PARTIKEL
MI, DI, DAN, DAN MIDAN SEBAGAI POLITIK
DAGANG MASYARAKAT BUTON DI PASAR ANDUONOHU KOTA KENDARI:
KAJIAN
SOSIOLINGUISTIK
OLEH
SAMSUDDIN, S.Pd., M.Hum.
Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
Universitas 19
November Kolaka
Abstrak
Bahasa pada hakikatnya adalah alat komunikasi,
selalu menunjukkan fungsi sosial bahasa, merupakan identitas penutur, baik
secara individual maupun secara kelompok. Seseorang boleh saja menyebut dirinya
orang Buton, orang Bugis, orang Muna, orang Tolaki atau orang Jawa, tetapi
kalau tidak bisa berbahasa Buton, berbahasa Bugis, berbahasa Muna, berhabasa
Tolaki atau berbahasa Jawa maka pengakuan itu belum kuat. Orang Bugis dan Buton
dipasar Anduonohu dan Mal Mandonga lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia
dialek daerah daripada menggunakan bahasa Indonesia standat. Kalau ada orang
menegur atau bertanya mengapa dia berbuat seperti itu, jawabannya kurang lebih
adalah karena saya orang Bugis dan Buton.
Jenis
penelitian adalah deskriptif kualitatif, dilakukan di Pasar Anduonohu Kota
Kendari. Sumber datanya adalah penjual dan pembeli. Populasi penelitian adalah
keseluruhan penjual dan pembeli. Sampel diambil sebanyak 75 orang yang
ditetapkan secara purposive. Metode dan teknik mengumpulkan data penelitian adalah teknik rekam, simak,
dan catat. Prosedur analisis data mengikuti langkah-langkah; (1)
transkripsi data hasil rekaman, simakan, dan catatan, (2) pengelompokan data
hasil rekaman, simakan, dan catatan, (3) penafsiran variasi bahasa, dan
faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa, (4) penyimpulan.
Bahasa Indonesia dialek Buton merupakan salah satu bahasa yang ditemukan dalam aktivitas jual
beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari. Bahasa Indonesia dialek ini erat kaitannya dengan kelompok sosial
bersuku Buton. Kelompok sosial ini dalam
aktivitas jual beli ditandai oleh penggunaan bahasa Indonesia dialek Buton. Bahasa Indinesia dialek ini ditandai oleh penggunaan
partikel-pertikel tertentu, seperti mi, di, dan, dan midan yang melekat pada kata-kata berbahasa
Indonesia.
Partikel mi, di, dan, dan midan yang melekat pada kata-kata berbahasa
Indonesia digunakan oleh
masyarakat bersuku Buton dalam melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan
partikel mi, di, dan, midan yang melekat pada kata-kata berbahasa Indonesia dalam aktivitas jual beli dilakukan secara
bergantian, digunakan oleh semua usia, semua kelas sosial, semua kelompok
sosial, digunakan pada semua situasi dan latar terjadinya komunikasi.
Partikel mi, di, dan, dan midan merupakan
ciri bahasa Indonesia dialek Buton. Partikel
mi merupakan identitas yang tidak bisa dilepaskan dengan
masyarakat Buton. Pada saat berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan
sehari-hari, partikel mi menjadi ciri yang menunjukkan penutur atau
lawan tutur bersuku Buton.
Partikel mi, di, dan, dan midan tidak
hanya digunakan untuk berkomunikasi, menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan
perasaan dengan sesama masyarakat Buton. Partikel mi, di, dan, dan
midan digunakan juga pada waktu berkomunikasi, menyampaikan ide, gagasan,
pikiran dan perasaan dengan masyarakat di luar suku Buton. Saat terjadi kontak
komunikasi, tidak ada pesan yang tidak bisa dipahami oleh penutur dan lawan
tutur meskipun berasal dari suku yang berbeda. Komunikasi cair berinteraksi,
menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan perasaan.
A. Pendahuluan
Bahasa merupakan tingkah laku sosial (social behavior)
yang dipakai dalam komunikasi. Masyarakat terdiri atas individu-individu, masyarakat, secara keseluruhan
dan individu-individu saling mempengaruhi. Bahasa menjadi milik masyarakat
tersimpan dalam diri individu masing-masing. Tetapi, individu itu tetap terikat
pada aturan permainan yang berlaku bagi semua anggota masyarakat (Sumarsono, 2007:19).
Bahasa pada hakikatnya adalah
alat komunikasi, selalu menunjukkan fungsi sosial bahasa, merupakan identitas
penutur, baik secara individual maupun secara kelompok. Seseorang boleh saja
menyebut dirinya orang Buton, orang Bugis, orang Muna, orang Tolaki atau orang
Jawa, tetapi kalau tidak bisa berbahasa Buton, berbahasa Bugis, berbahasa Muna,
berhabasa Tolaki atau berbahasa Jawa maka pengakuan itu belum kuat. Orang Bugis
dan Buton dipasar Anduonohu dan Mal Mandonga lebih memilih menggunakan bahasa
Indonesia dialek daerah daripada menggunakan bahasa Indonesia standat. Kalau
ada orang menegur atau bertanya mengapa dia berbuat seperti itu, jawabannya
kurang lebih adalah karena saya orang Bugis dan Buton.
Bahasa dianggap sebagai produk
sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari
kebudayaan itu. Sebagai produk sosial atau budaya tentu bahasa merupakan wadah
aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah penyingkapan budaya
termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu. Bahasa
bisa dianggap sebagai cermin zamannya. Artinya, bahasa itu dalam suatu masa
tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat.
Pasar
merupakan tempat yang disepakati secara bersama oleh masyarakat untuk melakukan
transaksi jual beli antara penjual dan pembeli yang dilakukan secara sadar.
Penjual dan pembeli menjadi sebuah komunitas sosial yang memiliki gejala sosial
menarik. Gejala sosial yang itu terlihat pada penggunaan bahasa untuk mendukung
aktivitas jual beli. Para penjual dan pembeli berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa sesuai dengan konteks dan situasi sosial yang ada. Perilaku yang terjadi
di antara mereka adalah saling menguntungkan. Pembeli merasa senang karena
memperoleh barang yang sangat dibutuhkan, sedangkan penjual merasa senang
karena barangnya laku dan bisa memperoleh keuntungan.
Penggunaan
bahasa dalam aktivitas jual beli tidak pernah lepas dari situasi sosial yang
ada di sekitarnya. Penjual dan pembeli tidak selalu berasal dari lingkungan
dengan suasana kebahasaan yang sama. Para penjual dan pembeli berasal dari
berbagai etnik, latar belakang, dan kelas sosial yang berbeda. Penggunaan
bahasa juga bervariasi. Perbedaan ini menimbulkan usaha menemukan kesepakatan
pemahaman terhadap pemakaian bahasa yang dipilah dan diciptakan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang terjadi dalam hubungan interaksi antara penjual dan
pembeli.
B. Metode dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, dilakukan di Pasar
Anduonohu Kota Kendari. Sumber datanya adalah penjual dan pembeli. Populasi
penelitian adalah keseluruhan penjual dan pembeli. Sampel diambil sebanyak 75
orang yang ditetapkan secara purposive. Metode dan teknik mengumpulkan data penelitian adalah teknik rekam, simak,
dan catat. Prosedur analisis data mengikuti langkah-langkah; (1)
transkripsi data hasil rekaman, simakan, dan catatan, (2) pengelompokan data
hasil rekaman, simakan, dan catatan, (3) penafsiran variasi bahasa, dan
faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa, (4) penyimpulan.
C. Pembahasan
Bahasa
Indonesia dialek Buton merupakan salah satu bahasa yang
ditemukan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari. Bahasa
Indonesia dialek ini erat
kaitannya dengan kelompok sosial bersuku Buton. Kelompok sosial ini dalam aktivitas jual beli ditandai oleh
penggunaan bahasa Indonesia dialek Buton. Bahasa Indinesia dialek ini ditandai oleh penggunaan partikel-pertikel tertentu, seperti mi,
di, dan, dan midan yang melekat pada kata-kata berbahasa Indonesia.
Partikel mi, di, dan, dan
midan yang
melekat pada kata-kata berbahasa Indonesia digunakan oleh masyarakat bersuku Buton dalam
melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan partikel mi, di, dan, midan yang melekat pada kata-kata
berbahasa Indonesia dalam
aktivitas jual beli dilakukan secara bergantian, digunakan oleh semua usia,
semua kelas sosial, semua kelompok sosial, digunakan pada semua situasi dan
latar terjadinya komunikasi.
Penggunaan partikel mi, di,
dan, dan midan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota
Kendari terdapat pada penggalan-penggalan percakapan penjual dan pembeli di
bawah ini.
1. Penjual Pakaian Jadi
...
A :
Ini anak tidak percayami saya
B : Mina noafa kunae ina.
A : Makanya tadi sa suruh dia ikut
B : Namora wutono bahi ina nepaeasa maitu
A : Biar jugakunae. Inimi sa tidak suka
B : Ghondo kaita ina
A : Dari tadi juga sa bilang bagus
B : biarkunae ingka supaya dia senang juga
A : Iyo tapi lama
B : Daripada nanti di rumah marah-marah
A : Sa bayarmi
B : Cocokmi
2. Penjual Sayur
A : Kalau seribu, kita tambami kacang
B : Satu keluargami ini yang mau makan.
A : Haadeela, bukan lagi satu keluarga. Banyakhae...
B : Cukupjikah itu.
A : Tanya itu mas
3. Penjual Elektronik dan Kaset
B : Sudahmi sa caridan
A : Kapan?
B : Tadi
A : Sa liat sebelum ke sinidan
B : Trus
A : Janganmi duludan. Nanti tidak dipake
B : Kita kemana?
A : Ikut sajadan
B : Jelanmi...
4. Penjual Pakaian Jadi
A : Datangdi bosmu
B : Lamami
A : Baru pulang belanja
B : Begitudi
A : Banyak sekali barangnya
B : Belum selesai itu diatur. Satu minggumi
A :
Iyodi…
B : Siapa yang bantu
A :
Biasa orang rumah
B : Banyakdi
A :
Berapadi
B : Dua puluh
A :
Kurangdi
B : Sedikit
A :
sepuluh
B : Tujuh belas
A :
Lima belasdi
B : Sini
5. Penjual Sayur
A : Banyakdi sayurmu
B : Ada satu mobil datang
A : Berarti baru masuk di
B : Itu masih ada mobilnya
A : Pagi-pagi
B : kamu tidak tahudi
A :
Ketiduran
B : Bisadi. cape
A :
Kasimi saya sebagian
B : Tidak banyak sa ambil
A : Begitudi
B : Ada juga satu mobil baru masuk
A : Baku rebut orang
B : Dimanadi sopirnya
6. Penjual Elektronik dan Kaset
A : Barudi masuk kasetmu?
B : Tidak banyak
A : Yang sana?
B : Adami juga lagu-lagu terbarunya Carliedi
A :
Cuma lima
B : Jernih suaranyadi
A :
Bagusto?
B : Seperti asli
A :
Iyodi
B : Berapa dijualkan
A :
Sepuluh
B : Sepuluhdi
A :
Sa ambildi, semua
B : Serius
A :
Banyak yang cari
B : Terus?
A :
Saya jual
7. Penjual Pakaian Jadi
A :
Seperti bajukudan
B : Persis warnanya. Ukurannya juga, S
A :
Mau beli?
B : Kenapa?
A :
Sama
B : Sa sukadan
A :
cari-cari juga yang lain
B : Inimidan, sa suka
A : Sukamu
B : Suka. Biarmidan sama
A :
Asal suka
B : Yadan
A :
Sa bayarkan…
8. Penjual Sayur
A : Bawangdan
B : Tadi?
A : Kapan?
B : Di sana
A : Belumdan. Ini ada catatannya
B : Ambilmi dua liter
A :
Banyak orang mau pake?
B : Satu pondokandan
A : Memang
B : Ada acara pondokandan nanti malam
A : Bisa gabung
B : datangmidan
A : Tidak adaji larangan
B : Ada juga temanku
A : Bebasdan
9. Penjual Elektronik dan Kaset
A : Adamidan remot
B : cari-cari saja
A : Untuk
B : Dipake
A :
Sama?
B : Di rumah
A :
Adadan
B : Simpan dimana?
A :
Di bawah TV
B : Sudahmi sa caridan
A : Kapan?
B : Tadi
A : Sa liat sebelum ke sinidan
B : Trus
A : Janganmi duludan. Nanti tidak dipake
B : Kita kemana?
A : Ikut sajadan
B : Jelanmi...
10. Penjual Pakaian Jadi
A : Lakimidan itu baju
B : Tidak adakah temanya
A : Adaji tapi beda ukuran
B : Biarmidan sa liat.
A : Bagus juga
B : Berapakah ukurannya
A : Cocok?
B : Ambilmidan. Bagusmi, hanya panjang dikit
A : Biarmidan
B : Biarmi. Kan dia suka...
11. Penjual Sayur
A :
Ambilmidan sayurmu,
panasmi
B : Sabar
A :
Mau cari apalagikah?
B : Terung
A :
Banyakmidan. Supaya tidak turun terus
B : Sa suka
A : Saya
B : Sayamidan. Biar juga tiap hari
A :
Sewa
B : Cuma itu
A :
Ada uangmu
B : Biarmidan kalau hanya mau beli
sayur
A :
Cocokmi kalau begitu
B : Pulang
A : Carimidan. Terlanjurmi jalan
B : Angkat tas
12. Penjual Elektronik dan Kaset
A : Adamidan remot
B : cari-cari saja
A : Untuk
B : Dipake
A :
Sama?
B : Di rumah
A :
Adadan
B : Simpan dimana?
A :
Di bawah TV
B : Sudahmi sa caridan
A : Kapan?
B : Tadi
A : Sa liat sebelum ke sinidan
B : Trus
Partikel mi, di, dan, dan
midan merupakan ciri bahasa Indonesia dialek Buton. Partikel mi merupakan identitas yang tidak bisa
dilepaskan dengan masyarakat Buton. Pada saat berkomunikasi dan berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari, partikel mi menjadi ciri yang menunjukkan
penutur atau lawan tutur bersuku Buton.
Partikel mi, di, dan, dan
midan tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, menyampaikan ide, gagasan,
pikiran dan perasaan dengan sesama masyarakat Buton. Partikel mi, di, dan, dan
midan digunakan juga pada waktu berkomunikasi, menyampaikan ide, gagasan,
pikiran dan perasaan dengan masyarakat di luar suku Buton. Saat terjadi kontak
komunikasi, tidak ada pesan yang tidak bisa dipahami oleh penutur dan lawan
tutur meskipun berasal dari suku yang berbeda. Komunikasi cair berinteraksi,
menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan perasaan.
Penggunaan bahasa Indonesia
dialek Buton juga terjadi dalam situasi jual beli. Penggunaan bahasa Indonesia
dialek Buton dalam Aktivitas jual beli menjadi fenomena yang unik. Keunikan itu
terletak pada kehadiran partikel mi, di, dan, dan midan dalam
aktivitas jual beli. Setiap melaksanakan transaksi mi, di, dan, dan
midan tidak pernah bisa dilepaskan. Keunikan lain penggunaan partikel mi,
di, dan, dan midan adalah bahwa penjual atau pembeli dari daerah
lain tahu bahwa penutur atau lawan tutur bersuku Buton. Pengetahuan ini sangat
membantu penjual dan pembeli dalam melaksanakan aktivitas jual beli.
Partikel mi, di, dan, dan
midan dalam aktivitas jual beli memiliki fungsi personal dan fungsi sosial.
Fungsi personal menunjukkan bahwa penjual dan pembeli bersuku Buton. Fungsi ini
melekat secara personal dan menjadi identitas masyarakat Buton. Fungsi sosial
merupakan partikel mi, di, dan, dan midan dalam hubungannya
dengan aktivitas sosial dan budaya masyarakat Buton. Fungsi sosial ini menjadi
kesepakatan tidak tertulis yang sangat kuat dan berperan penting dalam
masyarakat Buton. Kesepakatan ini sangat membantu masyarakat Buton dalam
mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dalam
masyarakat.
Penggunaan partikel mi, di,
dan, dan midan tidak dibatasi oleh ruang tertentu. Di manapun mereka
berada, penggunaan partikel mi, di, dan, dan midan akan selalu
ada. Penggunaan partikel mi, di, dan, dan midan ditemui pada
semua penjual dan pembeli baik pada penjual pakaian jadi, penjual sayur,
penjual elektronik, penjual makanan jadi, penjual aksesoris, penjual tas dan sepatu,
serta penjual buah-buahan.
Penggunaan partikel mi, di,
dan, dan midan dalam aktivitas jual beli tidak dibatasi oleh waktu.
Penggunaan partikel mi, di, dan, dan midan dalam aktivitas jual
beli terjadi pada pagi hari, siang, sore dan malam hari. Keadaan tersebut
ditemui pada semua aktivitas perbelanjaan. Tidak ada batas waktu tertentu yang
terjadi di antara penjual dan pembeli bahwa pada tempat tertentu seorang
penjual atau pembeli tidak boleh menggunakan partikel mi, di, dan, dan
midan. Keadaan tersebut
terjadi secara alamiah. Mengikuti kehendak dan keinginan pelaku pasar.
Penggunaan partikel mi, di,
dan, dan midan dalam aktivitas jual beli ditemui pada semua usia.
Penggunaan partikel mi, di, dan, dan midan ditemui pada semua
usia, baik penjual anak-anak, remaja, dewasa maupun orang tua. Demikian juga
pembeli. Tidak ada kesepakatab bahwa kalau penjualnya anak-anak dan pembelinya
dan pembelinya anak-anak tidak boleh menggunakan partikel mi, di, dan, dan
midan. Atau, jika penjualnya orang tua dan pembelinya orang tua tidak boleh
menggunakan partikel mi, di, dan, dan midan. Penggunaan partikel
mi, di, dan, dan midan ditemui pada usia remaja, dewasa dan orang
tua dalam melakukan tawar menawar.
Penggunaan partikel mi, di,
dan, dan midan dalam aktivitas jual beli tidak membedakan strata dan
kelas sosial penjual dan pembeli. Penggunaan partikel mi, di, dan, dan
midan tidak menunjukkan kelas sosial rendah, menengah dan menengah ke atas.
Penggunaan partikel mi, di, dan, dan midan juga tidak menunjukkan
tingkat pendidikan penjual dan pembeli. Penjual dan pembeli berpendidikan
rendah, menengah dan pendidikan tinggi semua menggunakan partikel mi, di,
dan, dan midan. Tidak ada aturan bahwa jika penjualnya berpendidikan
rendah dan pembeli berpendidikan menengah tidak boleh menggunakan partikel mi,
di, dan, dan midan dalam transaksi jual beli. Atau, jika penjualnya
berpendidikan tinggi dan pembelinya berpendidikan menengah tidak boleh
menggunakan partikel mi, di, dan, dan midan. Penjual dan pembeli
dalam aktivitas jual beli bebas menentukan bahasanya sendiri. Efek yang paling
utama diharapkan adalah komunikatif dan kebutuhan masing-masing dapat
terpenuhi.
Penggunaan partikel mi, di,
dan, dan midan dalam aktivitas jual beli lebur. Dalam proses
peleburan ini, partikel mi, di, dan, dan midan tidak lagi hanya
digunakan oleh masyarakat Buton. Akan terapi bisa digunakan oleh semua pelaku
aktivitas jual beli. Masyarakat bersuku Muna, Bugis, Tolaki dan Jawa juga dapat
menggunakan partikel mi, di, dan, dan midan. Meskipun ada ciri
yang dapat menunjukkan bahwa pengguna partikel mi, di, dan, dan midan
merupakan masyarakat bersuku Buton atau masyarakat di luar suku Buton.
Penanda-penanda tersebut adalah sebagai berikut. 1) sistem
pengucapan; 2) tekanan dan intonasi; 3) perbedaan warna kulit dan bentuk wajah; 4) sikap dan tingkat percaya diri.
Masyarakat Buton pada umumnya
dapat mengucapkan kata-kata yang mengandung fonem /p, f/. Masyarakat Buton
tidak mengalami kesulitan mengucapkan bunyi-bunyi tersebut. Sistem pengucapan
menjadi ciri pembeda yang kuat untuk menentukan apakah penjual dan pembeli yang
melakukan aktivitas jual beli bersuku Buton atau bersuku di luar Buton.
Pengetahuan semacam ini diketahui secara alamiah oleh penjual atau pembeli
dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari.
Tekanan dan intonasi sangat
berbeda antara masyarakat bersuku Buton dengan masyarakat yang tidak bersuku
Buton. Tekanan dan intonasi secara intuisi akan memberikan petunjuk untuk
membedakan penjual dan pembeli masyarakat bersuku Buton atau masyarakat di luar
suku Buton. Pengetahuan seperti ini diketahui dan
dimiliki oleh penjual dan pembeli secara alamiah.
Perbedaan warna kulit dan
bentuk wajah pada dasarnya tidak terlalu kuat. Tetapi bagi penjual dan pembeli
tertentu dapat membedakan apakah penjual dan pembeli bersuku Buton atau bersuku
di luar Buton. Meskipun ciri ini tidak terlalu kuat untuk dijadikan pembeda
dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari, tetapi ciri ini bisa
menjadi kuat bila didukung oleh unsur pertama dan unsur kedua.
Masyarakat di luar suku Buton
memiliki tingkat percaya diri yang berbeda dengan masyarakat Buton dalam menggunakan
partikel mi, di, dan, dan midan dalam aktivitas jual beli di
Pasar Anduonohu Kota Kendari. Masyarakat bersuku Buton akan memiliki rasa
percaya diri yang tinggi dalam menggunakan partikel mi, di, dan, dan
midan dibandingkan dengan masyarakat di luar masyarakat Buton.
Penjual dan pembeli di luar
masyarakat Buton menggunakan partikel mi, di, dan, dan midan
dalam aktivitas jual beli memiliki tujuan-tujuan tertentu. Penggunaan partikel
mi, di, dan, dan midan sebagai sebuah strategi atau politik dagang.
Masyarakat menggunakan partikel mi, di, dan, dan midan dalam
aktivitas jual beli sebagai alat untuk untuk menarik minat pembeli.
A.
Penutup
Penggunaan
bahasa dalam aktivitas jual beli tidak pernah lepas dari situasi sosial yang
ada di sekitarnya. Penjual dan pembeli tidak selalu berasal dari lingkungan
dengan suasana kebahasaan yang sama. Para penjual dan pembeli berasal dari
berbagai etnik, latar belakang, dan kelas sosial yang berbeda. Penggunaan
bahasa juga bervariasi. Perbedaan ini menimbulkan usaha menemukan kesepakatan
pemahaman terhadap pemakaian bahasa yang dipilah dan diciptakan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang terjadi dalam hubungan interaksi antara penjual dan
pembeli.
Bahasa
Indonesia dialek Buton merupakan salah satu bahasa yang
ditemukan dalam aktivitas jual beli di Pasar Anduonohu Kota Kendari. Bahasa
Indonesia dialek ini erat
kaitannya dengan kelompok sosial bersuku Buton. Kelompok sosial ini dalam aktivitas jual beli ditandai oleh
penggunaan bahasa Indonesia dialek Buton. Bahasa Indinesia dialek ini ditandai oleh penggunaan partikel-pertikel tertentu, seperti mi,
di, dan, dan midan yang melekat pada kata-kata berbahasa Indonesia.
Partikel mi, di, dan, dan
midan yang
melekat pada kata-kata berbahasa Indonesia digunakan oleh masyarakat bersuku Buton dalam
melaksanakan aktivitas jual beli. Penggunaan partikel mi, di, dan, midan yang melekat pada kata-kata
berbahasa Indonesia dalam
aktivitas jual beli dilakukan secara bergantian, digunakan oleh semua usia,
semua kelas sosial, semua kelompok sosial, digunakan pada semua situasi dan
latar terjadinya komunikasi.
Daftar Pustaka
Appel, R. 1876. Sosiolinguistik.
Het Spectum, Utrech/ Antwerpen.
Asri. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Gaul di Kalangan
Pelajar di Kabupaten Kolaka. Tesis:
universitas Hasanuddin.
Badudu, J.S. 1994. Inilah
Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chaer, Abdul dan Leonie
Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie
Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunarwan, Asim. 2001. Pengantar
Penelitian Sosiolinguistik. Jakarta: Proyek Penelitian Kebahasaan dan
Kesastraan Departemen Pendidikan Nasional.
Hudson, Ribhard A. 1996. Sociolinguistic.
Combridge:
Combridge Universuty Press.
Djojosuroto, Kinanti
dan M.L.A. Sumaryati. 2004. Prinsip-Prinsip
Dasar dalam Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung : Yayasan Nuansa
Cendekia.
Lembaga Bahasa Nasional.
1975. Politik Bahasa Nasional: Laporan Seminar di Jakarta 25-28 Februari
1975. Jakarta.
Madjid, Syahriah. 2002. Penggunaan
Bahasa Indonesia pada Radio Komunikasi: Studi Kasus di Bandung dan Semarang. Tesis: universitas Hasanuddin.
Mahsun. 2005. Metode
Penelitian Bahasa : Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta :
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa : Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Mahsun. 2005. Metode
Penelitian Bahasa : Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada. PT. Raja Grafindo Persada.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Edisi ketiga.
Yogyakarta: Rakesarasin.
Mappau, Ramlah. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Editorial Media
Indonesia: Analisis Wacana Kritis. Tesis:
universitas Hasanuddin.
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik.
Bandung: Angkasa.
Rahardi, Kunjana. 2001. Kajian
Sosiolinguistik: Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor: Ghalia Indonesia.
Rahardi, Kunjana. 2006. Bahasa
Kaya Bahasa Berwibawa: Bahasa Indonesia dalam Dinamika Konteks Ekstrabahasa. Yogyakarta:
Andi.
Rampung, Bone. 2005. Fatamorgana
Bahasa Indonesia 2. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Santoso,
Riyadi. 2003. Semiotika Sosial: Pandangan Terhadap Bahasa. Pustaka
Eureka dan JP Press Surabaya: Surabaya.
Sujanto, dkk. 1979. Kedudukan
dan Fungsi Bahasa Indonesia di Jawa timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik.
Yogyakarta: Sabda.
Suwito. 1982. Sosiolinguistik: Teori dan
Problem. Surakarta: Henary Offset.
Utami, Sintowati Rini.
1999. Bahasa Indonesia untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Winarti, Sri dkk. 1997. Pemakaian
Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran Wajib Nonbahasa Indonesia pada Tingkat
Sekolah Dasar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
No comments :
Post a Comment