Tuesday, November 29, 2016

ROMANTISME PADA PUISI-PUIS INDONESIA BAGIAN II



1)      Pilihan Kata atau Diksi
Pilihan kata atau diksi membicarakan pendayagunaan kata untuk mencapai efek etika dan estetika dalam puisi. Pilihan kata menjadi sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengeksploitasi kata dan makna kata untuk tujuan tertentu. Pilihan kata atau diksi dapat ditemui pada keseluruhan puisi.
Secara romantisme, pencapaian efek etika dan estetika puisi dapat dibangun melalui dua hal, yaitu oposisi dan ekuivalensi. Oposisi merupakan pendayagunaan kata yang secara bentuk dan makna menunjukkan perlawanan atau persebrangan. Sedangkan ekuivalensi merupakan pendayagunaan kata baik secara bentuk atau makna menunjukkan persamaan dan keserasian dalam puisi.
Oposisi dan ekuivalensi yang menjadi operasi romantisme dapat ditelusuri dalam puisi Surat Cinta karya Mashun, seperti pada tabel berikut ini.

No
Oposisi
1
surat cinta
bersampul senja
2
wewangian bunga
datang memetikmu
3
kusimpan surat cinta
sebaris air mata kutitip
4
harapan yang memekar
senja turut membawanya

Tabel di atas menunjukkan oposisi pilihan kata baik secara bentuk maupun makna berlawanan, seperti (1) oposisi surat cinta dan bersampul senja, (2)wewangian bunga dan datang memetikmu, (3) kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip, (4) harapan yang memekar dan senja turut membawanya.
Oposisi surat cinta dan bersampul senja menyaran pada dua hal yang saling beroposisi, yaitu dunia imajiner dan dunia faktual atau dunia imajinasi dan dunia faktual. Surat Cinta merupakan dunia imajiner yang dibangun, diangankan dan diharapkan oleh AKU, yaitu surat yang ditulis di penghujung tahun, tersimpan baik-baik dalam diari dengan harapan suatu waktu AKU dapat meminang DIA. Harapan yang dibangun imaji dioposisikan dengan keadaan faktual bersampul senja. Keadaan yang tidak memungkinkan bagi AKU mencapai DIA sebab telah senja. Keadaan dimana dia mengakhiri segalanya. Hal ini menutup kemungkinan AKU meminang.
Oposisi wewangian bunga dan datang memetikmu menyaran pada wewangian bunga sebagai dunia imajiner, yaitu wewangian bunga musim Desember yang belum usai KAU kisahkan pada AKU. Kondisi yang sangat menyegarkan ketika dihirup yang dirangkai dalam jalinan kisah cinta AKU dan DIA. Namun, kondisi imajinasi di atas dioposisikan dengan keadaan faktual datang memetikmu. Keadaan yang mau tidak mau, siap atau tidak, rela atau terpaksa harus meninggalkan kelopak sebagai tempat yang kokoh yang didiami selama ini yang memungkinkan kondisi layu bila tidak mendapat perawatan. Hal ini tidak memungkinkan bagi AKU mendengarkan kisah tentang wewangian bunga musim Desember sebab lelaki itu datang memetiknya dengan selembar lima ratusan.
Oposisi kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip. Kusimpan surat cinta menyaran pada usaha AKU untuk mempertahankan dan melindungi cinta dalam sebuah wadah yang kokoh agar suatu waktu dahaga tak membakar hangus kenangan walau sejenak. Sebuah keadaan yang kokoh pada imaji penyair untuk menyimpan dan merawat setiap jejak cinta yang ada. Keadaan ini dioposisikan dengan sebaris air mata kutitip. Kondisi yang mesti dijalani AKU jika ia tetap menyimpan surat cinta. Keadaan ini menjadi kondisi faktual yang dialami penyair dalam menyimpan setiap jejak cinta yang ada.
Oposisi terakhir merupakan harapan yang memekar dan senja turut membawanya. Harapan yang memekar merupakan kondis yang memungkinkan AKU dapat bertahan hidup. Menjalani kisah cinta yang diidamkan oleh setiap insan. Mengubahnya menjadi energi untuk tetap bertahan hidup dalam kondisi apapun. Demikian dunia imajiner yang diangankan AKU. Namun, kondisi senja rupanya lebih kuat dari sekedar harapan. Sebab ia tidak sekedar harapan tetapi juga turut membawanya. Sebuah kenyataan yang dapat dihindari. Demikianlah kondisi dunia faktual yang dialami oleh AKU. Suatu keadaan yang menutup kemungkinan aku mencapai harapan yang memekar.
Oposisi yang dikemukakan di atas juga memiliki hubungan ekuivalen satu sama lain. Merujuk pada tabel di atas menunjukkan bahwa surat cinta ekuivalen dengan wewangian bunga, kusimpan surat cinta, dan harapan yang memekar. Pilihan kata tersebut merupakan kondisi yang dijalani AKU secara ideal. Berjalan secara harmonis sesuai dengan kaidah logika imajiner. Pilihan kata ini membawa penyair pada keadaan menggantungkan harapan untuk bertahan hidup, menjalani kisah-kisah percintaan secara wajar.
Berbeda halnya dengan bersampul senja, datang memetikmu, sebaris air mata kutitip, dan senja turut membawanya. Pilihan kata tersebut ekuivalen satu sama lain. Kondisi ini merupakan kehidupan faktual yang mesti dijalani AKU. Sebuah keadaan yang sangat berbeda dengan dunia ideal yang diidamkan AKU. Hal inilah yang menutup kemungkinan AKU menulis surat cinta, mencium wewangian bunga, menyimpan surat cinta dan menggapai harapan yang memekar. Secara sederhana. Proses ekuivalensi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Dunia imajiner
AKU
surat cinta
wewangian bunga
kusimpan surat cinta
harapan yang memekar
Dunia faktual
DIA
bersampul senja
datang memetikmu
sebaris air mata kutitip
senja turut membawanya

2)      Citraan atau Pengimajian
Citraan dan pengimajian dalam sajak difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1) citraan penglihatan (visual imagery), (2) citraan pendengaran ( auditory imagery), (3) citraan penciuman (smell imagery), (4) citraan rasaan (taste imagery), (5) citraan rabaan (tactile imagery), (6) citraan gerak (kinesthetic imagery). Uraian mengenai citraan atau pengimajian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Citraan atau Pengimajian Surat Cinta karya Mashun

No
1
2
3
4
5
6
1
surat

wewangian
cinta

kusimpan
2
penghujung


baik-baik

meminang
3
tahun


rindumu

usai
4
bersampul


cinta

berkisah
5
senja


dahaga

datang
6
diariku


kenangan

memetikmu
7
bunga


harapan

kusimpan
8
musim


entah

kutitip
9
lelaki




membakar
10
selembar




sejenak
11
lima




memekar
12
ratusan




turut
13
surat




membawanya
14
sebaris




kembali
15
air





16
mata





17
hangus





18
senja





19
seolah





20
esok





Jum
20
0
1
8
0
14

Keterangan:

1.      Citraan Penglihatan (Visual Imagery)
2.      Citraan Pendengaran (Auditory Imagery)
3.      Citraan Penciuman (Smell Imagery)
4.      Citraan Rasaan (Taste Imagery)
5.      Citraan Rabaan (Tactile Imagery)
6.      Citraan Gerak (Kinaesthetic Imagery)

Tabel di atas menunjukkan ada 43 kata yang dapat dicitrakan. Dari 43 yang dapat dicitrakan, 20 kata (46%) merupakan citraan penglihatan, 1 kata (2,32) citraan penciuman, 8 kata (18,60) citraan rasaan, dan 14 kata (32,55) citraan gerak. Citraan pendengaran dan citraan rabaan tidak ditemukan dalam puisi Surat Cinta karya Mashun.
Citraan yang paling dominan dalam puisi Surat Cinta karya Mashun adalah citraan penglihatan sebanyak 20 kata atau 46,51%. Dalam hubungannya dengan proses penciptaan puisi, penulis lebih dominan menggunakan citraan penglihatan. Citraan penglihatan direalisasikan dengan citraan gerak atau tindakan. Penulis memulai proses penciptaan karya dengan melihat, menganalisis dan menilai. Dari proses melihat, menganalisis dan menilai melahirkan tindakan atau aksi tertentu. Citraan penglihatan memberikan stimulus pada penulis untuk menulis sesuatu yang dilihat, sedangkan citraan gerak memberikan respon pada apa yang dilihat. Dalam hubungan ini citraan penglihatan merupakan pemberi stimulus, sedangkan citraan gerak merupakan pemberi respon. Hubungan stimulus-respon citraan penglihatan dan citraan gerak dapat dilihat pada larik-larik puisi berikut ini.

Merujuk pada tabel citraan di atas, secara romantisme ditemukan beberapa citraan yang saling beroposisi, seperti citraan penglihatan (visual imagery) beroposisi dengan citraan penciuman (smell imagery), citraan rasaan (taste imagery), dan citraan gerak (kinaesthetic imagery).
Secara operasional, oposisi tersebut dapat dilihat pada surat beroposisi dengan wewangian, cinta, dan kusimpan. Penghujung beroposisi dengan baik-baik dan meminang. Tahun beroposisi dengan rindumu dan usai. Bersampul beroposisi dengan cinta dan berkisah. Senja beroposisi dengan dahaga dan datang. Diariku beroposisi dengan kenangan dan memetikmu. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Musim beroposisi dengan entah dan kutitip. Lelaki beroposisi dengan membakar. Selembar beroposisi dengan sejenak. Lima beroposisi dengan memekar. Ratusan beroposisi dengan turut. Surat beroposisi dengan membawanya. Sebaris beroposisi dengan kembali. 20 beroposisi dengan 1, 8 dan 14.
Citraan yang beroposisi di atas membangun hubungan ekuivalen satu sama lain. Secara operasional, citraan penglihatan (visual imagery) ekuivalen dengan surat, penghujung, tahun, bersampul, senja, diariku, bunga, musim, lelaki, selembar, lima, ratusan, surat, sebaris, air, mata, hangus, senja, seolah, esok, Desember, dan 20
Citraan penciuman (smell imagery) ekuivalen dengan wewangian dan 1. Citraan ini merupakan citraan yang paling minim dari enam citraan yang ada. Minimnya citraan ini menunjukkan bahwa penyair sangat sedikit menggunakan citraan penciuman dalam mencipta puisi.
Citraan rasaan (taste imagery) ekuivalen dengan cinta, baik-baik, rindumu, cinta, dahaga, kenangan, harapan, entah, dan 8.
Citraan gerak (kinaesthetic imagery) ekuivalen dengan kusimpan, meminang, usai, berkisah, datang, memetikmu, kusimpan, kutitip, membakar, sejenak, memekar, turut, membawanya, kembali dan 14. Secara sederhana, tabel ekuivalen dapat dilihat berikut ini.

Tabel Ekuivalen Puisi Surat Cinta Karya Mashun
citraan penglihatan (visual imagery)
surat
penghujung
tahun
bersampul
....
sebaris
citraan penciuman (smell imagery)
Wewangi-an





citraan rasaan (taste imagery)
cinta
baik-baik
rindumu
cinta
...
entah
citraan gerak (kinesthetic imagery)
kusimpan
meminang
usai
berkisah
...
kembali

3)      Bahasa Bermajas
Bahasa bermajas berkaitan dengan penggunaan bahasa secara khusus dalam puisi. Bahasa bermajas sanggup membungkus makna sampai terasa samar dan halus. Bahasa bermajas pula sanggup membeberkan makna puisi hingga terasa kasar dan langsung. Bahkan bahasa bermajas sanggup membuat benda atau barang tak bernyawa dapat berlakuan, beraktivitas, dan bertindak seperti layak manusia.
Bahasa bermajas dalam kaitannya dengan puisi Surat Cinta difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1) personifikasi, (2) metafora, (3) alegori, (4) parabel, dan (5) fabel. Untuk lebih jelasnya bahasa bermajas dalam dapat dilihat pada tebel berikut ini.

No
1
2
3
4
5
1
dahaga tak membakar hangus kenangan
lelaki itu datang memetikmu



2
Tapi senja tadi seolah turut membawanya
Sebaris air mata kutitip jua



3
lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan
Ada harapan yang memekar



4
Entah esok kembali
....aku bisa meminang rindumu



Jum
4
4



Keterangan:

1.      Personifikasi
2.      Metafora
3.      Alegori
4.      Parabel
5.      Fabel


Tabel di atas menunjukkan ada dua bahasa bermajas dalam puisi Surat Cinta karya Mashun, yaitu majas personifikasi dan metafora. Sedangkan alegori, parabel dan fabel tidak ditemukan. Bahasa bermajas personi (1) dahaga tak membakar hangus kenangan, (2) Tapi senja tadi seolah turut membawanya, (3) lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan, dan (4) Entah esok kembali. Bahasa bermajas personifikasi ditandai oleh penggunaan kata-kata bernyawa, atau kata-kata yang bermakna dan merujuk pada benda mati seolah-olah berbuat atau berlakuan seperti manusia. (1) dahaga.... membakar, dahaga seolah-olah berlakuan seorang-olah hidup dan dapat melakukan pekerjaan membakar seperti halnya yang dilakukan manusia. (2) senja.....membawanya. Senja seperti berlakukan seperti manusia yang dapat melakukan perbuatan membawa. (3) memetik....selembar uang. Selembar uang menjadi objek petik. Pada hal, sesuatu yang digunakan untuk memetik dapat berupa buah atau benda lain yang dapat berarti mengambil. (4) esok....membawa. Esok sengaja dihidupkan oleh penulis sehingga seolah-olah dapat membawanya kembali.
Bahasa bermajas yang lain adalah bahasa bermajas metafora, yaitu (1) lelaki itu datang memetikmu, (2) sebaris air mata kutitip jua, (3) ada harapan yang memekar, dan (4) ....aku bisa meminang rindumu.
Secara romantisme, bahasa bermajas di atas dibentuk melalui oposisi dan ekuivalen. Oposisi ditemui pada dahaga tak membakar hangus kenangan beroposisi dengan lelaki itu datang memetikmu. Tapi senja tadi seolah turut membawanya beroposisi dengan sebaris air mata kutitip jua. Lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan beroposisi dengan Ada harapan yang memekar. Entah esok kembali beroposisi dengan ....aku bisa meminang rindumu.
Bahasa bermajas yang beroposisi di atas juga membangun ekuivalen pada dirinya sendiri. Hal itu ditemui pada dahaga tak membakar hangus kenangan. Bahsa bermajas ini menyaran pada dua hal, yaitu dahaga dan kenangan. Dahaga secara denotatif dapat dimakna sebagai kondisi haus AKU. Sedangkan secara konotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan. Haus secara denotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan, keinginan, hasrat terhadap sesuatu yang dapat diminum yang memungkinkan dahaga bisa hilang. Sedangkan haus secara konotatif dapat dimaknai sebagai hasrat, keinginan untuk dicintai dan mencintai. Namun, kondisi dahaga baik secara denotatif maupun konotatif tidak bisa digapai oleh AKU karena sebelum sampai keduanya telah terbakar. Kondisi ini ekuivalen dengan tapi senja tadi seolah turut membawanya. Senja tadi seolah turut membawanya merupakan kondisi yang membawa semua keindahan siang pada balutan malam. Segala yang tampak oleh mata menjadi lenyap seketika senja membawanya pada malam. Semuanya menjadi satu dalam kondisi gelap. Demikian juga dengan membakar hangus kenangan. Keadaan ini juga merupakan keadaan yang membawa sesuatu menjadi sirna. Sebab sesuatu yang terbakar pada hakekatnya tiada akan bersisa kecuali arang. Dengan demikian, baik membakar hangus kenangan maupun senja tadi seolah turut membawanya sama-sama merupakan keadaan sirna.
Keadaan sirna selanjutnya dapat dijumpai lebih jelas pada ekuivalensi larik sajak berikutnya lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan, entah esok kembali. Keadaan ini menjawab semua teka-teka mengenai kekuatan yang membakar hangus kenangan dan senja tadi seolah turut membawanya. Dia adalah seorang laki-laki dengan kekuatan ekonomi. Inilah yang menjadi semua itu menjadi entah esok kembali. Kondisi ekuivalen tersebut menutup semua kemungkinan AKU untuk mempertahankan harapan yang memekar dan meminang rindumu.
Kondisi ekuivalen selanjutnya ditemui pada lelaki itu datang memetikmu ekuivalen dengan sebaris air mata kutitip jua, Ada harapan yang memekar, dan ....aku bisa meminang rindumu yang secara keseluruhan membangun keutuhan makna dalam puisi.

A.    Penutup
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menggunakan kata secara minim dengan makna kompleks. Puisi menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan perasaan secara ringkas namun padat makna. pemahaman mengenai puisi dapat ditelusuri melalui pendayagunaan beberapa unsur yang ada dalam hakikat, unsur dan sarana puisi.
Puisi selalu lahir dari kesenjangan antara dunia imaji dan dunia faktual. Dunia imaji merupakan kondisi ideal yang dibangun dalam pikiran penyair. Kondisi ideal berisi keadaan yang serba teratur, tertata secara kosmos, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan suci. Kondisi faktual merupakan kondisi yang nyata yang dibangun oleh sistem kehidupan masyarakat baik secara individu maupun secara sosial. Dunia faktual berjalan selalu bertendensi. Karena kondisi ini, kadang-kadang dunia faktual menyimpang dari dunia idela. Kedua kondisi ini diberdayakan oleh penyair untuk mencipta puisi.
Romantisme merupakan salah paham yang berkembang dalam kesusastraan. Romantisme memberdayakan kesenjangan dunia ideal dan dunia faktual dalam bentuk oposisi baik secara bentuk maupun makna. Keadaan yang saling beroposisi sekaligus membentuk ekuivalen pada dirinya sendiri.
Puisi Surat Cinta merupakan puisi yang mengemban dan mewakili jiwa penyair. Penyair menyelipkan harapan dan cita-cita yang dibangun secara ideal dan berusaha untuk melindunginya. Namun, kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan secara terus-menerus. Sebab dunia faktual lebih kuat dengan datang senja yang datang membawanya.
Keadaan yang dikemukakan di atas merupakan kondisi dunia ideal dan dunia faktual yang dioposisikan penyair. Kedua keadaan tersebut dipertentang secara ketat pada keseluruhan puisi hingga seolah-olah kondisi itu terjadi dan dialami penyair dalam dunia nyata.
Kondisi yang saling beroposisi di atas secara praktis dapat dilihat pada beberapa unsur, seperti (1) bunyi sajak, (2) pilihan kata atau diksi, (3) citraan dan pengimajian, dan (4) bahasa bermajas
Unsur bunyi dapat dilihat pada oposisi antara konsonan dan vokal, seperti bunyi /s/, /t/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/, beroposisi dengan bunyi /-ng/. Bunyi /p/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, /k/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /a/, /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /m/, /-ng/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /m/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /u/, /i/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /b/, /h/ beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /w/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /m/, /m/. Bunyi /d/, /r/ beroposisi dengan bunyi /i/. Bunyi /l/, beroposisi dengan bunyi /-ng/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /s/, /r/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /l/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /t/, /p/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, /t/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, /s/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, /p/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /j/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /t/, /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /m/, /r/, beroposisi dengan bunyi /e/. Bunyi /h/, /s/ beroposisi dengan bunyi /e/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /i/.
Bunyi-bunyi yang beroposisi di atas sekaligus membangun hubungan ekuivalen yang ditunjukkan dengan konsonan ekuivalen dengan bunyi /s/, /t/, /c/, /p/, /b/, /s/, /k/, /b/, /k/, /d/, /r/, ..., dan /k/. Sedangkan vokal ekuivalen dengan bunyi /a/, /-ng/, /a/, /n/, /u/, /a/, /u/, /a/, /u/, /a/, ..., dan ekuivalen dengan /i/.
Pilihan kata atau diksi dapat dilihat pada oposisi (1) oposisi surat cinta dan bersampul senja, (2)wewangian bunga dan datang memetikmu, (3) kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip, (4) harapan yang memekar dan senja turut membawanya. Oposisi tersebut sekaligus membentuk hubungan ekuivalen yang dapat ditelusuri pada surat cinta ekuivalen dengan wewangian bunga, kusimpan surat cinta, dan harapan yang memekar. Bersampul senja ekuivalen dengan datang memetikmu, sebaris air mata kutitip, dan senja turut membawanya.
Citraan dan pengimajian dapat ditelusuri pada surat beroposisi dengan wewangian, cinta, dan kusimpan. Penghujung beroposisi dengan baik-baik dan meminang. Tahun beroposisi dengan rindumu dan usai. Bersampul beroposisi dengan cinta dan berkisah. Senja beroposisi dengan dahaga dan datang. Diariku beroposisi dengan kenangan dan memetikmu. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Musim beroposisi dengan entah dan kutitip. Lelaki beroposisi dengan membakar. Selembar beroposisi dengan sejenak. Lima beroposisi dengan memekar. Ratusan beroposisi dengan turut. Surat beroposisi dengan membawanya. Sebaris beroposisi dengan kembali. 20 beroposisi dengan 1, 8 dan 14.
Oposisi di atas sekaligus membangun hubungan ekuivalen, seperti citraan penglihatan (visual imagery) ekuivalen dengan surat, penghujung, tahun, bersampul, senja, diariku, bunga, musim, lelaki, selembar, lima, ratusan, surat, sebaris, air, mata, hangus, senja, seolah, esok, Desember, dan 20. Citraan penciuman (smell imagery) ekuivalen dengan wewangian dan 1. Citraan rasaan (taste imagery) ekuivalen dengan cinta, baik-baik, rindumu, cinta, dahaga, kenangan, harapan, entah, dan 8. Citraan gerak (kinesthetic imagery) ekuivalen dengan kusimpan, meminang, usai, berkisah, datang, memetikmu, kusimpan, kutitip, membakar, sejenak, memekar, turut, membawanya, kembali dan 14.
Bahasa bermajas ditemui pada oposisi dahaga tak membakar hangus kenangan beroposisi dengan lelaki itu datang memetikmu. Tapi sejna tadi seolah turut membawanya beroposisi dengan sebaris air mata kutitip jua. Lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan beroposisi dengan Ada harapan yang memekar. Entah esok kembali beroposisi dengan ....aku bisa meminang rindumu.
Kondisi berlawanan di atas skaligus membentuk hubungan ekuivalen satu sama lain, seperti dahaga tak membakar hangus kenangan ekuivalen dengan tapi senja tadi seolah turut membawanya, membakar hangus kenangan, lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan, entah esok kembali, dan entah esok kembali. Demikian pula dengan lelaki itu datang memetikmu ekuivalen dengan sebaris air mata kutitip jua, Ada harapan yang memekar, dan ....aku bisa meminang rindumu.

Daftar Pustaka
Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Faruk HT. 2012. Novel Indonesia, Kolonialisme dan Ideologi Emansipatoris. Yogyakarta: Ombak.

Hasanuddin W.S. 2002. Membaca dan Menilai Sajak Pengantar Pengkajian dan Interpretasi. Bandung: Angkasa.

Samsuddin. 2015. Penerapan Teori Intertekstual pada Puisi Indonesia. Yogyakarta: Deepublish.

Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Ombak.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.


No comments :

Post a Comment