Tuhan, akan tetapi untuk kebaikan dan keselamatan manusia itu sendiri. Penyembahan merupakan sebuah bentuk pengabdian kepada pencipta yang telah disusun tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian, manusia yang melakukan penyembahan mesti memenuhi syarat dan kaidah tertentu. Tanpa pemenuhan kaidah tertentu, maka pengabdian dianggap tertolak. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kesyukuran yang mendalam mengenai keberadaan manusia itu sendiri.

5.      Unsur Style dalam Puisi-Puisi Karya Abdul Hadi W.M
Style diksi atau pilihan kata dalam puisi Abdul Hadi W.M sebagai gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal ditunjukkan diksi dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat yang terdiri atas 6 kata yang bermakna denotasi, 9 kata yang bermakna konotasi. Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa puisi Tuhan Kita Begitu Dekat didominasi oleh kata-kata yang bermakna konotasi.
Style diksi sebagai gaya atau teknik eksposisi berkaitan dengan gaya penataan kata yang digunakan penyair dalam puisi. Penataan kata tersebut dapat berwujud pendayagunaan kata bermakna denotasi dan kata bermakna konotasi. Identifikasi kata menunjukkan bahwa kata-kata bermakna konotasi mendominasi puisi-puisi Abdul Hadi W.M. Kata-kata bermakna konotasi tersebut dipilih penyair untuk mewakili perasaan, menyampaikan maksud dan harapan kepada pembaca.
Berkaitan dengan dominasi penggunaan kata bermakna konotasi secara dominan menunjukkan bahwa penyair menggunakan teknik eksposisi secara tidak langsung untuk menyampaikan maksudnya. Disinilah hakikat makna sebuah puisi, yaitu sebuah bentuk karya sastra yang dipilih penyair untuk menyampaikan berbagai persoalan dengan bahasa yang padat. Puisi merupakan bentuk ekspresi penyampaian gagasan secara tidak langsung. Diksi sebagai gaya atau teknik eksposisi dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M. cenderung pada penggunaan eksposisi secara tidak langsung atau konotatif.
Style diksi sebagai gaya atau teknik kualitas pencapaian tertinggi sastra berkaitan dengan puncak estetika puisi. Penyair secara sadar menggunakan unsur diksi untuk mewakili perasaan dan pengalaman batinnya. Dalam kaitan ini, penyair menggunakan unsur diksi secara dominan.
Style citraan dalam puisi-puisi Abdul Hadi W.M sebagai gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal menunjukkan citraan dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat terdiri atas 9 kata citraan penglihatan, 0 citraan pendengaran dan 0 citraan penciuman, 8 citraan rasaan, 0 citraan rabaan dan citraan gerak. Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa puisi Tuhan Kita Begitu Dekat didominasi oleh citraan penglihatan. Citraan penglihatan menjadi ciri personal Abdul Hadi W.M.
Style citraan sebagai gaya atau teknik eksposisi berkaitan dengan gaya penataan daya bayang yang digunakan penyair dalam puisi. Penataan daya bayang tersebut dapat berwujud pendayagunaan citraan seperti citraan penglihatan, pendengaran, penciuman, rasaan, rabaan dan gerak. Identifikasi citraan menunjukkan bahwa citraan penglihatan mendominasi puisitersebut. Citraan penglihatan tersebut dipilih penyair untuk mewakili daya bayang yang ingin disampaikan kepada pembaca untuk mengongkretkan ide yang ada dalam pikiran. Melalui penggunaan daya bayang tersebut, pembaca seakan-akan melihat peristiwa yang menjadi dasar penyair mencipta puisi.
Berkaitan dengan penggunaan citraan penglihatan secara dominan menunjukkan bahwa penyair menggunakan memberdayakan penglihatan sebagai teknik eksposisi untuk mengongkretkan penyampaian maksudnya. Disinilah hakikat puisi sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan yang imajinatif menjadi kongkret. Melalui sarana ini, penglihatan yang dialami penyair dapat dibayangkan, dirasakan dan dinilai oleh pembaca. Mengacu pada uraian di atas maka, citraan penglihatan menjadi gaya atau teknik eksposisi dalam puisitersebut.
Style bunyi dalam puisi Abdul Hadi W.M sebagai gaya atau ciri khas (ideosyncracy) personal menunjukkan bunyi dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat terdiri atas 11 bunyi efoni, 14 bunyi kakafoni. Klasifikasi tersebut memajukan bahwa puisi Tuhan Kita Begitu Dekat didominasi oleh bunyi kakafoni.
Style bunyi sebagai gaya atau teknik eksposisi berkaitan dengan penataan bunyi yang digunakan penyair dalam puisi. Penataan bunyi tersebut dapat berwujud pendayagunaan bunyi kakafoni dan efoni. Identifikasi bunyi menunjukkan bahwa bunyi kakafoni puisi Abdul Hadi W.M. Bunyi kakafoni tersebut dipilih penyair untuk mewakili makna yang serak, susah, pelik yang dirasakan penyair. Makna serak, susah, pelik terutama untuk mendukung tema yang disampaikan penyair lewat puisi-puisinya, seperti tema ketuhanan untuk puisi Tuhan Kita Begitu Dekat. Mengacu pada uraian tersebut maka, bunyi kakafoni menjadi gaya atau teknik eksposisi puisi-puisi Abdul Hadi W.M.
Style bunyi sebagai gaya atau teknik kualitas pencapaian sastra berkaitan dengan puncak estetika puisi. Penyair secara sadar menggunakan unsur bunyi untuk mewakili perasaan dan pengalaman batinnya. Dalam kaitan ini, penyair menggunakan unsur bunyi secara dominan.
Puisi Abdul Hadi W.M yang menjadi objek penelitian ini menunjukkan bunyi kakafoni mendominasi bunyi yang membangun puisi-puisi tersebut. Dominasi bunyi ini di samping menjadi ciri personal penyair juga gaya atau teknik kualitas pencapaian sastra. Dengan demikian, puisi-puisi Abdul Hadi W.M bergaya kakafoni.
Style tema dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat karya Hadi W.M sebagai gaya atau ciri khas penyair menunjukkan tema ketuhanan. Puisi Tuhan Kita Begitu Dekat bertema ketuhanan. Tema ketuhanan dalam puisi tersebut secara khusus mengungkapkan hubungan antara Tuhan dengan hamba. Hubungan tersebut secara spesifik dinyatakan penyair dengan diksi kain dengan kapas, api dengan panas, angin dengan arahnya serta gelap dengan lampu. Setiap bait penulis menunjukkan kedekatan hamba dengan Tuhan. Bahkan penyair berusaha menunjukkan kedekatan itu dengan memasukan dirinya dalam alam ketuhanan. Hal itu diwujudkan dengan larik aku panas dalam api-Mu. Bait tersebut menunjukkan kesadaran penuh penyair mengenai keberadaan dirinya yang tidak bisa lepas dari Tuhan. Penyair hanyalah salah satu unsur yang dihasilkan oleh api yaitu panas namun tidak bisa menjadi api. Bait kedua penyair mengulangi lagi gambaran kedekatan hamba dengan Tuhan dengan diksi aku kapas dalam kain-Mu. Larik tersebut jelas menunjukkan bahwa hamba hanyalah kapas yang dapat menjadi salah satu unsur kain. Pada bait ketiga penyair mengulangi lagi kedekatan itu dengan pilihan kata angin dan arahnya. Bagian ini, penyair tidak secara spesifik memasukan dirinya apakah hamba arah dan angin adalah Tuhan. Hal inilah sebenarnya letak kesadaran panyair, pada hal-hal lain, tuhan dan hamba tidak bisa dipisahkan. Adanya hamba menunjukkan keberadaan tuhan. Dan adanya tuhan memungkinkan hamba hidup dan memiliki kekuatan untuk menyembah.
Tema ketuhanan dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat dipilih penyair untuk mengungkapkan hubungan Tuhan dengan hamba. Hubungan Tuhan yang disembah dengan hamba yang menyembah. Hubungan itu diwujudkan dalam wujud perumpamaan api dengan panas, kain dan kapas, angin dan arahnya. Secara konseptual, hubungan kedua sifat dan wujud tersebut merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ketika ada api, maka pasti ada panas. Demikian juga, ketika ada kain maka pasti ada kapas. Ketika ada angin maka pasti ada arahnya. Demikianlah hubungan antara Tuhan yang mencipta dan hamba yang dicipta dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat.
Style tema sebagai gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra masih berkaitan dengan gaya atau teknik eksposisi. Tema ketuhanan dalam puisi Tuhan Kita Begitu Dekat dapat dipandang sebagai gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra. Penulis mampu menggambarkan hubungan Tuhan sebagai pencipta dan hamba sebagai yang menyembah dalam wujud perumpamaan sederhana, seperti api dengan panas, kain dan kapas, angin dan arahnya. Dengan adanya perumpamaan ini, pembaca dapat menyelami lebih dalam mengenai hubungan kedunya. Tuhan yang abstrak dapat dinyatakan, dapat dicitrai dan dapat lebih didekati. Demikian juga hamba akan lebih memahami mengenai posisi dirinya sebagai yang dicipta. Kondisi ini jelas memberi makna yang besar bagi pembaca untuk memahami makna puisi secara lebih dekat dan mendalam. Tema ketuhanan menjadi gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra puisi tersebut

D.    Penutup
Ada empat aspek yang menjadi fokus kajian penelitian, yaitu (1) diksi atau pilihan kata, (2) citraan, (3) bunyi atau irama, dan (4) tema. Keempat aspek tersebut dihubungkan dengan tiga unsur pokok stilistika, yaitu (a) gaya sebagai ciri khas (idiosyncrasy) personal, (b) gaya sebagai teknik eksposisi, dan (c) gaya sebagai kualitas pencapaian tertinggi sastra.
Puisi Abdul Hadi W.M didominasi oleh pilihan kata yang bermakna konotasi. Dominasi pilihan kata yang digunakan penyair dalam puisi-puisi tersebut menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal penyair. Dalam kaitannya dengan diksi sebagai gaya atau teknik eksposisi dalam puisi-puisi Karya Abdul Hadi W.M. penyair cenderung pada penggunaan eksposisi secara tidak langsung atau konotatif. Dominasi diksi bermakna konotasi juga menjadi  gaya atau teknik kualitas pencapaian tertinggi sastra yang digunakan penyair untuk mencapai  puncak estetika puisi. Penyair secara sadar menggunakan unsur diksi bermakna konotasi untuk mewakili perasaan dan pengalaman batinnya.
Citraan puisi Abdul Hadi W.M didominasi oleh citraan penglihatan. Dominasi citraan penglihatan yang digunakan penyair dalam puisi tersebut menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal. Citraan penglihatan juga menjadi gaya atau teknik eksposisi. Teknik eksposisi berkaitan dengan gaya penataan daya bayang yang digunakan penyair dalam puisi. Citraan rasaan tersebut dipilih penyair untuk mewakili daya bayang yang ingin disampaikan kepada pembaca untuk mengongkretkan ide yang ada dalam pikiran. Melalui penggunaan daya bayang tersebut, pembaca dapat merasakan peristiwa yang menjadi dasar penyair mencipta puisi.
Citraan penglihatan menjadi gaya atau teknik kualitas pencapaian tertinggi sastra berkaitan dengan puncak estetika puisi. Penyair secara sadar menggunakan unsur citraan untuk mewakili perasaan dan pengalaman batinnya. Dalam kaitan ini, penyair menggunakan unsur citraan secara dominan.
Bunyi puisi Abdul Hadi W.M didominasi oleh bunyi kakafoni. Dominasi bunyi kakafoni yang digunakan penyair dalam puisi-puisi tersebut menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal. Bunyi kakafoni juga menjadi gaya atau teknik eksposisi. Teknik eksposisi berkaitan dengan penataan penataan bunyi yang digunakan penyair dalam puisi. Bunyi kakafoni dipilih penyair untuk mewakili makna yang serak, susah, pelik yang dirasakan penyari. Bunyi sebagai gaya atau teknik kualitas pencapaian sastra berkaitan dengan puncak estetika puisi. Penyair secara sadar menggunakan unsur bunyi untuk mewakili perasaan dan pengalaman batinnya. Dalam kaitan ini, penyair menggunakan unsur bunyi secara dominan. Penggunaan bunyi kakafoni secara dominan tersebut gaya atau teknik kualitas pencapaian sastra.
Puisi Abdul Hadi W.M yang berjudul Tuhan Kita Begitu Dekat bertema ketuhanan. Tema tersebut menjadi gaya atau ciri khas (idiosyncrasy) personal, gaya atau teknik eksposisi, gaya atau kualitas pencapaian tertinggi sastra.

E.     Daftar Pustaka

Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hasanudin. 2002. Membaca dan Menilai Sajak. Bandung: Angkasa Bandung.

Hartoko, Dick. 1986. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: C.V Rajawali.

Junus, Umar. 1989. Stilistika Satu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 

Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gamedia Pustaka Utama.


Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak Dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotik, Hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pradopo, Rahmat Djoko. 2009. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik,dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Peotry. London: Indiana University Press: Bloomington.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika, Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, M. Atar. 1984. Anatomi satra. Padang: Sridharma.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angsa Bandung.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angsa Bandung.

Yusuf, Suhendra. 1995. Leksikon Sastra. Bandung: Mandar Maju.


1 comment :