Tuesday, November 29, 2016

ROMANTISME PADA PUISI-PUISI INDONESIA BAGIAN I


ROMANTISME PADA PUISI-PUISI INDONESIA

Samsuddin, S.Pd., M.Hum

ABSTRAK
Romantisme merupakan paham yang berkembang dalam kesusastraan yang secara operasional bekerja pada dua hal, yaitu dunia ideal dan dunia faktual. Dunia ideal memandang bahwa ide, pikiran dan gagasan bermula dari kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan baik secara pribadi maupun secara sosial. Segala sesuatu yang hadir dalam dunia ideal selalu dipandang sebagai sesuatu yang benar baik secara undang-undang, hukum, adat maupun secara religius. Berbeda halnya dengan dunia faktual. Dunia faktual kadang-kadang tidak selalu sejalan dengan dunia ideal. Dalam kondisi ini terjadilah benturan antara ide dan dunia faktual. Dalam kondisi ini puisi selalu hadir menetralkan kondisi kesenjangan antara dunia ideal dan dunia faktual. Puisi hadir untuk memberikan uraian, melerai, memberikan solusi pada kesenjangan yang ada.
Puisi bermula dari kegelisahan penyair terhadap kesenjangan yang terjadi baik secara pribadi maupun secara sosial. Puisi hadir mengidentifikasi, mempelajari dan mengubah kesenjangan menjadi jalan yang bisa ditempuh dan dipertimbangkan untuk menepis kesenjangan. Meskipun dalam segala sisi kehidupan dunia faktual dapat direkayasa, namun pada sisi tertentu kataristik sebagai bentuk penjernihan ide dapat terjadi lewat puisi.
Puisi Surat Cinta karya Mashun hadir dari kesenjangan yang terjadi pada penyair. Kesenjangan itu terjadi pada beberapa aspek yang dapat ditelusuri melalui hakikat, unsur dan sarana puisi. Salah satunya dapat ditelusuri pada pilihan kata seperti surat cinta dan bersampul senja. Pilihan kata tersebut secara romantisme merupakan hal yang beroposisi. Surat cinta merupakan sebuah harapan yang membentang pada deretan kisah yang diukir oleh dua insan yang saling melengkapi, saling mengisi dan memahami di antara keduanya. Namun, keduanya tidak berjalan secara lurus, sebab surat cinta yang diukir keduanya ternyata bersampul senja, sebuah ilustrasi yang sebentar lagi akan tiba malam. Sebuah ufuk yang indah dipandang. Namun, keindahan ufuk dengan warna lembayung tidak dapat bertahan lama sebab malam segera menyelimuti semuanya. Oposisi dua hal tersebut dilakukan dan dipertentangkan penyair secara kuat pada keseluruhan puisi.

Kata kunci: puisi, romantisme, kesenjangan/oposisi, ekuivalen

A.    Pendahuluan
Puisi merupakan karya sastra yang minim kata dan padat makna. Kepadatan kata dapat terlihat pada struktur puisi dalam menggunakan kata, larik dan bait yang sangat terbatas. Dalam kepadatan dan keterbatasan puisi dalam mendayagunakan kata, ternyata mengandung makna yang sangat luas bahkan tidak terjangkau. Kepadatan makna itu terletak pada konvensi pemaknaan puisi yang menggunakan dua dimensi makna sekaligus, yaitu dimensi makna denotasi dan konotasi. Pemanfaatan kedua dimensi makna tersebut dapat merepresentasikan dua dunia yang berbeda sekaligus, yaitu dunia ideal dan dunia faktual.
Puisi yang ditulis oleh para sastrawan pada dasarnya selalu bermula dari kegelisahan untuk mengungkapkan sesuatu yang teramati secara kasat mata maupun yang teramati secara batin. Kegelisahan itu bermula dari adanya kesenjangan ideal dan dunia nyata atau sebaliknya. Oleh karena itu, puisi pada hakekatnya merupakan ungkapan ide, gagasan, pikiran dan perasaan yang pada dirinya sendiri merepresentasikan kesenjangan yang terjadi pada dunia nyata yang merupakan rekayasa kepentingan dengan dunia ideal yang selalu berada pada kekokohan norma.
Puisi merupakan kolaborasi dan hasil dialog penyair antara pengalaman kemanusiaan dengan situasi kejiwaan yang dituangkan dengan bahasa yang hidup dan padat. Selama berdialog, penyair mempertimbangkan segala hal yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Hasil dialog disampaikan penyair dalam bahasa yang dipilih secara ketat untuk mewakili pengalaman dan situasi kejiwaan penyair. Ide yang mewakili pengalaman dan rasa yang mewakili kondisi kejiwaan dibaurkan dengan imajinasi penyair untuk mencapai efek estetika dan keutuhan puisi. Sebuah puisi yang bernilai estetika dan keutuhan akan memiliki kekuatan untuk merangsang indera, menggerakkan emosi dan menerbangkan angan sehingga dapat menghadirkan segala hal yang telah terjadi, menganalisis yang sedang terjadi dan mempelajari segala kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang (Samsuddin, 2015:21).
Kesenjangan seperti yang dimaksud di atas dapat ditelusuri melalui beberapa hal, seperti (1) tema; makna (sense), (2) rasa (feeling), (3) nada (tone), (4) amanat; tujuan; maksud (indentation). Keempat hal tersebut selanjutnya dipahami sebagai hakikat puisi. Selain empat aspek yang dikemukakan di atas, kesenjangan dalam puisi dapat ditelusuri melalui (1) tema, (2) daya bayang, dan (3) rima dan irama. Ketiga aspek tersebut selanjutnya dikenal dengan unsur puisi.
Perlu dipahami bahwa tema sebagai hakikat puisi dan tema sebagai unsur puisi cenderung berbeda. Namun, dalam tulisan ini tidak dibahas perbedaan tersebut. Hal yang ingin ditekankan dalam tulisan ini adalah bagaimana kesenjangan dunia ideal dan dunia faktual tersebut atau sebaliknya beroperasi pada puisi sebagai karya sastra yang minim kata. Bagaimana sebuah puisi mampu menjelaskan kesenjangan tersebut dengan jumlah kata yang relatif singkat. Semua itu dibahas pada bagian pembahasan dalam tulisan ini.
Puisi Surat Cinta karya Mashun tidak lepas dari kesenjangan di atas. Beberapa pilihan kata yang ditemukan dalam puisi tersebut jelas menunjukkan pertentangan dunia ideal dan dunia faktual. Pilihan kata seperti surat cinta dan bersampul senja, wewangian bunga dan datang memetikmu, kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip, dan harapan yang memekar dan senja turut membawanya sengaja dipilih dan digunakan dalam puisi untuk mencapai makna yang menunjukkan kesenjangan dua dunia dimaksud di atas. Kata-kata itu secara sadar dan penuh tanggung jawab dipilih untuk mencapai efek kepuitisan dan keutuhan makna puisi.

B.     Kajian Pustaka
Kajian pustaka dalam tulisan ini diperlukan untuk mendukung tulisan ini secara teoretis. Teori-teori ini dibutuhkan untuk memberi dasar uraian yang dilakukan. Berikut ini dikemukakan beberapa teori yang dapat mendukung tulisan ini.

1.      Pengertian Puisi
Puisi merupakan media komunikasi antara penyair dengan pembaca. Lewat puisi, penyair mengemukakan kehidupan dengan caranya sendiri, sementara pembaca berusaha menemukan diri lewat puisi yang sedang dibacanya. Penyair dan pembaca berdialog dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi, bisa dilakukan dan bisa direncanakan untuk penataan kehidupan yang lebih baik. Setelah dialog, pembaca mengambil makna dan melestarikannya lewat kehidupan. Bila makna itu tidak sesuai dengan kehidupan pembaca, maka ia akan melupakan puisi yang ia baca. Namun, besar atau sedikitnya pembaca dapat mengambil sebuah perbandingan.
Menurut Hasanuddin (2002:5) puisi merupakan pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan. Perasaan dan pikiran penyair yang masih abstrak dikongkretkan. Puisi merupakan sarana untuk mengongkretkan peristiwa-peristiwa yang telah direkam di dalam pikiran dan perasaan penyair. Pengongkretan intuisi melalui kata-kata itu dilakukan dengan prinsip seefisien mungkin. Puisi merupakan karya yang kompleks.
Puisi yang dikemukakan di atas menyaran pada beberapa hal mendasar tentang puisi, yaitu perasaan yang imajinatif, peristiwa yang direkam, dan karya yang kompleks. Puisi sebagai perasaan yang imajinatif merupakan sesuatu yang tidak nyata, ada dalam ide pengarang, dan sulit diwujudkan dalam dunia faktual. Puisi sebagai peristiwa yang direkam menyaran pada kejadian, pengalaman, keadaan, situasi dan suasana yang bisa dialami penyair dan bisa pula orang lain. Semua itu selanjutnya dipadukan dengan imajinasi penyair yang melahirkan sebuah puisi. Karena keadaan yang demikian, maka puisi biasanya menjadi sebuah karya yang sulit dimaknai. Di dalamnya, disamping mengandung multi tafsir setiap katanya, puisi juga berhubungan dengan imajinasi dan suasana hati penyair. Meskipun itu bersumber dari pengalaman nyata, tetap saja sulit diterjemahkan sebab telah berbau dengan kekuatan imajinasi yang diciptakan penyair.
Menurut Hudson (dalam Aminuddin, 2002:134-136) mengemukakan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Rumusan pengertian puisi di atas dapatlah kita terima karena kita sering kali diajak oleh suatu ilusi tentang keindahan, terbawa dalam suatu angan-angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi, penciptaan gagasan, maupun suasana tertentu sewaktu membaca suatu puisi.
Mengacu pada pendapat para ahli di atas dapat dipahami beberapa hal, seperti (1) puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra, (2) puisi merupakan wujud pengongkretan pikiran, perasaan dan imajinasi yang abstrak. Sebagai salah satu jenis karya sastra, puisi dari sisi bentuk dapat dibedakan dari karya sastra yang lain. Puisi menggunakan jumlah kata yang terbatas untuk menyampaikan makna yang kompleks dan sempurna. Sebagai pengongkretan pikiran yang abstrak, puisi merupakan wujud ungkapan kesenjangan yang terjadi pada dunia ideal dan dunia faktual. Melalui puisi, penyair menyampaikan pandanganya mengenai kesenjangan, memberikan solusi sebagai jalan kebenaran yang sesuai dengan petunjuk undang-undang, hukum, budaya, kearifan lokal dan kitab suci. Puisi dengan demikian dapat menjadi salah satu sarana pencarian kebenaran dengan kecenderungan masing sesuai dengan latar belakang individu yang mencari kebenaran.

2.      Romantisme
Romantisme merupakan paham ideologis maupun literer yang berpengaruh terhadap keseluruhan sastra. Meskipun demikian, hal itu tidak dengan sendirinya membuat dunia sastra Indonesia menjadi fenomena yang seragam. Paham tersebut dalam dirinya sendiri sudah terjadi kontradiksi. Di satu pihak, romantisme itu merupakan penemu realitas keseharian, tetapi di lain pihak berusaha keras menemukan realitas lain yang ada di baliknya tanpa meninggalkan realitas keseharian. Oleh karena itu, tidak mengherankan, apabila ketika memasuki Indonesia paham tersebut rentan bagi perpecahan (Faruk HT, 2012:77).
Menurut Allen (1981:6) romantisme terbagi menjadi dua macam, yaitu romantisme serius dan romantisme populer. Romantisme populer sesungguhnya merupakan imitator dari romantisme serius. Meskipun demikian, romantisme populer mendapatkan keuntungan dari cara produksi baru tersebut.
Romantisme cenderung mengandung kontradiksi dalam dirinya, yaitu ketegangan antara ketertarikan pada realitas keseharian, (dunia nyata) dan pada yang ada di balik realitas itu (dunia ideal). Kontradiksi semacam itu kemudian menyatakan dirinya melalui kemunculan dua tradisi yang relatif bertentangan, yaitu tradisi Balai Pustaka dan tradisi non-Balai Pustaka. Tradisi yang pertama cenderung tertarik pada dunia ideal. Tradisi yang kedua cenderung pada dunia nyata.
Dunia nyata yang faktual adalah sebuah dunia yang terbangun dari berbagai unsur yang dapat dipahami oleh manusia yang konkret dan dengan demikian dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya, dengan menggunakan dokumen sejarah. Dunia ideal yang faktual adalah gagasan mengenai dunia yang ada dalam bentuk manusia-manusia yang konkret yang dengan demikian dapat pula dicek keberadaannya atas dasar dokumen sejarah yang sama. Sebaliknya dunia nyata dan dunia ideal yang imajiner adalah dunia atau gagasan-gagasan dari manusia imajiner yang dengan demikian tidak dapat dibuktikan keberadaannya dengan dokumen sejarah apapun.
Konsep dunia nyata dan dunia ideal yang faktual dan imajiner di atas jelas berbeda. Meskipun demikian, keduanya bukannya tidak mempunyai hubungan sama sekali. Pertama, kedua konsep di atas mempunyai struktur yang sama. Dunia nyata faktual dan imajiner sama-sama mengandaikan bahwa dunia sesungguhnya terbangun dari konflik, pertentangan kepentingan, sedangkan dunia ideal yang faktual dan imajiner mengandaikan kemungkinan keharmonisan, ketiadaan konflik, pemisahan dan perbedaan kepentingan antarunsur yang membangunnya. Kedua, dunia nyata dan dunia ideal imajiner merupakan produk manusia yang konkret sehingga keduanya dapat terungkap dalam konsep dunia ideal yang faktual sebagai fakta mental. Bangunan dunia nyata dan dunia ideal imajiner dapat merupakan reaksi atas dunia nyata yang faktual (Faruk HT., 2012:86).

3.      Unsur-Unsur Puisi
Unsur-unsur puisi dibedakan menjadi beberapa aspek, yaitu (1) tema, (2) daya bayang, dan (3) rima dan irama.
Tema adalah gagasan atau pikiran pokok. Tema suatu karya secara imajinatif merupakan pikiran yang akan ditemui oleh setiap pembaca yang cermat sebagai akibat membaca karya tersebut. Tema biasanya merupakan suatu komentar mengenai kehidupan atau orang-orang. Tema haruslah dibedakan dari tesis yang merupakan gagasan logis yang mendasari setiap esai yang baik. Juga tema harus dibedakan dari motif, subjek, atau topik. Tema dipergunakan untuk memberi nama bagi suatu pernyataan atau pikiran mengenai sesuatu objek, motif atau pokok (Tarigan, 2008:167)
Tema sebagai pikiran pokok merupakan ide dasar yang menggerakan keseluruhan energi kreativitas. Ide dasar dikembangkan penulis dengan melibatkan unsur-unsur lain, seperti daya bayang, dan rima serta irama. Melalui keduanya pengarang membeberkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai kehidupan yang terjadi, baik yang bernuansa positif maupun yang bernuansa negatif. Setelah menguraikan nuansa kehidupan yang ada, penulis memasukan pandangannya mengenai sesuatu yang seharusnya dilakukan untuk mencegah nuansa kehidupan negatif dan mempertahankan nuansa kehidupan positif.
Tema selalu berkaitan dengan saya bayang, Daya bayang merupakan pengongkretan gambaran angan penyair pada pikiran pendengar atau pembaca. Pengongkretan gambaran angan dituangkan lewat pilihan kata, penataan larik dan bait puisi. Gambaran angan yang baik apabila sesuatu yang diangankan penyair sama persis atau mendekati gambaran angan yang dimiliki pendengar atau pembaca. Tentu saja, untuk mencapai gambaran angan seperti penyair, maka puisi yang ditata penyair harus merupakan pilihan kata, penataan larik dan bait yang benar-benar diseleksi dengan baik dan ketat. Meskipun lisencia poeitica memberikan kebebasan kepada penyair untuk memberdayakan kata berbayang, namun harus dapat dijangkau alam pikiran dan perasaan penikmat. Pemanfaatan pilihan kata, penataan larik dan bait yang terlalu liar dapat mengaburkan makna puisi. Bila ini terjadi, maka puisi yang diciptakan tidak lain hanyalah sebuah potret yang tidak bermakna, tidak memberi pengaruh apapun pada pendengar atau pembaca. Pada hal, mencipta puisi pada hakikatnya penyampaian tema tertentu.
Daya bayang digunakan penyair, pembaca dan pendengar untuk membantu memberi makna pada puisi. Daya bayang dapat membantu mengurai kepadatan kata dan makna yang digunakan dalam puisi. Melalui daya bayang, makna puisi dapat ditangkap, dicerna dan diurai oleh pendengar atau pembaca. Inilah salah satu pembeda puisi dengan karya sastra lain. Bila prosa memberi kejelasan makna pada uraian yang panjang, maka puisi memberi kejelasan makna pada kekuatan daya bayang dan pilihan kata, penataan larik dan bait sajak oleh penyair.
Daya bayang selalu dikaitkan dengan unsur bunyi. Hal-hal yang berkaitan dengan unsur gembira, sedih, riang, susah, baik-buruk dapat direalisasikan melalui perpaduan unsur bunyi, rima dan irama.
Menurut Suharianto (dalam Sehandi, 2014:62) rima dan irama. Rima adalah istilah lain untuk persajakan atau persamaan bunyi, sedangkan irama atau ritme adalah tinggi-rendang, panjang-pendek, keras-lembut, atau cepat-lambat bunyi bahasa pada kata atau baris-baris sebuah puisi bila puisi tersebut dibacakan. Baik rima maupun irama mempunyai perasaan yang sangat penting dalam sebuah puisi, karena hal tersebut berkaitan dengan nada atau suasana puisi. Dengan bantuan kedua unsur tersebut, baik nada maupun suasana, sebuah puisi tampil lebih nyata dan lebih dapat menimbulkan kesan gugah pada benak pembaca. Disamping tiga unsur puisi di atas, ada pula orang yang menyebutkan unsur-unsur puisi, antara lain: tema, amanat, rima, irama (metrum), ritme, majas (gaya bahasa), kesan, diksi (pilihan kata), dan tipografi (ukiran bentuk).
Rima dan irama merupakan unsur puisi yang berhubungan dengan bunyi. Unsur bunyi sengaja dipilih dan untuk maksud tertentu. Unsur bunyi memiliki hubungan erat dengan dua unsur puisi sebelumnya. Unsur bunyi dapat membantu mewujudkan tema dan daya bayang. Pemanfaatan bunyi-bunyi tertentu ditata oleh penyair untuk mendukung tema tertentu. Sebuah puisi yang bertema kegembiraan, kebahagiaan dan kesuksesan selalu memanfaatkan bunyi-bunyi merdu, riang dan hidup. Sebaliknya, sebuah puisi yang bertema kesedihan, kesusahan, penderitaan dan kegagalan selalu berhubungan dengan pendayagunaan bunyi-bunyi serak dan stop. Pemanfaatan bunyi merdu, riang dan mati, serak dan stop di atas merupakan pemanfaatan unsur bunyi secara normal.

C.    Metode Penelitian
Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang terkait dengan metode penelitian seperti dikemukakan berikut ini.

1.      Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan seperti buku, maupun jurnal penelitian yang terdahulu. Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

2.      Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data tertulis yang berupa kata, larik, dan bait puisi yang mengandung unsur romantisme dalam puisi Surat Cinta karya Mashun. Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Tanah Rantau karya Mahun tahun 2014.

3.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik baca-catat dan kaji pustaka. Teknik ini menggunakan peneliti sebagai instrumen (human instrument) untuk melakukan kegiatan pembacaan secara cermat, terarah dan teliti baik terhadap sumber data maupun sumber literatur penelitian. Pembacaan secara cermat dan teliti bertujuan agar peneliti mengetahui persis data penelitian yang benar-benar diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.

4.      Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian menggunakan pendekatan objektif dengan teknik analisis struktural. Penggunaan pendekatan objektif didasarkan pada anggapan bahwa analisis struktur romantisme dalam puisi Surat Cinta karya Mashun dilakukan pada kata, larik dan bait puisi tanpa dihubungkan dengan unsur luar cerpen. Sedangkan teknik struktural didasarkan pada pandangan bahwa untuk menemukan struktur romantisme terlebih dahulu mengetahui harus mengetahui kata, larik, dan bait puisi yang merepresentasikan dunia faktual dan dunia imajinatif. 



A.    Hasil dan Pembahasan
1.      Hasil Penelitian
Hasil penelitian dibedakan menjadi empat aspek, yaitu (1) bunyi sajak, (2) pilihan kata atau diksi, (3) citraan dan pengimajian, dan (4) bahasa bermajas. Bunyi dalam sajak berhubungan dengan irama, kakafoni dan efoni, onomatope, aliterasi, asonansi, dan anafora dan epifora. Pilihan kata atau diksi mengarah pada dua hal, yaitu kata yang merepresentasikan hal yang imajiner dan kata yang merepresentasikan hal yang faktual. Citraan dan pengimajian mengarah pada citraan penglihatan (visual imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), citraan penciuman (smell imagery), citraan rasaan (taste imagery), citraan rabaan (tactile imagery), citraan gerak (kinesthetic imagery). Bahasa bermajas mengarah pada personifikasi, metafora, alegori, parabel, dan fabel. Pada aspek-aspek yang dikaji di atas tidak semua ditemukan dalam penelitian ini.

2.      Pembahasan
Setiap kritik harus diwali dengan pembeberan (identifikasi dan interpretasi) puisi secara gamblang sebagai data yang akan dikritik. Setelah dilakukan identifikasi dan interpretasi, selanjutnya melakukan pembahasan mengenai hasil interpretasi yang ada mengenai puisi tertentu. Berikut ini dikemukakan langkah interpretasi pada puisi Surat Cinta karya Mashun. Langkah interpretasi secara berturut-turut dilakukan pada (1) bunyi sajak, (2) pilihan kata atau diksi, (3) citraan dan pengimajian, dan (4) bahasa bermajas.
1)      Bunyi Sajak
Bunyi dalam sajak difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1) irama, (2) kakafoni dan efoni, (3) onomatope, (4) aliterasi, (5) asonansi, dan (6) anafora dan epifora. Berikut ini dilakukan identifikasi dan interpretasi pada masing-masing unsur bunyi seperti tampak pada tebel.

No
Bunyi Dalam Sajak
1
2
3
4
5
6
7
8
1

Surat
cinta





2

cinta
penghujung





3

penghujung
senja





4

bersampul
kusimpan





5

senja
diariku





6

kusimpan
agar





7

baik
sewaktu





8

diariku
aku





9

agar
bisa





10

sewaktu
meminang





11

bisa
rindumu





12

rindumu
Belum





13

belum
usai





14

kau
kau





15

berkisah
wewangian





16

wewangian
bunga





17

bunga
musim





18

desember
lelaki





19

lelaki
datang





20

datang
memetikmu





21

selembar
lima





22

lima
ratusan





23

ratusan
kusimpan





24

tetap
cinta





25

kusimpan
air





26

surat
mata





27

cinta
jua





28

Sebaris
dahaga





29

air
membakar





30

kutitip
kenangan





31

jua
harapan





32

dahaga
senja





33

tak
membawa





34

membakar
entah





35

hangus
esok





36

kenangan
kembali





37

sejenak






38

harapan






39

senja






40

turut






41

entah






42

esok






43

kembali






Jum
0
43
36
0
0
0
0
0

Keterangan:


1.      Irama
2.      Kakafoni
3.      Efoni
4.      Onomatope
5.      Aliterasi
6.      Asonansi
7.      Anafora
8.      Epifora


Tabel di atas menunjukkan bahwa ada 79 kata yang membangun puisi Surat Cinta karya Mashun. Kata-kata tersebut tidak termasuk kategori konjungsi dan preposisi. Kata-kata yang membangun puisi tersebut dirinci 43 kata yang berbunyi kakafoni. Termasuk di dalamnya kakafoni awal dan kakafoni akhir. Selain bunyi kakafoni juga dibangun oleh bunyi efoni yang berjumlah 36. Termasuk di dalamnya efoni awal dan efoni akhir. Bunyi kakafoni didominasi oleh bunyi /s/, /t/, /c/, /p/, /k/, /h/. Bunyi efoni didominasi oleh bunyi /a/, /ng/, /n/, /u/, dan /i/.
Puisi Surat Cinta karya Mashun tidak dibangun oleh irama, bunyi onomatope, aliterasi, asonansi, anafora, epifora. Tabel di atas menunjukan bahwa tidak ada satu kata pun yang termasuk dalam kategori tersebut.
Bunyi-bunyi kakafoni yang dominan pada puisi di atas mempengaruhi makna puisi. Bunyi-bunyi kakafoni pada dasarnya berhubungan dengan sesuatu yang buram, suram, seram, sedih, perih, takut, khawatir, susah dan semua hal yang tidak menyenangkan, tidak membahagiakan. Suasana yang tidak menyenangkan dalam puisi tersebut terdapat pada penggalan-penggalan puisi (1) ... penghujung tahun, (2) bersampul senja, (3) lelaki itu datang memetikmu, (4) sebaris air mata kutitip jua, (5)  senja tadi seolah turut membawanya, (6) Entah esok kembali. Secara spesifik, gambaran kesuraman terdapat pada kata yang menunjukkan makna akhir, pupus, putus seperti penghujung, senja, memetik, air mata, dan entah. Kata-kata penghujung, senja, memetik, menunjukkan makna berakhir, hilang, musnah, pupus, sedangkan air mata adalah kata yang mengiringi kehilangan, kemusnahan dan kepupusan. Sedangkan entah adalah keadaan tidak menentu. Inilah yang paling sulit dihadapi oleh AKU. Entah menunjukkan hal yang sulit bagi AKU. Mengambil tindakan dalam keadaan yang serba salah. AKU berada dalam kebimbangan.
Secara romantisme, bunyi-bunyi yang membangun puisi di atas beroposisi satu sama lain. Bunyi konsonan beroposisi dengan bunyi vokal, 43 beropsisi dengan 36. Bunyi-bunyi yang beroposisi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Oposisi Bunyi
dalam Puisi Surat Cinta Karya Mashun
No
Oposisi
1
konsonan
vokal
2
/s/, /t/
/a/
3
/c/
/-ng/
4
/p/
/a/
5
/b/
/n/
6
/s/
/u/
7
/k/
/a/
8
/b/, /k/
/u/
9
/d/
/a/, /u/
10
/r/
/a/
11
/s/
/m/, /-ng/
12
/b/
/u/
13
/r/
/m/
14
/b/
/u/, /i/
15
/k/
bunyi /u/
16
/b/, /h/
/n/
17
/w/
/a/
18
/b/
/m/, /m/
19
/d/, /r/
/i/
20
/l/
/-ng/
21
/d/
/u/
22
/s/, /r/
/a/
23
/l/
/n/
24
/r/
/n/
25
/t/, /p/
/a/
26
/k/
/a/
27
/s/, /t/
/a/
28
/c/
/a/
29
/s/, /s/
/a/
30
/k/, /p/
/n/
31
/j/
/n/
32
/d/
/a/
33
/t/, /k/
/a/
34
/m/, /r/
/e/
35
/h/, /s/
/e/
36
/k/
/i/

Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa secara spesifik romantisme bunyi dapat dilihat pada bunyi /s/, /t/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/, beroposisi dengan bunyi /-ng/. Bunyi /p/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, /k/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /a/, /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /m/, /-ng/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /m/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /u/, /i/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /b/, /h/ beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /w/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, beroposisi dengan bunyi /m/, /m/. Bunyi /d/, /r/ beroposisi dengan bunyi /i/. Bunyi /l/, beroposisi dengan bunyi /-ng/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /s/, /r/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /l/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /t/, /p/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, /t/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, /s/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, /p/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /j/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /t/, /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /m/, /r/, beroposisi dengan bunyi /e/. Bunyi /h/, /s/ beroposisi dengan bunyi /e/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /i/.

Tabel Ekuivalen Bunyi
dalam Puisi Surat Cinta Karya Mashun

konsonan
/s/, /t/
/c/
/p/
/b/
/s/
/k/
/b/, /k/
/d/
/r/
...
/k/
Vokal
/a/
/-ng/
/a/
/n/
/u/
/a/
/u/
/a/, /u/
/a/
...
/i/

Tabel di atas menunjukkan bahwa konsonan ekuivalen dengan bunyi /s/, /t/, /c/, /p/, /b/, /s/, /k/, /b/, /k/, /d/, /r/, ..., dan ekuivalen dengan /k/. Sedangkan vokal ekuivalen dengan bunyi /a/, /-ng/, /a/, /n/, /u/, /a/, /u/, /a/, /u/, /a/, ..., dan ekuivalen dengan /i/.



1)      Pilihan Kata atau Diksi
Pilihan kata atau diksi membicarakan pendayagunaan kata untuk mencapai efek etika dan estetika dalam puisi. Pilihan kata menjadi sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengeksploitasi kata dan makna kata untuk tujuan tertentu. Pilihan kata atau diksi dapat ditemui pada keseluruhan puisi.
Secara romantisme, pencapaian efek etika dan estetika puisi dapat dibangun melalui dua hal, yaitu oposisi dan ekuivalensi. Oposisi merupakan pendayagunaan kata yang secara bentuk dan makna menunjukkan perlawanan atau persebrangan. Sedangkan ekuivalensi merupakan pendayagunaan kata baik secara bentuk atau makna menunjukkan persamaan dan keserasian dalam puisi.
Oposisi dan ekuivalensi yang menjadi operasi romantisme dapat ditelusuri dalam puisi Surat Cinta karya Mashun, seperti pada tabel berikut ini.

No
Oposisi
1
surat cinta
bersampul senja
2
wewangian bunga
datang memetikmu
3
kusimpan surat cinta
sebaris air mata kutitip
4
harapan yang memekar
senja turut membawanya

Tabel di atas menunjukkan oposisi pilihan kata baik secara bentuk maupun makna berlawanan, seperti (1) oposisi surat cinta dan bersampul senja, (2)wewangian bunga dan datang memetikmu, (3) kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip, (4) harapan yang memekar dan senja turut membawanya.
Oposisi surat cinta dan bersampul senja menyaran pada dua hal yang saling beroposisi, yaitu dunia imajiner dan dunia faktual atau dunia imajinasi dan dunia faktual. Surat Cinta merupakan dunia imajiner yang dibangun, diangankan dan diharapkan oleh AKU, yaitu surat yang ditulis di penghujung tahun, tersimpan baik-baik dalam diari dengan harapan suatu waktu AKU dapat meminang DIA. Harapan yang dibangun imaji dioposisikan dengan keadaan faktual bersampul senja. Keadaan yang tidak memungkinkan bagi AKU mencapai DIA sebab telah senja. Keadaan dimana dia mengakhiri segalanya. Hal ini menutup kemungkinan AKU meminang.
Oposisi wewangian bunga dan datang memetikmu menyaran pada wewangian bunga sebagai dunia imajiner, yaitu wewangian bunga musim Desember yang belum usai KAU kisahkan pada AKU. Kondisi yang sangat menyegarkan ketika dihirup yang dirangkai dalam jalinan kisah cinta AKU dan DIA. Namun, kondisi imajinasi di atas dioposisikan dengan keadaan faktual datang memetikmu. Keadaan yang mau tidak mau, siap atau tidak, rela atau terpaksa harus meninggalkan kelopak sebagai tempat yang kokoh yang didiami selama ini yang memungkinkan kondisi layu bila tidak mendapat perawatan. Hal ini tidak memungkinkan bagi AKU mendengarkan kisah tentang wewangian bunga musim Desember sebab lelaki itu datang memetiknya dengan selembar lima ratusan.
Oposisi kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip. Kusimpan surat cinta menyaran pada usaha AKU untuk mempertahankan dan melindungi cinta dalam sebuah wadah yang kokoh agar suatu waktu dahaga tak membakar hangus kenangan walau sejenak. Sebuah keadaan yang kokoh pada imaji penyair untuk menyimpan dan merawat setiap jejak cinta yang ada. Keadaan ini dioposisikan dengan sebaris air mata kutitip. Kondisi yang mesti dijalani AKU jika ia tetap menyimpan surat cinta. Keadaan ini menjadi kondisi faktual yang dialami penyair dalam menyimpan setiap jejak cinta yang ada.
Oposisi terakhir merupakan harapan yang memekar dan senja turut membawanya. Harapan yang memekar merupakan kondis yang memungkinkan AKU dapat bertahan hidup. Menjalani kisah cinta yang diidamkan oleh setiap insan. Mengubahnya menjadi energi untuk tetap bertahan hidup dalam kondisi apapun. Demikian dunia imajiner yang diangankan AKU. Namun, kondisi senja rupanya lebih kuat dari sekedar harapan. Sebab ia tidak sekedar harapan tetapi juga turut membawanya. Sebuah kenyataan yang dapat dihindari. Demikianlah kondisi dunia faktual yang dialami oleh AKU. Suatu keadaan yang menutup kemungkinan aku mencapai harapan yang memekar.
Oposisi yang dikemukakan di atas juga memiliki hubungan ekuivalen satu sama lain. Merujuk pada tabel di atas menunjukkan bahwa surat cinta ekuivalen dengan wewangian bunga, kusimpan surat cinta, dan harapan yang memekar. Pilihan kata tersebut merupakan kondisi yang dijalani AKU secara ideal. Berjalan secara harmonis sesuai dengan kaidah logika imajiner. Pilihan kata ini membawa penyair pada keadaan menggantungkan harapan untuk bertahan hidup, menjalani kisah-kisah percintaan secara wajar.
Berbeda halnya dengan bersampul senja, datang memetikmu, sebaris air mata kutitip, dan senja turut membawanya. Pilihan kata tersebut ekuivalen satu sama lain. Kondisi ini merupakan kehidupan faktual yang mesti dijalani AKU. Sebuah keadaan yang sangat berbeda dengan dunia ideal yang diidamkan AKU. Hal inilah yang menutup kemungkinan AKU menulis surat cinta, mencium wewangian bunga, menyimpan surat cinta dan menggapai harapan yang memekar. Secara sederhana. Proses ekuivalensi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Dunia imajiner
AKU
surat cinta
wewangian bunga
kusimpan surat cinta
harapan yang memekar
Dunia faktual
DIA
bersampul senja
datang memetikmu
sebaris air mata kutitip
senja turut membawanya

2)      Citraan atau Pengimajian
Citraan dan pengimajian dalam sajak difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1) citraan penglihatan (visual imagery), (2) citraan pendengaran ( auditory imagery), (3) citraan penciuman (smell imagery), (4) citraan rasaan (taste imagery), (5) citraan rabaan (tactile imagery), (6) citraan gerak (kinesthetic imagery). Uraian mengenai citraan atau pengimajian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Citraan atau Pengimajian Surat Cinta karya Mashun

No
1
2
3
4
5
6
1
surat

wewangian
cinta

kusimpan
2
penghujung


baik-baik

meminang
3
tahun


rindumu

usai
4
bersampul


cinta

berkisah
5
senja


dahaga

datang
6
diariku


kenangan

memetikmu
7
bunga


harapan

kusimpan
8
musim


entah

kutitip
9
lelaki




membakar
10
selembar




sejenak
11
lima




memekar
12
ratusan




turut
13
surat




membawanya
14
sebaris




kembali
15
air





16
mata





17
hangus





18
senja





19
seolah





20
esok





Jum
20
0
1
8
0
14

Keterangan:


1.      Citraan Penglihatan (Visual Imagery)
2.      Citraan Pendengaran (Auditory Imagery)
3.      Citraan Penciuman (Smell Imagery)
4.      Citraan Rasaan (Taste Imagery)
5.      Citraan Rabaan (Tactile Imagery)
6.      Citraan Gerak (Kinaesthetic Imagery)


Tabel di atas menunjukkan ada 43 kata yang dapat dicitrakan. Dari 43 yang dapat dicitrakan, 20 kata (46%) merupakan citraan penglihatan, 1 kata (2,32) citraan penciuman, 8 kata (18,60) citraan rasaan, dan 14 kata (32,55) citraan gerak. Citraan pendengaran dan citraan rabaan tidak ditemukan dalam puisi Surat Cinta karya Mashun.
Citraan yang paling dominan dalam puisi Surat Cinta karya Mashun adalah citraan penglihatan sebanyak 20 kata atau 46,51%. Dalam hubungannya dengan proses penciptaan puisi, penulis lebih dominan menggunakan citraan penglihatan. Citraan penglihatan direalisasikan dengan citraan gerak atau tindakan. Penulis memulai proses penciptaan karya dengan melihat, menganalisis dan menilai. Dari proses melihat, menganalisis dan menilai melahirkan tindakan atau aksi tertentu. Citraan penglihatan memberikan stimulus pada penulis untuk menulis sesuatu yang dilihat, sedangkan citraan gerak memberikan respon pada apa yang dilihat. Dalam hubungan ini citraan penglihatan merupakan pemberi stimulus, sedangkan citraan gerak merupakan pemberi respon. Hubungan stimulus-respon citraan penglihatan dan citraan gerak dapat dilihat pada larik-larik puisi berikut ini.

Merujuk pada tabel citraan di atas, secara romantisme ditemukan beberapa citraan yang saling beroposisi, seperti citraan penglihatan (visual imagery) beroposisi dengan citraan penciuman (smell imagery), citraan rasaan (taste imagery), dan citraan gerak (kinaesthetic imagery).
Secara operasional, oposisi tersebut dapat dilihat pada surat beroposisi dengan wewangian, cinta, dan kusimpan. Penghujung beroposisi dengan baik-baik dan meminang. Tahun beroposisi dengan rindumu dan usai. Bersampul beroposisi dengan cinta dan berkisah. Senja beroposisi dengan dahaga dan datang. Diariku beroposisi dengan kenangan dan memetikmu. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Musim beroposisi dengan entah dan kutitip. Lelaki beroposisi dengan membakar. Selembar beroposisi dengan sejenak. Lima beroposisi dengan memekar. Ratusan beroposisi dengan turut. Surat beroposisi dengan membawanya. Sebaris beroposisi dengan kembali. 20 beroposisi dengan 1, 8 dan 14.
Citraan yang beroposisi di atas membangun hubungan ekuivalen satu sama lain. Secara operasional, citraan penglihatan (visual imagery) ekuivalen dengan surat, penghujung, tahun, bersampul, senja, diariku, bunga, musim, lelaki, selembar, lima, ratusan, surat, sebaris, air, mata, hangus, senja, seolah, esok, Desember, dan 20
Citraan penciuman (smell imagery) ekuivalen dengan wewangian dan 1. Citraan ini merupakan citraan yang paling minim dari enam citraan yang ada. Minimnya citraan ini menunjukkan bahwa penyair sangat sedikit menggunakan citraan penciuman dalam mencipta puisi.
Citraan rasaan (taste imagery) ekuivalen dengan cinta, baik-baik, rindumu, cinta, dahaga, kenangan, harapan, entah, dan 8.
Citraan gerak (kinaesthetic imagery) ekuivalen dengan kusimpan, meminang, usai, berkisah, datang, memetikmu, kusimpan, kutitip, membakar, sejenak, memekar, turut, membawanya, kembali dan 14. Secara sederhana, tabel ekuivalen dapat dilihat berikut ini.

Tabel Ekuivalen Puisi Surat Cinta Karya Mashun
citraan penglihatan (visual imagery)
surat
penghujung
tahun
bersampul
....
sebaris
citraan penciuman (smell imagery)
Wewangi-an





citraan rasaan (taste imagery)
cinta
baik-baik
rindumu
cinta
...
entah
citraan gerak (kinesthetic imagery)
kusimpan
meminang
usai
berkisah
...
kembali

3)      Bahasa Bermajas
Bahasa bermajas berkaitan dengan penggunaan bahasa secara khusus dalam puisi. Bahasa bermajas sanggup membungkus makna sampai terasa samar dan halus. Bahasa bermajas pula sanggup membeberkan makna puisi hingga terasa kasar dan langsung. Bahkan bahasa bermajas sanggup membuat benda atau barang tak bernyawa dapat berlakuan, beraktivitas, dan bertindak seperti layak manusia.
Bahasa bermajas dalam kaitannya dengan puisi Surat Cinta difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1) personifikasi, (2) metafora, (3) alegori, (4) parabel, dan (5) fabel. Untuk lebih jelasnya bahasa bermajas dalam dapat dilihat pada tebel berikut ini.

No
1
2
3
4
5
1
dahaga tak membakar hangus kenangan
lelaki itu datang memetikmu



2
Tapi senja tadi seolah turut membawanya
Sebaris air mata kutitip jua



3
lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan
Ada harapan yang memekar



4
Entah esok kembali
....aku bisa meminang rindumu



Jum
4
4



Keterangan:


1.      Personifikasi
2.      Metafora
3.      Alegori
4.      Parabel
5.      Fabel



Tabel di atas menunjukkan ada dua bahasa bermajas dalam puisi Surat Cinta karya Mashun, yaitu majas personifikasi dan metafora. Sedangkan alegori, parabel dan fabel tidak ditemukan. Bahasa bermajas personi (1) dahaga tak membakar hangus kenangan, (2) Tapi senja tadi seolah turut membawanya, (3) lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan, dan (4) Entah esok kembali. Bahasa bermajas personifikasi ditandai oleh penggunaan kata-kata bernyawa, atau kata-kata yang bermakna dan merujuk pada benda mati seolah-olah berbuat atau berlakuan seperti manusia. (1) dahaga.... membakar, dahaga seolah-olah berlakuan seorang-olah hidup dan dapat melakukan pekerjaan membakar seperti halnya yang dilakukan manusia. (2) senja.....membawanya. Senja seperti berlakukan seperti manusia yang dapat melakukan perbuatan membawa. (3) memetik....selembar uang. Selembar uang menjadi objek petik. Pada hal, sesuatu yang digunakan untuk memetik dapat berupa buah atau benda lain yang dapat berarti mengambil. (4) esok....membawa. Esok sengaja dihidupkan oleh penulis sehingga seolah-olah dapat membawanya kembali.
Bahasa bermajas yang lain adalah bahasa bermajas metafora, yaitu (1) lelaki itu datang memetikmu, (2) sebaris air mata kutitip jua, (3) ada harapan yang memekar, dan (4) ....aku bisa meminang rindumu.
Secara romantisme, bahasa bermajas di atas dibentuk melalui oposisi dan ekuivalen. Oposisi ditemui pada dahaga tak membakar hangus kenangan beroposisi dengan lelaki itu datang memetikmu. Tapi senja tadi seolah turut membawanya beroposisi dengan sebaris air mata kutitip jua. Lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan beroposisi dengan Ada harapan yang memekar. Entah esok kembali beroposisi dengan ....aku bisa meminang rindumu.
Bahasa bermajas yang beroposisi di atas juga membangun ekuivalen pada dirinya sendiri. Hal itu ditemui pada dahaga tak membakar hangus kenangan. Bahsa bermajas ini menyaran pada dua hal, yaitu dahaga dan kenangan. Dahaga secara denotatif dapat dimakna sebagai kondisi haus AKU. Sedangkan secara konotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan. Haus secara denotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan, keinginan, hasrat terhadap sesuatu yang dapat diminum yang memungkinkan dahaga bisa hilang. Sedangkan haus secara konotatif dapat dimaknai sebagai hasrat, keinginan untuk dicintai dan mencintai. Namun, kondisi dahaga baik secara denotatif maupun konotatif tidak bisa digapai oleh AKU karena sebelum sampai keduanya telah terbakar. Kondisi ini ekuivalen dengan tapi senja tadi seolah turut membawanya. Senja tadi seolah turut membawanya merupakan kondisi yang membawa semua keindahan siang pada balutan malam. Segala yang tampak oleh mata menjadi lenyap seketika senja membawanya pada malam. Semuanya menjadi satu dalam kondisi gelap. Demikian juga dengan membakar hangus kenangan. Keadaan ini juga merupakan keadaan yang membawa sesuatu menjadi sirna. Sebab sesuatu yang terbakar pada hakekatnya tiada akan bersisa kecuali arang. Dengan demikian, baik membakar hangus kenangan maupun senja tadi seolah turut membawanya sama-sama merupakan keadaan sirna.
Keadaan sirna selanjutnya dapat dijumpai lebih jelas pada ekuivalensi larik sajak berikutnya lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan, entah esok kembali. Keadaan ini menjawab semua teka-teka mengenai kekuatan yang membakar hangus kenangan dan senja tadi seolah turut membawanya. Dia adalah seorang laki-laki dengan kekuatan ekonomi. Inilah yang menjadi semua itu menjadi entah esok kembali. Kondisi ekuivalen tersebut menutup semua kemungkinan AKU untuk mempertahankan harapan yang memekar dan meminang rindumu.
Kondisi ekuivalen selanjutnya ditemui pada lelaki itu datang memetikmu ekuivalen dengan sebaris air mata kutitip jua, Ada harapan yang memekar, dan ....aku bisa meminang rindumu yang secara keseluruhan membangun keutuhan makna dalam puisi.

No comments :

Post a Comment