1)
Pilihan Kata
atau Diksi
Pilihan kata atau diksi membicarakan pendayagunaan kata untuk mencapai
efek etika dan estetika dalam puisi. Pilihan kata menjadi sarana yang digunakan
oleh penyair untuk mengeksploitasi kata dan makna kata untuk tujuan tertentu.
Pilihan kata atau diksi dapat ditemui pada keseluruhan puisi.
Secara romantisme, pencapaian efek etika dan estetika puisi dapat
dibangun melalui dua hal, yaitu oposisi dan ekuivalensi. Oposisi merupakan
pendayagunaan kata yang secara bentuk dan makna menunjukkan perlawanan atau
persebrangan. Sedangkan ekuivalensi merupakan pendayagunaan kata baik secara
bentuk atau makna menunjukkan persamaan dan keserasian dalam puisi.
Oposisi dan ekuivalensi yang menjadi operasi romantisme dapat ditelusuri
dalam puisi Surat Cinta karya Mashun,
seperti pada tabel berikut ini.
No
|
Oposisi
|
|
1
|
surat cinta
|
bersampul senja
|
2
|
wewangian bunga
|
datang memetikmu
|
3
|
kusimpan surat cinta
|
sebaris air mata kutitip
|
4
|
harapan yang memekar
|
senja turut membawanya
|
Tabel di atas menunjukkan oposisi pilihan kata baik secara bentuk maupun
makna berlawanan, seperti (1) oposisi surat cinta dan bersampul senja, (2)wewangian bunga dan datang memetikmu, (3) kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip, (4) harapan yang memekar dan senja turut membawanya.
Oposisi surat cinta dan bersampul senja menyaran pada dua hal yang saling beroposisi, yaitu dunia imajiner dan
dunia faktual atau dunia imajinasi dan dunia faktual. Surat Cinta merupakan dunia imajiner yang dibangun, diangankan
dan diharapkan oleh AKU, yaitu surat yang ditulis di penghujung tahun,
tersimpan baik-baik dalam diari dengan harapan suatu waktu AKU dapat meminang
DIA. Harapan yang dibangun imaji dioposisikan dengan keadaan faktual bersampul senja. Keadaan yang tidak memungkinkan
bagi AKU mencapai DIA sebab telah senja.
Keadaan dimana dia mengakhiri segalanya. Hal ini menutup kemungkinan AKU
meminang.
Oposisi wewangian bunga dan datang memetikmu menyaran pada wewangian bunga sebagai dunia imajiner, yaitu wewangian bunga musim Desember yang belum
usai KAU kisahkan pada AKU. Kondisi yang sangat menyegarkan ketika dihirup yang
dirangkai dalam jalinan kisah cinta AKU dan DIA. Namun, kondisi imajinasi di
atas dioposisikan dengan keadaan faktual datang
memetikmu. Keadaan yang mau tidak mau, siap atau tidak, rela atau terpaksa
harus meninggalkan kelopak sebagai tempat yang kokoh yang didiami selama ini
yang memungkinkan kondisi layu bila tidak mendapat perawatan. Hal ini tidak
memungkinkan bagi AKU mendengarkan kisah tentang wewangian bunga musim Desember
sebab lelaki itu datang memetiknya dengan selembar lima ratusan.
Oposisi kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip. Kusimpan surat cinta menyaran pada usaha AKU untuk mempertahankan dan melindungi cinta dalam
sebuah wadah yang kokoh agar suatu waktu dahaga tak membakar hangus kenangan
walau sejenak. Sebuah keadaan yang kokoh pada imaji penyair untuk menyimpan dan
merawat setiap jejak cinta yang ada. Keadaan ini dioposisikan dengan sebaris air mata kutitip. Kondisi yang
mesti dijalani AKU jika ia tetap menyimpan surat cinta. Keadaan ini menjadi
kondisi faktual yang dialami penyair dalam menyimpan setiap jejak cinta yang
ada.
Oposisi terakhir merupakan harapan
yang memekar dan senja turut
membawanya. Harapan yang memekar merupakan kondis yang memungkinkan AKU dapat bertahan
hidup. Menjalani kisah cinta yang diidamkan oleh setiap insan. Mengubahnya menjadi energi untuk tetap
bertahan hidup dalam kondisi apapun. Demikian dunia imajiner yang diangankan
AKU. Namun, kondisi senja rupanya lebih kuat dari sekedar harapan. Sebab ia
tidak sekedar harapan tetapi juga turut
membawanya. Sebuah kenyataan yang dapat dihindari. Demikianlah kondisi
dunia faktual yang dialami oleh AKU. Suatu keadaan yang menutup kemungkinan aku
mencapai harapan yang memekar.
Oposisi yang dikemukakan di atas juga memiliki hubungan ekuivalen satu
sama lain. Merujuk pada tabel di atas menunjukkan bahwa surat cinta ekuivalen dengan wewangian
bunga, kusimpan surat cinta, dan harapan
yang memekar. Pilihan kata tersebut merupakan kondisi yang dijalani AKU
secara ideal. Berjalan secara harmonis sesuai dengan kaidah logika imajiner.
Pilihan kata ini membawa penyair pada keadaan menggantungkan harapan untuk
bertahan hidup, menjalani kisah-kisah percintaan secara wajar.
Berbeda halnya dengan bersampul
senja, datang memetikmu, sebaris air mata kutitip, dan senja turut membawanya. Pilihan kata tersebut ekuivalen satu sama
lain. Kondisi ini merupakan kehidupan faktual yang mesti dijalani AKU. Sebuah
keadaan yang sangat berbeda dengan dunia ideal yang diidamkan AKU. Hal inilah
yang menutup kemungkinan AKU menulis
surat cinta, mencium wewangian bunga, menyimpan surat cinta dan menggapai harapan yang memekar. Secara sederhana. Proses
ekuivalensi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Dunia imajiner
|
AKU
|
surat cinta
|
wewangian
bunga
|
kusimpan surat
cinta
|
harapan yang
memekar
|
Dunia faktual
|
DIA
|
bersampul
senja
|
datang
memetikmu
|
sebaris air
mata kutitip
|
senja turut
membawanya
|
2)
Citraan atau
Pengimajian
Citraan dan pengimajian dalam sajak difokuskan pada hal-hal sebagai
berikut. (1) citraan penglihatan (visual
imagery), (2) citraan pendengaran (
auditory imagery), (3) citraan penciuman (smell imagery), (4) citraan rasaan (taste imagery), (5) citraan rabaan (tactile imagery), (6) citraan gerak (kinesthetic imagery). Uraian mengenai citraan atau pengimajian
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel Citraan atau Pengimajian Surat Cinta karya Mashun
No
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
surat
|
|
wewangian
|
cinta
|
|
kusimpan
|
2
|
penghujung
|
|
|
baik-baik
|
|
meminang
|
3
|
tahun
|
|
|
rindumu
|
|
usai
|
4
|
bersampul
|
|
|
cinta
|
|
berkisah
|
5
|
senja
|
|
|
dahaga
|
|
datang
|
6
|
diariku
|
|
|
kenangan
|
|
memetikmu
|
7
|
bunga
|
|
|
harapan
|
|
kusimpan
|
8
|
musim
|
|
|
entah
|
|
kutitip
|
9
|
lelaki
|
|
|
|
|
membakar
|
10
|
selembar
|
|
|
|
|
sejenak
|
11
|
lima
|
|
|
|
|
memekar
|
12
|
ratusan
|
|
|
|
|
turut
|
13
|
surat
|
|
|
|
|
membawanya
|
14
|
sebaris
|
|
|
|
|
kembali
|
15
|
air
|
|
|
|
|
|
16
|
mata
|
|
|
|
|
|
17
|
hangus
|
|
|
|
|
|
18
|
senja
|
|
|
|
|
|
19
|
seolah
|
|
|
|
|
|
20
|
esok
|
|
|
|
|
|
Jum
|
20
|
0
|
1
|
8
|
0
|
14
|
Keterangan:
1.
Citraan Penglihatan
(Visual Imagery)
2.
Citraan
Pendengaran (Auditory Imagery)
3.
Citraan
Penciuman (Smell Imagery)
4.
Citraan Rasaan (Taste Imagery)
5.
Citraan Rabaan (Tactile Imagery)
6.
Citraan Gerak (Kinaesthetic Imagery)
Tabel di atas menunjukkan ada 43 kata yang dapat dicitrakan. Dari 43
yang dapat dicitrakan, 20 kata (46%) merupakan citraan penglihatan, 1 kata
(2,32) citraan penciuman, 8 kata (18,60) citraan rasaan, dan 14 kata (32,55)
citraan gerak. Citraan pendengaran dan citraan rabaan tidak ditemukan dalam
puisi Surat Cinta karya Mashun.
Citraan yang paling dominan dalam puisi Surat Cinta karya Mashun adalah citraan penglihatan sebanyak 20
kata atau 46,51%. Dalam hubungannya dengan proses penciptaan puisi, penulis lebih
dominan menggunakan citraan penglihatan. Citraan penglihatan direalisasikan
dengan citraan gerak atau tindakan. Penulis memulai proses penciptaan karya
dengan melihat, menganalisis dan menilai. Dari proses melihat, menganalisis dan
menilai melahirkan tindakan atau aksi tertentu. Citraan penglihatan memberikan
stimulus pada penulis untuk menulis sesuatu yang dilihat, sedangkan citraan
gerak memberikan respon pada apa yang dilihat. Dalam hubungan ini citraan
penglihatan merupakan pemberi stimulus, sedangkan citraan gerak merupakan
pemberi respon. Hubungan stimulus-respon citraan penglihatan dan citraan gerak
dapat dilihat pada larik-larik puisi berikut ini.
Merujuk pada tabel citraan di atas, secara romantisme ditemukan beberapa
citraan yang saling beroposisi, seperti citraan penglihatan (visual imagery) beroposisi dengan
citraan penciuman (smell imagery),
citraan rasaan (taste imagery), dan
citraan gerak (kinaesthetic imagery).
Secara operasional, oposisi tersebut dapat dilihat pada surat beroposisi dengan wewangian, cinta, dan kusimpan. Penghujung beroposisi dengan baik-baik dan meminang. Tahun beroposisi dengan rindumu dan usai. Bersampul beroposisi
dengan cinta dan berkisah. Senja beroposisi dengan dahaga dan datang. Diariku beroposisi dengan kenangan dan memetikmu. Bunga
beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Musim beroposisi
dengan entah dan kutitip. Lelaki beroposisi dengan membakar. Selembar beroposisi dengan sejenak. Lima beroposisi dengan memekar.
Ratusan beroposisi dengan turut.
Surat beroposisi dengan membawanya.
Sebaris beroposisi dengan kembali. 20
beroposisi dengan 1, 8 dan 14.
Citraan yang beroposisi di atas membangun hubungan ekuivalen satu sama
lain. Secara operasional, citraan penglihatan (visual imagery) ekuivalen dengan surat, penghujung, tahun, bersampul, senja, diariku, bunga, musim,
lelaki, selembar, lima, ratusan, surat, sebaris, air, mata, hangus, senja,
seolah, esok, Desember, dan 20
Citraan penciuman (smell imagery)
ekuivalen dengan wewangian dan 1. Citraan ini merupakan citraan yang
paling minim dari enam citraan yang ada. Minimnya citraan ini menunjukkan bahwa
penyair sangat sedikit menggunakan citraan penciuman dalam mencipta puisi.
Citraan rasaan (taste imagery)
ekuivalen dengan cinta,
baik-baik, rindumu, cinta, dahaga, kenangan, harapan, entah, dan 8.
Citraan gerak (kinaesthetic
imagery) ekuivalen dengan kusimpan,
meminang, usai, berkisah, datang, memetikmu, kusimpan, kutitip, membakar,
sejenak, memekar, turut, membawanya, kembali dan 14. Secara sederhana, tabel ekuivalen dapat dilihat berikut ini.
Tabel Ekuivalen Puisi Surat Cinta Karya Mashun
citraan penglihatan (visual imagery)
|
surat
|
penghujung
|
tahun
|
bersampul
|
....
|
sebaris
|
citraan penciuman (smell imagery)
|
Wewangi-an
|
|
|
|
|
|
citraan rasaan (taste
imagery)
|
cinta
|
baik-baik
|
rindumu
|
cinta
|
...
|
entah
|
citraan gerak (kinesthetic
imagery)
|
kusimpan
|
meminang
|
usai
|
berkisah
|
...
|
kembali
|
3)
Bahasa Bermajas
Bahasa bermajas berkaitan dengan penggunaan bahasa secara khusus dalam
puisi. Bahasa bermajas sanggup membungkus makna sampai terasa samar dan halus.
Bahasa bermajas pula sanggup membeberkan makna puisi hingga terasa kasar dan
langsung. Bahkan bahasa bermajas sanggup membuat benda atau barang tak bernyawa
dapat berlakuan, beraktivitas, dan bertindak seperti layak manusia.
Bahasa bermajas dalam kaitannya dengan puisi Surat Cinta difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1)
personifikasi, (2) metafora, (3) alegori, (4) parabel, dan (5) fabel. Untuk
lebih jelasnya bahasa bermajas dalam dapat dilihat pada tebel berikut ini.
No
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
dahaga tak membakar hangus kenangan
|
lelaki itu datang memetikmu
|
|
|
|
2
|
Tapi senja tadi seolah turut membawanya
|
Sebaris air mata kutitip jua
|
|
|
|
3
|
lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima
ratusan
|
Ada harapan yang memekar
|
|
|
|
4
|
Entah esok kembali
|
....aku bisa meminang rindumu
|
|
|
|
Jum
|
4
|
4
|
|
|
|
Keterangan:
1.
Personifikasi
2.
Metafora
3.
Alegori
4.
Parabel
5.
Fabel
Tabel di atas menunjukkan ada dua bahasa bermajas dalam puisi Surat Cinta karya Mashun, yaitu majas
personifikasi dan metafora. Sedangkan alegori, parabel dan fabel tidak
ditemukan. Bahasa bermajas personi (1) dahaga
tak membakar hangus kenangan, (2)
Tapi senja tadi seolah turut membawanya, (3) lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan, dan (4) Entah esok kembali. Bahasa bermajas
personifikasi ditandai oleh penggunaan kata-kata bernyawa, atau kata-kata yang
bermakna dan merujuk pada benda mati seolah-olah berbuat atau berlakuan seperti
manusia. (1) dahaga.... membakar, dahaga seolah-olah berlakuan
seorang-olah hidup dan dapat melakukan pekerjaan membakar seperti halnya yang dilakukan manusia. (2) senja.....membawanya. Senja seperti berlakukan seperti manusia
yang dapat melakukan perbuatan membawa. (3)
memetik....selembar uang. Selembar uang menjadi objek petik. Pada
hal, sesuatu yang digunakan untuk memetik dapat berupa buah atau benda lain
yang dapat berarti mengambil. (4) esok....membawa.
Esok sengaja dihidupkan oleh penulis
sehingga seolah-olah dapat membawanya
kembali.
Bahasa bermajas yang lain adalah bahasa bermajas metafora, yaitu (1) lelaki itu datang memetikmu, (2) sebaris air mata kutitip jua, (3) ada harapan yang memekar, dan (4) ....aku bisa meminang rindumu.
Secara romantisme, bahasa bermajas di atas dibentuk melalui oposisi dan ekuivalen.
Oposisi ditemui pada dahaga tak membakar
hangus kenangan beroposisi dengan lelaki
itu datang memetikmu. Tapi senja tadi seolah turut membawanya beroposisi
dengan sebaris air mata kutitip jua.
Lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan beroposisi dengan Ada harapan yang memekar. Entah esok kembali
beroposisi dengan ....aku bisa
meminang rindumu.
Bahasa bermajas yang beroposisi di atas juga membangun ekuivalen pada
dirinya sendiri. Hal itu ditemui pada dahaga
tak membakar hangus kenangan. Bahsa bermajas ini menyaran pada dua hal,
yaitu dahaga dan kenangan. Dahaga secara denotatif dapat dimakna sebagai
kondisi haus AKU. Sedangkan secara
konotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan.
Haus secara denotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan, keinginan, hasrat
terhadap sesuatu yang dapat diminum yang memungkinkan dahaga bisa hilang.
Sedangkan haus secara konotatif dapat dimaknai sebagai hasrat, keinginan untuk
dicintai dan mencintai. Namun, kondisi dahaga baik secara denotatif maupun
konotatif tidak bisa digapai oleh AKU karena sebelum sampai keduanya telah
terbakar. Kondisi ini ekuivalen dengan tapi
senja tadi seolah turut membawanya. Senja tadi seolah turut membawanya merupakan
kondisi yang membawa semua keindahan siang pada balutan malam. Segala yang
tampak oleh mata menjadi lenyap seketika senja membawanya pada malam. Semuanya
menjadi satu dalam kondisi gelap. Demikian juga dengan membakar hangus kenangan. Keadaan ini juga merupakan keadaan yang
membawa sesuatu menjadi sirna. Sebab sesuatu yang terbakar pada hakekatnya
tiada akan bersisa kecuali arang. Dengan demikian, baik membakar hangus kenangan maupun senja
tadi seolah turut membawanya sama-sama merupakan keadaan sirna.
Keadaan sirna selanjutnya dapat dijumpai lebih jelas pada ekuivalensi larik
sajak berikutnya lelaki itu datang
memetikmu dengan selembar lima ratusan, entah esok kembali. Keadaan ini
menjawab semua teka-teka mengenai kekuatan yang membakar hangus kenangan dan senja
tadi seolah turut membawanya. Dia adalah seorang laki-laki dengan kekuatan
ekonomi. Inilah yang menjadi semua itu menjadi entah esok kembali. Kondisi ekuivalen tersebut menutup semua
kemungkinan AKU untuk mempertahankan harapan
yang memekar dan meminang rindumu.
Kondisi ekuivalen selanjutnya ditemui pada lelaki itu datang memetikmu ekuivalen dengan sebaris air mata kutitip jua, Ada harapan yang memekar, dan ....aku bisa meminang rindumu yang
secara keseluruhan membangun keutuhan makna dalam puisi.
A. Penutup
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menggunakan kata
secara minim dengan makna kompleks. Puisi menyampaikan ide, gagasan, pikiran
dan perasaan secara ringkas namun padat makna. pemahaman mengenai puisi dapat
ditelusuri melalui pendayagunaan beberapa unsur yang ada dalam hakikat, unsur
dan sarana puisi.
Puisi selalu lahir dari kesenjangan antara dunia imaji dan dunia
faktual. Dunia imaji merupakan kondisi ideal yang dibangun dalam pikiran
penyair. Kondisi ideal berisi keadaan yang serba teratur, tertata secara
kosmos, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan suci. Kondisi faktual
merupakan kondisi yang nyata yang dibangun oleh sistem kehidupan masyarakat
baik secara individu maupun secara sosial. Dunia faktual berjalan selalu
bertendensi. Karena kondisi ini, kadang-kadang dunia faktual menyimpang dari
dunia idela. Kedua kondisi ini diberdayakan oleh penyair untuk mencipta puisi.
Romantisme merupakan salah paham yang berkembang dalam kesusastraan.
Romantisme memberdayakan kesenjangan dunia ideal dan dunia faktual dalam bentuk
oposisi baik secara bentuk maupun makna. Keadaan yang saling beroposisi
sekaligus membentuk ekuivalen pada dirinya sendiri.
Puisi Surat Cinta merupakan
puisi yang mengemban dan mewakili jiwa penyair. Penyair menyelipkan harapan dan cita-cita yang dibangun secara ideal dan berusaha
untuk melindunginya. Namun, kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan secara
terus-menerus. Sebab dunia faktual lebih kuat dengan datang
senja yang datang membawanya.
Keadaan yang dikemukakan di atas merupakan kondisi dunia ideal dan dunia
faktual yang dioposisikan penyair. Kedua keadaan tersebut dipertentang secara
ketat pada keseluruhan puisi hingga seolah-olah kondisi itu terjadi dan dialami
penyair dalam dunia nyata.
Kondisi yang saling beroposisi di atas secara praktis dapat dilihat pada
beberapa unsur, seperti (1) bunyi sajak, (2) pilihan kata atau diksi, (3)
citraan dan pengimajian, dan (4) bahasa bermajas
Unsur bunyi dapat dilihat pada oposisi antara konsonan dan vokal,
seperti bunyi /s/, /t/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/, beroposisi
dengan bunyi /-ng/. Bunyi /p/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/,
beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /k/,
beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, /k/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi
/d/, beroposisi dengan bunyi /a/, /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /a/.
Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /m/, /-ng/. Bunyi /b/, beroposisi dengan
bunyi /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /m/. Bunyi /b/, beroposisi dengan
bunyi /u/, /i/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /b/, /h/
beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /w/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/,
beroposisi dengan bunyi /m/, /m/. Bunyi /d/, /r/ beroposisi dengan bunyi /i/.
Bunyi /l/, beroposisi dengan bunyi /-ng/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi
/u/. Bunyi /s/, /r/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /l/, beroposisi dengan
bunyi /n/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /t/, /p/ beroposisi
dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, /t/
beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/,
/s/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, /p/, beroposisi dengan bunyi /n/.
Bunyi /j/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /a/.
Bunyi /t/, /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /m/, /r/, beroposisi dengan
bunyi /e/. Bunyi /h/, /s/ beroposisi dengan bunyi /e/. Bunyi /k/, beroposisi
dengan bunyi /i/.
Bunyi-bunyi yang beroposisi di atas sekaligus membangun hubungan
ekuivalen yang ditunjukkan dengan konsonan ekuivalen dengan bunyi /s/, /t/,
/c/, /p/, /b/, /s/, /k/, /b/, /k/, /d/, /r/, ..., dan /k/. Sedangkan vokal
ekuivalen dengan bunyi /a/, /-ng/, /a/, /n/, /u/, /a/, /u/, /a/, /u/, /a/, ...,
dan ekuivalen dengan /i/.
Pilihan kata atau diksi dapat dilihat pada oposisi (1) oposisi surat cinta dan bersampul senja, (2)wewangian bunga dan datang memetikmu, (3) kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip, (4) harapan yang memekar dan senja turut membawanya. Oposisi tersebut
sekaligus membentuk hubungan ekuivalen yang dapat ditelusuri pada surat cinta ekuivalen dengan wewangian bunga, kusimpan surat cinta, dan
harapan yang memekar. Bersampul senja ekuivalen
dengan datang memetikmu, sebaris air mata
kutitip, dan senja turut membawanya.
Citraan dan pengimajian dapat ditelusuri pada surat beroposisi dengan wewangian,
cinta, dan kusimpan. Penghujung beroposisi
dengan baik-baik dan meminang. Tahun beroposisi dengan rindumu dan usai. Bersampul beroposisi dengan cinta
dan berkisah. Senja beroposisi
dengan dahaga dan datang. Diariku beroposisi
dengan kenangan dan memetikmu. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Musim beroposisi dengan entah dan kutitip. Lelaki beroposisi dengan membakar. Selembar beroposisi dengan sejenak. Lima beroposisi dengan memekar.
Ratusan beroposisi dengan turut.
Surat beroposisi dengan membawanya.
Sebaris beroposisi dengan kembali. 20
beroposisi dengan 1, 8 dan 14.
Oposisi di atas sekaligus membangun hubungan ekuivalen, seperti citraan
penglihatan (visual imagery)
ekuivalen dengan surat, penghujung,
tahun, bersampul, senja, diariku, bunga, musim, lelaki, selembar, lima,
ratusan, surat, sebaris, air, mata, hangus, senja, seolah, esok, Desember, dan 20. Citraan
penciuman (smell imagery) ekuivalen
dengan wewangian dan 1. Citraan rasaan (taste imagery) ekuivalen dengan cinta,
baik-baik, rindumu, cinta, dahaga, kenangan, harapan, entah, dan 8. Citraan gerak (kinesthetic
imagery) ekuivalen dengan kusimpan,
meminang, usai, berkisah, datang, memetikmu, kusimpan, kutitip, membakar,
sejenak, memekar, turut, membawanya, kembali dan 14.
Bahasa bermajas ditemui pada oposisi dahaga
tak membakar hangus kenangan beroposisi dengan lelaki itu datang memetikmu. Tapi sejna tadi seolah turut membawanya beroposisi
dengan sebaris air mata kutitip jua.
Lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan beroposisi dengan Ada harapan yang memekar. Entah esok kembali
beroposisi dengan ....aku bisa
meminang rindumu.
Kondisi berlawanan di atas skaligus membentuk hubungan ekuivalen satu
sama lain, seperti dahaga tak membakar
hangus kenangan ekuivalen dengan tapi
senja tadi seolah turut membawanya, membakar hangus kenangan, lelaki itu datang
memetikmu dengan selembar lima ratusan, entah esok kembali, dan entah esok kembali. Demikian pula dengan
lelaki itu datang memetikmu ekuivalen
dengan sebaris air mata kutitip jua, Ada
harapan yang memekar, dan ....aku
bisa meminang rindumu.
Daftar Pustaka
Aminudin. 2002. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Faruk HT. 2012. Novel
Indonesia, Kolonialisme dan Ideologi Emansipatoris. Yogyakarta: Ombak.
Hasanuddin W.S. 2002. Membaca dan Menilai Sajak Pengantar
Pengkajian dan Interpretasi. Bandung: Angkasa.
Samsuddin. 2015. Penerapan
Teori Intertekstual pada Puisi Indonesia. Yogyakarta: Deepublish.
Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Ombak.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Bandung.
No comments :
Post a Comment