ROMANTISME PADA PUISI-PUISI INDONESIA
Samsuddin, S.Pd., M.Hum
Pos-el: s4ml4str4@gmail.com
ABSTRAK
Romantisme
merupakan paham yang berkembang dalam kesusastraan yang secara operasional
bekerja pada dua hal, yaitu dunia ideal dan dunia faktual. Dunia ideal
memandang bahwa ide, pikiran dan gagasan bermula dari kesenjangan yang terjadi
dalam kehidupan baik secara pribadi maupun secara sosial. Segala sesuatu yang
hadir dalam dunia ideal selalu dipandang sebagai sesuatu yang benar baik secara
undang-undang, hukum, adat maupun secara religius. Berbeda halnya dengan dunia
faktual. Dunia faktual kadang-kadang tidak selalu sejalan dengan dunia ideal.
Dalam kondisi ini terjadilah benturan antara ide dan dunia faktual. Dalam kondisi
ini puisi selalu hadir menetralkan kondisi kesenjangan antara dunia ideal dan
dunia faktual. Puisi hadir untuk memberikan uraian, melerai, memberikan solusi
pada kesenjangan yang ada.
Puisi bermula
dari kegelisahan penyair terhadap kesenjangan yang terjadi baik secara pribadi
maupun secara sosial. Puisi hadir mengidentifikasi, mempelajari dan mengubah
kesenjangan menjadi jalan yang bisa ditempuh dan dipertimbangkan untuk menepis
kesenjangan. Meskipun dalam segala sisi kehidupan dunia faktual dapat direkayasa,
namun pada sisi tertentu kataristik sebagai bentuk penjernihan ide dapat
terjadi lewat puisi.
Puisi Surat Cinta karya Mashun hadir dari
kesenjangan yang terjadi pada penyair. Kesenjangan itu terjadi pada beberapa
aspek yang dapat ditelusuri melalui hakikat, unsur dan sarana puisi. Salah
satunya dapat ditelusuri pada pilihan kata seperti surat cinta dan bersampul senja.
Pilihan kata tersebut secara romantisme merupakan hal
yang beroposisi. Surat cinta merupakan sebuah harapan yang membentang pada deretan
kisah yang diukir oleh dua insan yang saling melengkapi, saling mengisi dan
memahami di antara keduanya. Namun, keduanya tidak berjalan secara lurus, sebab
surat cinta yang diukir keduanya ternyata bersampul
senja, sebuah ilustrasi yang sebentar lagi akan tiba malam. Sebuah ufuk
yang indah dipandang. Namun, keindahan ufuk dengan warna lembayung tidak dapat
bertahan lama sebab malam segera menyelimuti semuanya. Oposisi dua hal tersebut
dilakukan dan dipertentangkan penyair secara kuat pada keseluruhan puisi.
Kata kunci: puisi,
romantisme, kesenjangan/oposisi, ekuivalen
A. Pendahuluan
Puisi merupakan karya sastra yang minim kata dan padat makna. Kepadatan
kata dapat terlihat pada struktur puisi dalam menggunakan kata, larik dan bait
yang sangat terbatas. Dalam kepadatan dan keterbatasan puisi dalam
mendayagunakan kata, ternyata mengandung makna yang sangat luas bahkan tidak
terjangkau. Kepadatan makna itu terletak pada konvensi pemaknaan puisi yang
menggunakan dua dimensi makna sekaligus, yaitu dimensi makna denotasi dan
konotasi. Pemanfaatan kedua dimensi makna tersebut dapat merepresentasikan dua
dunia yang berbeda sekaligus, yaitu dunia ideal dan dunia faktual.
Puisi yang
ditulis oleh para sastrawan pada dasarnya selalu bermula dari kegelisahan untuk
mengungkapkan sesuatu yang teramati secara kasat mata maupun yang teramati
secara batin. Kegelisahan itu bermula dari adanya kesenjangan ideal dan
dunia nyata atau sebaliknya. Oleh karena itu, puisi pada hakekatnya merupakan
ungkapan ide, gagasan, pikiran dan perasaan yang pada dirinya sendiri
merepresentasikan kesenjangan yang terjadi pada dunia nyata yang merupakan
rekayasa kepentingan dengan dunia ideal yang selalu berada pada kekokohan
norma.
Puisi merupakan kolaborasi dan hasil dialog penyair antara pengalaman
kemanusiaan dengan situasi kejiwaan yang dituangkan dengan bahasa yang hidup
dan padat. Selama berdialog, penyair mempertimbangkan segala hal yang telah
terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Hasil dialog disampaikan penyair
dalam bahasa yang dipilih secara ketat untuk mewakili pengalaman dan situasi
kejiwaan penyair. Ide yang mewakili pengalaman dan rasa yang mewakili kondisi
kejiwaan dibaurkan dengan imajinasi penyair untuk mencapai efek estetika dan
keutuhan puisi. Sebuah puisi yang bernilai estetika dan keutuhan akan memiliki
kekuatan untuk merangsang indera, menggerakkan emosi dan menerbangkan angan
sehingga dapat menghadirkan segala hal yang telah terjadi, menganalisis yang
sedang terjadi dan mempelajari segala kemungkinan yang akan terjadi di masa
mendatang (Samsuddin, 2015:21).
Kesenjangan seperti yang dimaksud di atas dapat ditelusuri melalui
beberapa hal, seperti (1) tema; makna (sense),
(2) rasa (feeling), (3) nada (tone), (4) amanat; tujuan; maksud (indentation). Keempat hal tersebut selanjutnya
dipahami sebagai hakikat puisi. Selain empat aspek yang dikemukakan di atas,
kesenjangan dalam puisi dapat ditelusuri melalui (1) tema, (2) daya bayang, dan
(3) rima dan irama. Ketiga aspek tersebut selanjutnya dikenal dengan unsur
puisi.
Perlu dipahami bahwa tema sebagai hakikat puisi dan tema sebagai unsur
puisi cenderung berbeda. Namun, dalam tulisan ini tidak dibahas perbedaan
tersebut. Hal yang ingin ditekankan dalam tulisan ini adalah bagaimana
kesenjangan dunia ideal dan dunia faktual tersebut atau sebaliknya beroperasi
pada puisi sebagai karya sastra yang minim kata. Bagaimana sebuah puisi mampu
menjelaskan kesenjangan tersebut dengan jumlah kata yang relatif singkat. Semua
itu dibahas pada bagian pembahasan dalam tulisan ini.
Puisi Surat Cinta karya Mashun
tidak lepas dari kesenjangan di atas. Beberapa pilihan kata yang ditemukan
dalam puisi tersebut jelas menunjukkan pertentangan dunia ideal dan dunia
faktual. Pilihan kata seperti surat cinta dan bersampul senja, wewangian bunga dan datang
memetikmu, kusimpan surat cinta dan sebaris air mata
kutitip, dan harapan yang
memekar dan senja turut membawanya sengaja
dipilih dan digunakan dalam puisi untuk mencapai makna yang menunjukkan
kesenjangan dua dunia dimaksud di atas. Kata-kata itu secara sadar dan penuh
tanggung jawab dipilih untuk mencapai efek kepuitisan dan keutuhan makna puisi.
B. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dalam tulisan ini diperlukan untuk mendukung tulisan ini
secara teoretis. Teori-teori ini dibutuhkan untuk memberi dasar uraian yang
dilakukan. Berikut ini dikemukakan beberapa teori yang dapat mendukung tulisan
ini.
1. Pengertian Puisi
Puisi merupakan media komunikasi antara
penyair dengan pembaca. Lewat puisi, penyair mengemukakan kehidupan dengan
caranya sendiri, sementara pembaca berusaha menemukan diri lewat puisi yang
sedang dibacanya. Penyair dan pembaca berdialog dengan segala kemungkinan yang
bisa terjadi, bisa dilakukan dan bisa direncanakan untuk penataan kehidupan
yang lebih baik. Setelah dialog, pembaca mengambil makna dan melestarikannya
lewat kehidupan. Bila makna itu tidak sesuai dengan kehidupan pembaca, maka ia
akan melupakan puisi yang ia baca. Namun, besar atau sedikitnya pembaca dapat
mengambil sebuah perbandingan.
Menurut Hasanuddin (2002:5) puisi merupakan
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan. Perasaan
dan pikiran penyair yang masih abstrak dikongkretkan. Puisi merupakan sarana
untuk mengongkretkan peristiwa-peristiwa yang telah direkam di dalam pikiran
dan perasaan penyair. Pengongkretan intuisi melalui kata-kata itu dilakukan
dengan prinsip seefisien mungkin. Puisi merupakan karya yang kompleks.
Puisi yang dikemukakan di atas menyaran pada
beberapa hal mendasar tentang puisi, yaitu perasaan yang imajinatif, peristiwa
yang direkam, dan karya yang kompleks. Puisi sebagai perasaan yang imajinatif
merupakan sesuatu yang tidak nyata, ada dalam ide pengarang, dan sulit
diwujudkan dalam dunia faktual. Puisi sebagai peristiwa yang direkam menyaran
pada kejadian, pengalaman, keadaan, situasi dan suasana yang bisa dialami
penyair dan bisa pula orang lain. Semua itu selanjutnya dipadukan dengan
imajinasi penyair yang melahirkan sebuah puisi. Karena keadaan yang demikian,
maka puisi biasanya menjadi sebuah karya yang sulit dimaknai. Di dalamnya, disamping
mengandung multi tafsir setiap katanya, puisi juga berhubungan dengan imajinasi
dan suasana hati penyair. Meskipun itu bersumber dari pengalaman nyata, tetap
saja sulit diterjemahkan sebab telah berbau dengan kekuatan imajinasi yang
diciptakan penyair.
Menurut Hudson (dalam Aminuddin, 2002:134-136)
mengemukakan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan
kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi,
seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan
gagasan pelukisnya. Rumusan pengertian puisi di atas dapatlah kita terima
karena kita sering kali diajak oleh suatu ilusi tentang keindahan, terbawa
dalam suatu angan-angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi,
penciptaan gagasan, maupun suasana tertentu sewaktu membaca suatu puisi.
Mengacu pada pendapat para ahli di atas dapat
dipahami beberapa hal, seperti (1) puisi merupakan salah satu bentuk karya
sastra, (2) puisi merupakan wujud pengongkretan pikiran, perasaan dan imajinasi
yang abstrak. Sebagai salah satu jenis karya sastra, puisi dari sisi bentuk
dapat dibedakan dari karya sastra yang lain. Puisi menggunakan jumlah kata yang
terbatas untuk menyampaikan makna yang kompleks dan sempurna. Sebagai
pengongkretan pikiran yang abstrak, puisi merupakan wujud ungkapan kesenjangan
yang terjadi pada dunia ideal dan dunia faktual. Melalui puisi, penyair
menyampaikan pandanganya mengenai kesenjangan, memberikan solusi sebagai jalan
kebenaran yang sesuai dengan petunjuk undang-undang, hukum, budaya, kearifan
lokal dan kitab suci. Puisi dengan demikian dapat menjadi salah satu sarana
pencarian kebenaran dengan kecenderungan masing sesuai dengan latar belakang
individu yang mencari kebenaran.
2. Romantisme
Romantisme merupakan paham
ideologis maupun literer yang berpengaruh terhadap keseluruhan sastra. Meskipun
demikian, hal itu tidak dengan sendirinya membuat dunia sastra Indonesia
menjadi fenomena yang seragam. Paham tersebut dalam dirinya sendiri sudah
terjadi kontradiksi. Di satu pihak, romantisme itu merupakan penemu realitas
keseharian, tetapi di lain pihak berusaha keras menemukan realitas lain yang
ada di baliknya tanpa meninggalkan realitas keseharian. Oleh karena itu, tidak
mengherankan, apabila ketika memasuki Indonesia paham tersebut rentan bagi
perpecahan (Faruk HT, 2012:77).
Menurut Allen (1981:6) romantisme terbagi menjadi dua macam, yaitu
romantisme serius dan romantisme populer. Romantisme populer sesungguhnya
merupakan imitator dari romantisme serius. Meskipun demikian, romantisme
populer mendapatkan keuntungan dari cara produksi baru tersebut.
Romantisme cenderung mengandung kontradiksi dalam dirinya, yaitu
ketegangan antara ketertarikan pada realitas keseharian, (dunia nyata) dan pada
yang ada di balik realitas itu (dunia ideal). Kontradiksi semacam itu kemudian
menyatakan dirinya melalui kemunculan dua tradisi yang relatif bertentangan,
yaitu tradisi Balai Pustaka dan tradisi non-Balai Pustaka. Tradisi yang pertama
cenderung tertarik pada dunia ideal. Tradisi yang kedua cenderung pada dunia
nyata.
Dunia nyata yang faktual adalah sebuah dunia yang terbangun dari
berbagai unsur yang dapat dipahami oleh manusia yang konkret dan dengan
demikian dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya, dengan menggunakan dokumen
sejarah. Dunia ideal yang faktual adalah gagasan mengenai dunia yang ada dalam
bentuk manusia-manusia yang konkret yang dengan demikian dapat pula dicek
keberadaannya atas dasar dokumen sejarah yang sama. Sebaliknya dunia nyata dan
dunia ideal yang imajiner adalah dunia atau gagasan-gagasan dari manusia
imajiner yang dengan demikian tidak dapat dibuktikan keberadaannya dengan
dokumen sejarah apapun.
Konsep dunia nyata dan dunia ideal yang faktual dan imajiner di atas
jelas berbeda. Meskipun demikian, keduanya bukannya tidak mempunyai hubungan
sama sekali. Pertama, kedua konsep di atas mempunyai struktur yang sama. Dunia
nyata faktual dan imajiner sama-sama mengandaikan bahwa dunia sesungguhnya
terbangun dari konflik, pertentangan kepentingan, sedangkan dunia ideal yang faktual
dan imajiner mengandaikan kemungkinan keharmonisan, ketiadaan konflik,
pemisahan dan perbedaan kepentingan antarunsur yang membangunnya. Kedua, dunia
nyata dan dunia ideal imajiner merupakan produk manusia yang konkret sehingga
keduanya dapat terungkap dalam konsep dunia ideal yang faktual sebagai fakta
mental. Bangunan dunia nyata dan dunia ideal imajiner dapat merupakan reaksi
atas dunia nyata yang faktual (Faruk HT., 2012:86).
3. Unsur-Unsur
Puisi
Unsur-unsur puisi dibedakan menjadi beberapa aspek, yaitu (1) tema, (2)
daya bayang, dan (3) rima dan irama.
Tema adalah gagasan atau pikiran pokok. Tema
suatu karya secara imajinatif merupakan pikiran yang akan ditemui oleh setiap
pembaca yang cermat sebagai akibat membaca karya tersebut. Tema biasanya merupakan
suatu komentar mengenai kehidupan atau orang-orang. Tema haruslah dibedakan
dari tesis yang merupakan gagasan logis yang mendasari setiap esai yang baik.
Juga tema harus dibedakan dari motif, subjek, atau topik. Tema dipergunakan
untuk memberi nama bagi suatu pernyataan atau pikiran mengenai sesuatu objek,
motif atau pokok (Tarigan, 2008:167)
Tema sebagai pikiran pokok merupakan ide dasar
yang menggerakan keseluruhan energi kreativitas. Ide dasar dikembangkan penulis
dengan melibatkan unsur-unsur lain, seperti daya bayang, dan rima serta irama.
Melalui keduanya pengarang membeberkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
kehidupan yang terjadi, baik yang bernuansa positif maupun yang bernuansa
negatif. Setelah menguraikan nuansa kehidupan yang ada, penulis memasukan
pandangannya mengenai sesuatu yang seharusnya dilakukan untuk mencegah nuansa
kehidupan negatif dan mempertahankan nuansa kehidupan positif.
Tema selalu berkaitan dengan saya bayang, Daya bayang merupakan
pengongkretan gambaran angan penyair pada pikiran pendengar atau pembaca.
Pengongkretan gambaran angan dituangkan lewat pilihan kata, penataan larik dan
bait puisi. Gambaran angan yang baik apabila sesuatu yang diangankan penyair
sama persis atau mendekati gambaran angan yang dimiliki pendengar atau pembaca.
Tentu saja, untuk mencapai gambaran angan seperti penyair, maka puisi yang
ditata penyair harus merupakan pilihan kata, penataan larik dan bait yang
benar-benar diseleksi dengan baik dan ketat. Meskipun lisencia poeitica memberikan kebebasan kepada penyair untuk
memberdayakan kata berbayang, namun harus dapat dijangkau alam pikiran dan
perasaan penikmat. Pemanfaatan pilihan kata, penataan larik dan bait yang
terlalu liar dapat mengaburkan makna puisi. Bila ini terjadi, maka puisi yang
diciptakan tidak lain hanyalah sebuah potret yang tidak bermakna, tidak memberi
pengaruh apapun pada pendengar atau pembaca. Pada hal, mencipta puisi pada
hakikatnya penyampaian tema tertentu.
Daya bayang digunakan penyair, pembaca dan pendengar untuk membantu memberi
makna pada puisi. Daya bayang dapat membantu mengurai kepadatan kata dan makna
yang digunakan dalam puisi. Melalui daya bayang, makna puisi dapat ditangkap,
dicerna dan diurai oleh pendengar atau pembaca. Inilah salah satu pembeda puisi
dengan karya sastra lain. Bila prosa memberi kejelasan makna pada uraian yang
panjang, maka puisi memberi kejelasan makna pada kekuatan daya bayang dan
pilihan kata, penataan larik dan bait sajak oleh penyair.
Daya bayang selalu dikaitkan dengan unsur bunyi. Hal-hal yang berkaitan
dengan unsur gembira, sedih, riang, susah, baik-buruk dapat direalisasikan
melalui perpaduan unsur bunyi, rima dan irama.
Menurut Suharianto (dalam Sehandi, 2014:62) rima dan irama. Rima adalah
istilah lain untuk persajakan atau persamaan bunyi, sedangkan irama atau ritme
adalah tinggi-rendang, panjang-pendek, keras-lembut, atau cepat-lambat bunyi
bahasa pada kata atau baris-baris sebuah puisi bila puisi tersebut dibacakan.
Baik rima maupun irama mempunyai perasaan yang sangat penting dalam sebuah
puisi, karena hal tersebut berkaitan dengan nada atau suasana puisi. Dengan
bantuan kedua unsur tersebut, baik nada maupun suasana, sebuah puisi tampil
lebih nyata dan lebih dapat menimbulkan kesan gugah pada benak pembaca.
Disamping tiga unsur puisi di atas, ada pula orang yang menyebutkan unsur-unsur
puisi, antara lain: tema, amanat, rima, irama (metrum), ritme, majas (gaya bahasa), kesan, diksi (pilihan kata),
dan tipografi (ukiran bentuk).
Rima dan irama merupakan unsur puisi yang berhubungan dengan bunyi.
Unsur bunyi sengaja dipilih dan untuk maksud tertentu. Unsur bunyi memiliki
hubungan erat dengan dua unsur puisi sebelumnya. Unsur bunyi dapat membantu
mewujudkan tema dan daya bayang. Pemanfaatan bunyi-bunyi tertentu ditata oleh
penyair untuk mendukung tema tertentu. Sebuah puisi yang bertema kegembiraan,
kebahagiaan dan kesuksesan selalu memanfaatkan bunyi-bunyi merdu, riang dan
hidup. Sebaliknya, sebuah puisi yang bertema kesedihan, kesusahan, penderitaan
dan kegagalan selalu berhubungan dengan pendayagunaan bunyi-bunyi serak dan
stop. Pemanfaatan bunyi merdu, riang dan mati, serak dan stop di atas merupakan
pemanfaatan unsur bunyi secara normal.
C. Metode
Penelitian
Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang terkait dengan metode
penelitian seperti dikemukakan berikut ini.
1. Jenis dan Metode
Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian
kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan seperti buku,
maupun jurnal penelitian yang terdahulu. Sementara itu, metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
2. Data dan Sumber
Data
Penelitian ini menggunakan data tertulis yang berupa kata, larik, dan
bait puisi yang mengandung unsur romantisme dalam puisi Surat Cinta karya Mashun.
Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Tanah Rantau karya Mahun tahun 2014.
3. Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian menggunakan teknik baca-catat dan kaji
pustaka. Teknik ini menggunakan peneliti sebagai instrumen (human instrument) untuk melakukan
kegiatan pembacaan secara cermat, terarah dan teliti baik terhadap sumber data
maupun sumber literatur penelitian. Pembacaan secara cermat dan teliti
bertujuan agar peneliti mengetahui persis data penelitian yang benar-benar
diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.
4. Teknik Analisis
Data
Analisis data dalam penelitian menggunakan pendekatan objektif dengan
teknik analisis struktural. Penggunaan pendekatan objektif didasarkan pada
anggapan bahwa analisis struktur romantisme dalam puisi Surat Cinta karya Mashun dilakukan pada kata, larik dan bait puisi
tanpa dihubungkan dengan unsur luar cerpen. Sedangkan teknik struktural
didasarkan pada pandangan bahwa untuk menemukan struktur romantisme terlebih
dahulu mengetahui harus mengetahui kata, larik, dan bait puisi yang
merepresentasikan dunia faktual dan dunia imajinatif.
A. Hasil dan
Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dibedakan menjadi empat aspek, yaitu (1) bunyi sajak,
(2) pilihan kata atau diksi, (3) citraan dan pengimajian, dan (4) bahasa
bermajas. Bunyi dalam sajak berhubungan dengan irama, kakafoni dan efoni,
onomatope, aliterasi, asonansi, dan anafora dan epifora. Pilihan kata atau
diksi mengarah pada dua hal, yaitu kata yang merepresentasikan hal yang
imajiner dan kata yang merepresentasikan hal yang faktual. Citraan dan
pengimajian mengarah pada citraan penglihatan (visual imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), citraan penciuman (smell imagery), citraan rasaan (taste
imagery), citraan rabaan (tactile
imagery), citraan gerak (kinesthetic
imagery). Bahasa bermajas mengarah pada personifikasi, metafora, alegori,
parabel, dan fabel. Pada aspek-aspek yang dikaji di atas tidak semua ditemukan
dalam penelitian ini.
2. Pembahasan
Setiap kritik harus diwali dengan pembeberan (identifikasi dan
interpretasi) puisi secara gamblang sebagai data yang akan dikritik. Setelah
dilakukan identifikasi dan interpretasi, selanjutnya melakukan pembahasan mengenai
hasil interpretasi yang ada mengenai puisi tertentu. Berikut ini dikemukakan
langkah interpretasi pada puisi Surat
Cinta karya Mashun. Langkah interpretasi secara berturut-turut dilakukan
pada (1) bunyi sajak, (2) pilihan kata atau diksi, (3) citraan dan pengimajian,
dan (4) bahasa bermajas.
1)
Bunyi Sajak
Bunyi dalam sajak difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1) irama,
(2) kakafoni dan efoni, (3) onomatope, (4) aliterasi, (5) asonansi, dan (6)
anafora dan epifora. Berikut ini dilakukan identifikasi dan interpretasi pada
masing-masing unsur bunyi seperti tampak pada tebel.
No
|
Bunyi Dalam Sajak
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
|
1
|
Surat
|
cinta
|
||||||
2
|
cinta
|
penghujung
|
||||||
3
|
penghujung
|
senja
|
||||||
4
|
bersampul
|
kusimpan
|
||||||
5
|
senja
|
diariku
|
||||||
6
|
kusimpan
|
agar
|
||||||
7
|
baik
|
sewaktu
|
||||||
8
|
diariku
|
aku
|
||||||
9
|
agar
|
bisa
|
||||||
10
|
sewaktu
|
meminang
|
||||||
11
|
bisa
|
rindumu
|
||||||
12
|
rindumu
|
Belum
|
||||||
13
|
belum
|
usai
|
||||||
14
|
kau
|
kau
|
||||||
15
|
berkisah
|
wewangian
|
||||||
16
|
wewangian
|
bunga
|
||||||
17
|
bunga
|
musim
|
||||||
18
|
desember
|
lelaki
|
||||||
19
|
lelaki
|
datang
|
||||||
20
|
datang
|
memetikmu
|
||||||
21
|
selembar
|
lima
|
||||||
22
|
lima
|
ratusan
|
||||||
23
|
ratusan
|
kusimpan
|
||||||
24
|
tetap
|
cinta
|
||||||
25
|
kusimpan
|
air
|
||||||
26
|
surat
|
mata
|
||||||
27
|
cinta
|
jua
|
||||||
28
|
Sebaris
|
dahaga
|
||||||
29
|
air
|
membakar
|
||||||
30
|
kutitip
|
kenangan
|
||||||
31
|
jua
|
harapan
|
||||||
32
|
dahaga
|
senja
|
||||||
33
|
tak
|
membawa
|
||||||
34
|
membakar
|
entah
|
||||||
35
|
hangus
|
esok
|
||||||
36
|
kenangan
|
kembali
|
||||||
37
|
sejenak
|
|||||||
38
|
harapan
|
|||||||
39
|
senja
|
|||||||
40
|
turut
|
|||||||
41
|
entah
|
|||||||
42
|
esok
|
|||||||
43
|
kembali
|
|||||||
Jum
|
0
|
43
|
36
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Keterangan:
1.
Irama
2.
Kakafoni
3.
Efoni
4.
Onomatope
5.
Aliterasi
6.
Asonansi
7.
Anafora
8.
Epifora
Tabel di atas menunjukkan bahwa ada 79 kata yang membangun puisi Surat Cinta karya Mashun. Kata-kata
tersebut tidak termasuk kategori konjungsi dan preposisi. Kata-kata yang
membangun puisi tersebut dirinci 43 kata yang berbunyi kakafoni. Termasuk di
dalamnya kakafoni awal dan kakafoni akhir. Selain bunyi kakafoni juga dibangun
oleh bunyi efoni yang berjumlah 36. Termasuk di dalamnya efoni awal dan efoni
akhir. Bunyi kakafoni didominasi oleh bunyi /s/, /t/, /c/, /p/, /k/, /h/. Bunyi
efoni didominasi oleh bunyi /a/, /ng/, /n/, /u/, dan /i/.
Puisi Surat Cinta karya Mashun
tidak dibangun oleh irama, bunyi onomatope, aliterasi, asonansi, anafora, epifora. Tabel di atas
menunjukan bahwa tidak ada satu kata pun yang termasuk dalam kategori tersebut.
Bunyi-bunyi kakafoni yang dominan pada puisi di atas mempengaruhi makna
puisi. Bunyi-bunyi kakafoni pada dasarnya berhubungan dengan sesuatu yang
buram, suram, seram, sedih, perih, takut, khawatir, susah dan semua hal yang
tidak menyenangkan, tidak membahagiakan. Suasana yang tidak menyenangkan dalam puisi tersebut terdapat pada
penggalan-penggalan puisi (1) ... penghujung tahun, (2) bersampul senja, (3)
lelaki itu datang memetikmu, (4) sebaris air mata kutitip jua, (5) senja tadi seolah turut membawanya, (6) Entah
esok kembali. Secara spesifik, gambaran kesuraman terdapat pada kata yang
menunjukkan makna akhir, pupus, putus seperti penghujung, senja, memetik, air mata, dan entah. Kata-kata penghujung,
senja, memetik, menunjukkan makna berakhir, hilang, musnah, pupus,
sedangkan air mata adalah kata yang
mengiringi kehilangan, kemusnahan dan kepupusan. Sedangkan entah adalah keadaan tidak menentu. Inilah yang paling sulit
dihadapi oleh AKU. Entah menunjukkan
hal yang sulit bagi AKU. Mengambil tindakan dalam keadaan yang serba salah. AKU
berada dalam kebimbangan.
Secara romantisme, bunyi-bunyi yang membangun puisi di atas beroposisi
satu sama lain. Bunyi konsonan beroposisi dengan bunyi vokal, 43 beropsisi
dengan 36. Bunyi-bunyi yang beroposisi selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel Oposisi Bunyi
dalam Puisi Surat
Cinta Karya Mashun
No
|
Oposisi
|
|
1
|
konsonan
|
vokal
|
2
|
/s/, /t/
|
/a/
|
3
|
/c/
|
/-ng/
|
4
|
/p/
|
/a/
|
5
|
/b/
|
/n/
|
6
|
/s/
|
/u/
|
7
|
/k/
|
/a/
|
8
|
/b/, /k/
|
/u/
|
9
|
/d/
|
/a/, /u/
|
10
|
/r/
|
/a/
|
11
|
/s/
|
/m/, /-ng/
|
12
|
/b/
|
/u/
|
13
|
/r/
|
/m/
|
14
|
/b/
|
/u/, /i/
|
15
|
/k/
|
bunyi /u/
|
16
|
/b/, /h/
|
/n/
|
17
|
/w/
|
/a/
|
18
|
/b/
|
/m/, /m/
|
19
|
/d/, /r/
|
/i/
|
20
|
/l/
|
/-ng/
|
21
|
/d/
|
/u/
|
22
|
/s/, /r/
|
/a/
|
23
|
/l/
|
/n/
|
24
|
/r/
|
/n/
|
25
|
/t/, /p/
|
/a/
|
26
|
/k/
|
/a/
|
27
|
/s/, /t/
|
/a/
|
28
|
/c/
|
/a/
|
29
|
/s/, /s/
|
/a/
|
30
|
/k/, /p/
|
/n/
|
31
|
/j/
|
/n/
|
32
|
/d/
|
/a/
|
33
|
/t/, /k/
|
/a/
|
34
|
/m/, /r/
|
/e/
|
35
|
/h/, /s/
|
/e/
|
36
|
/k/
|
/i/
|
Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa secara spesifik romantisme bunyi
dapat dilihat pada bunyi /s/, /t/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/,
beroposisi dengan bunyi /-ng/. Bunyi /p/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi
/b/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi
/k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/, /k/, beroposisi dengan bunyi /u/.
Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /a/, /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi
/a/. Bunyi /s/, beroposisi dengan bunyi /m/, /-ng/. Bunyi /b/, beroposisi
dengan bunyi /u/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /m/. Bunyi /b/, beroposisi
dengan bunyi /u/, /i/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /u/. Bunyi /b/, /h/
beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /w/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /b/,
beroposisi dengan bunyi /m/, /m/. Bunyi /d/, /r/ beroposisi dengan bunyi /i/.
Bunyi /l/, beroposisi dengan bunyi /-ng/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi
/u/. Bunyi /s/, /r/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /l/, beroposisi dengan
bunyi /n/. Bunyi /r/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /t/, /p/ beroposisi
dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/, /t/
beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /c/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /s/,
/s/ beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /k/, /p/, beroposisi dengan bunyi /n/.
Bunyi /j/, beroposisi dengan bunyi /n/. Bunyi /d/, beroposisi dengan bunyi /a/.
Bunyi /t/, /k/, beroposisi dengan bunyi /a/. Bunyi /m/, /r/, beroposisi dengan
bunyi /e/. Bunyi /h/, /s/ beroposisi dengan bunyi /e/. Bunyi /k/, beroposisi
dengan bunyi /i/.
Tabel Ekuivalen Bunyi
dalam Puisi Surat
Cinta Karya Mashun
konsonan
|
/s/, /t/
|
/c/
|
/p/
|
/b/
|
/s/
|
/k/
|
/b/, /k/
|
/d/
|
/r/
|
...
|
/k/
|
Vokal
|
/a/
|
/-ng/
|
/a/
|
/n/
|
/u/
|
/a/
|
/u/
|
/a/, /u/
|
/a/
|
...
|
/i/
|
Tabel di atas menunjukkan bahwa konsonan ekuivalen dengan bunyi /s/,
/t/, /c/, /p/, /b/, /s/, /k/, /b/, /k/, /d/, /r/, ..., dan ekuivalen dengan
/k/. Sedangkan vokal ekuivalen dengan bunyi /a/, /-ng/, /a/, /n/, /u/, /a/,
/u/, /a/, /u/, /a/, ..., dan ekuivalen dengan /i/.
1)
Pilihan Kata
atau Diksi
Pilihan kata atau diksi membicarakan pendayagunaan kata untuk mencapai
efek etika dan estetika dalam puisi. Pilihan kata menjadi sarana yang digunakan
oleh penyair untuk mengeksploitasi kata dan makna kata untuk tujuan tertentu.
Pilihan kata atau diksi dapat ditemui pada keseluruhan puisi.
Secara romantisme, pencapaian efek etika dan estetika puisi dapat
dibangun melalui dua hal, yaitu oposisi dan ekuivalensi. Oposisi merupakan
pendayagunaan kata yang secara bentuk dan makna menunjukkan perlawanan atau
persebrangan. Sedangkan ekuivalensi merupakan pendayagunaan kata baik secara
bentuk atau makna menunjukkan persamaan dan keserasian dalam puisi.
Oposisi dan ekuivalensi yang menjadi operasi romantisme dapat ditelusuri
dalam puisi Surat Cinta karya Mashun,
seperti pada tabel berikut ini.
No
|
Oposisi
|
|
1
|
surat cinta
|
bersampul senja
|
2
|
wewangian bunga
|
datang memetikmu
|
3
|
kusimpan surat cinta
|
sebaris air mata kutitip
|
4
|
harapan yang memekar
|
senja turut membawanya
|
Tabel di atas menunjukkan oposisi pilihan kata baik secara bentuk maupun
makna berlawanan, seperti (1) oposisi surat cinta dan bersampul senja, (2)wewangian bunga dan datang memetikmu, (3) kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip, (4) harapan yang memekar dan senja turut membawanya.
Oposisi surat cinta dan bersampul senja menyaran pada dua hal yang saling beroposisi, yaitu dunia imajiner dan
dunia faktual atau dunia imajinasi dan dunia faktual. Surat Cinta merupakan dunia imajiner yang dibangun, diangankan
dan diharapkan oleh AKU, yaitu surat yang ditulis di penghujung tahun,
tersimpan baik-baik dalam diari dengan harapan suatu waktu AKU dapat meminang
DIA. Harapan yang dibangun imaji dioposisikan dengan keadaan faktual bersampul senja. Keadaan yang tidak memungkinkan
bagi AKU mencapai DIA sebab telah senja.
Keadaan dimana dia mengakhiri segalanya. Hal ini menutup kemungkinan AKU
meminang.
Oposisi wewangian bunga dan datang memetikmu menyaran pada wewangian bunga sebagai dunia imajiner, yaitu wewangian bunga musim Desember yang belum
usai KAU kisahkan pada AKU. Kondisi yang sangat menyegarkan ketika dihirup yang
dirangkai dalam jalinan kisah cinta AKU dan DIA. Namun, kondisi imajinasi di
atas dioposisikan dengan keadaan faktual datang
memetikmu. Keadaan yang mau tidak mau, siap atau tidak, rela atau terpaksa
harus meninggalkan kelopak sebagai tempat yang kokoh yang didiami selama ini
yang memungkinkan kondisi layu bila tidak mendapat perawatan. Hal ini tidak
memungkinkan bagi AKU mendengarkan kisah tentang wewangian bunga musim Desember
sebab lelaki itu datang memetiknya dengan selembar lima ratusan.
Oposisi kusimpan surat cinta dan sebaris air mata kutitip. Kusimpan surat cinta menyaran pada usaha AKU untuk mempertahankan dan melindungi cinta dalam
sebuah wadah yang kokoh agar suatu waktu dahaga tak membakar hangus kenangan
walau sejenak. Sebuah keadaan yang kokoh pada imaji penyair untuk menyimpan dan
merawat setiap jejak cinta yang ada. Keadaan ini dioposisikan dengan sebaris air mata kutitip. Kondisi yang
mesti dijalani AKU jika ia tetap menyimpan surat cinta. Keadaan ini menjadi
kondisi faktual yang dialami penyair dalam menyimpan setiap jejak cinta yang
ada.
Oposisi terakhir merupakan harapan
yang memekar dan senja turut
membawanya. Harapan yang memekar merupakan kondis yang memungkinkan AKU dapat bertahan
hidup. Menjalani kisah cinta yang diidamkan oleh setiap insan. Mengubahnya menjadi energi untuk tetap
bertahan hidup dalam kondisi apapun. Demikian dunia imajiner yang diangankan
AKU. Namun, kondisi senja rupanya lebih kuat dari sekedar harapan. Sebab ia
tidak sekedar harapan tetapi juga turut
membawanya. Sebuah kenyataan yang dapat dihindari. Demikianlah kondisi
dunia faktual yang dialami oleh AKU. Suatu keadaan yang menutup kemungkinan aku
mencapai harapan yang memekar.
Oposisi yang dikemukakan di atas juga memiliki hubungan ekuivalen satu
sama lain. Merujuk pada tabel di atas menunjukkan bahwa surat cinta ekuivalen dengan wewangian
bunga, kusimpan surat cinta, dan harapan
yang memekar. Pilihan kata tersebut merupakan kondisi yang dijalani AKU
secara ideal. Berjalan secara harmonis sesuai dengan kaidah logika imajiner.
Pilihan kata ini membawa penyair pada keadaan menggantungkan harapan untuk
bertahan hidup, menjalani kisah-kisah percintaan secara wajar.
Berbeda halnya dengan bersampul
senja, datang memetikmu, sebaris air mata kutitip, dan senja turut membawanya. Pilihan kata tersebut ekuivalen satu sama
lain. Kondisi ini merupakan kehidupan faktual yang mesti dijalani AKU. Sebuah
keadaan yang sangat berbeda dengan dunia ideal yang diidamkan AKU. Hal inilah
yang menutup kemungkinan AKU menulis
surat cinta, mencium wewangian bunga, menyimpan surat cinta dan menggapai harapan yang memekar. Secara sederhana. Proses
ekuivalensi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Dunia imajiner
|
AKU
|
surat cinta
|
wewangian
bunga
|
kusimpan surat
cinta
|
harapan yang
memekar
|
Dunia faktual
|
DIA
|
bersampul
senja
|
datang
memetikmu
|
sebaris air
mata kutitip
|
senja turut
membawanya
|
2)
Citraan atau
Pengimajian
Citraan dan pengimajian dalam sajak difokuskan pada hal-hal sebagai
berikut. (1) citraan penglihatan (visual
imagery), (2) citraan pendengaran (
auditory imagery), (3) citraan penciuman (smell imagery), (4) citraan rasaan (taste imagery), (5) citraan rabaan (tactile imagery), (6) citraan gerak (kinesthetic imagery). Uraian mengenai citraan atau pengimajian
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel Citraan atau Pengimajian Surat Cinta karya Mashun
No
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
surat
|
wewangian
|
cinta
|
kusimpan
|
||
2
|
penghujung
|
baik-baik
|
meminang
|
|||
3
|
tahun
|
rindumu
|
usai
|
|||
4
|
bersampul
|
cinta
|
berkisah
|
|||
5
|
senja
|
dahaga
|
datang
|
|||
6
|
diariku
|
kenangan
|
memetikmu
|
|||
7
|
bunga
|
harapan
|
kusimpan
|
|||
8
|
musim
|
entah
|
kutitip
|
|||
9
|
lelaki
|
membakar
|
||||
10
|
selembar
|
sejenak
|
||||
11
|
lima
|
memekar
|
||||
12
|
ratusan
|
turut
|
||||
13
|
surat
|
membawanya
|
||||
14
|
sebaris
|
kembali
|
||||
15
|
air
|
|||||
16
|
mata
|
|||||
17
|
hangus
|
|||||
18
|
senja
|
|||||
19
|
seolah
|
|||||
20
|
esok
|
|||||
Jum
|
20
|
0
|
1
|
8
|
0
|
14
|
Keterangan:
1.
Citraan Penglihatan
(Visual Imagery)
2.
Citraan
Pendengaran (Auditory Imagery)
3.
Citraan
Penciuman (Smell Imagery)
4.
Citraan Rasaan (Taste Imagery)
5.
Citraan Rabaan (Tactile Imagery)
6.
Citraan Gerak (Kinaesthetic Imagery)
Tabel di atas menunjukkan ada 43 kata yang dapat dicitrakan. Dari 43
yang dapat dicitrakan, 20 kata (46%) merupakan citraan penglihatan, 1 kata
(2,32) citraan penciuman, 8 kata (18,60) citraan rasaan, dan 14 kata (32,55)
citraan gerak. Citraan pendengaran dan citraan rabaan tidak ditemukan dalam
puisi Surat Cinta karya Mashun.
Citraan yang paling dominan dalam puisi Surat Cinta karya Mashun adalah citraan penglihatan sebanyak 20
kata atau 46,51%. Dalam hubungannya dengan proses penciptaan puisi, penulis lebih
dominan menggunakan citraan penglihatan. Citraan penglihatan direalisasikan
dengan citraan gerak atau tindakan. Penulis memulai proses penciptaan karya
dengan melihat, menganalisis dan menilai. Dari proses melihat, menganalisis dan
menilai melahirkan tindakan atau aksi tertentu. Citraan penglihatan memberikan
stimulus pada penulis untuk menulis sesuatu yang dilihat, sedangkan citraan
gerak memberikan respon pada apa yang dilihat. Dalam hubungan ini citraan
penglihatan merupakan pemberi stimulus, sedangkan citraan gerak merupakan
pemberi respon. Hubungan stimulus-respon citraan penglihatan dan citraan gerak
dapat dilihat pada larik-larik puisi berikut ini.
Merujuk pada tabel citraan di atas, secara romantisme ditemukan beberapa
citraan yang saling beroposisi, seperti citraan penglihatan (visual imagery) beroposisi dengan
citraan penciuman (smell imagery),
citraan rasaan (taste imagery), dan
citraan gerak (kinaesthetic imagery).
Secara operasional, oposisi tersebut dapat dilihat pada surat beroposisi dengan wewangian, cinta, dan kusimpan. Penghujung beroposisi dengan baik-baik dan meminang. Tahun beroposisi dengan rindumu dan usai. Bersampul beroposisi
dengan cinta dan berkisah. Senja beroposisi dengan dahaga dan datang. Diariku beroposisi dengan kenangan dan memetikmu. Bunga
beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Bunga beroposisi dengan harapan dan kusimpan. Musim beroposisi
dengan entah dan kutitip. Lelaki beroposisi dengan membakar. Selembar beroposisi dengan sejenak. Lima beroposisi dengan memekar.
Ratusan beroposisi dengan turut.
Surat beroposisi dengan membawanya.
Sebaris beroposisi dengan kembali. 20
beroposisi dengan 1, 8 dan 14.
Citraan yang beroposisi di atas membangun hubungan ekuivalen satu sama
lain. Secara operasional, citraan penglihatan (visual imagery) ekuivalen dengan surat, penghujung, tahun, bersampul, senja, diariku, bunga, musim,
lelaki, selembar, lima, ratusan, surat, sebaris, air, mata, hangus, senja,
seolah, esok, Desember, dan 20
Citraan penciuman (smell imagery)
ekuivalen dengan wewangian dan 1. Citraan ini merupakan citraan yang
paling minim dari enam citraan yang ada. Minimnya citraan ini menunjukkan bahwa
penyair sangat sedikit menggunakan citraan penciuman dalam mencipta puisi.
Citraan rasaan (taste imagery)
ekuivalen dengan cinta,
baik-baik, rindumu, cinta, dahaga, kenangan, harapan, entah, dan 8.
Citraan gerak (kinaesthetic
imagery) ekuivalen dengan kusimpan,
meminang, usai, berkisah, datang, memetikmu, kusimpan, kutitip, membakar,
sejenak, memekar, turut, membawanya, kembali dan 14. Secara sederhana, tabel ekuivalen dapat dilihat berikut ini.
Tabel Ekuivalen Puisi Surat Cinta Karya Mashun
citraan penglihatan (visual imagery)
|
surat
|
penghujung
|
tahun
|
bersampul
|
....
|
sebaris
|
citraan penciuman (smell imagery)
|
Wewangi-an
|
|||||
citraan rasaan (taste
imagery)
|
cinta
|
baik-baik
|
rindumu
|
cinta
|
...
|
entah
|
citraan gerak (kinesthetic
imagery)
|
kusimpan
|
meminang
|
usai
|
berkisah
|
...
|
kembali
|
3)
Bahasa Bermajas
Bahasa bermajas berkaitan dengan penggunaan bahasa secara khusus dalam
puisi. Bahasa bermajas sanggup membungkus makna sampai terasa samar dan halus.
Bahasa bermajas pula sanggup membeberkan makna puisi hingga terasa kasar dan
langsung. Bahkan bahasa bermajas sanggup membuat benda atau barang tak bernyawa
dapat berlakuan, beraktivitas, dan bertindak seperti layak manusia.
Bahasa bermajas dalam kaitannya dengan puisi Surat Cinta difokuskan pada hal-hal sebagai berikut. (1)
personifikasi, (2) metafora, (3) alegori, (4) parabel, dan (5) fabel. Untuk
lebih jelasnya bahasa bermajas dalam dapat dilihat pada tebel berikut ini.
No
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
dahaga tak membakar hangus kenangan
|
lelaki itu datang memetikmu
|
|||
2
|
Tapi senja tadi seolah turut membawanya
|
Sebaris air mata kutitip jua
|
|||
3
|
lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima
ratusan
|
Ada harapan yang memekar
|
|||
4
|
Entah esok kembali
|
....aku bisa meminang rindumu
|
|||
Jum
|
4
|
4
|
Keterangan:
1.
Personifikasi
2.
Metafora
3.
Alegori
4.
Parabel
5.
Fabel
Tabel di atas menunjukkan ada dua bahasa bermajas dalam puisi Surat Cinta karya Mashun, yaitu majas
personifikasi dan metafora. Sedangkan alegori, parabel dan fabel tidak
ditemukan. Bahasa bermajas personi (1) dahaga
tak membakar hangus kenangan, (2)
Tapi senja tadi seolah turut membawanya, (3) lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan, dan (4) Entah esok kembali. Bahasa bermajas
personifikasi ditandai oleh penggunaan kata-kata bernyawa, atau kata-kata yang
bermakna dan merujuk pada benda mati seolah-olah berbuat atau berlakuan seperti
manusia. (1) dahaga.... membakar, dahaga seolah-olah berlakuan
seorang-olah hidup dan dapat melakukan pekerjaan membakar seperti halnya yang dilakukan manusia. (2) senja.....membawanya. Senja seperti berlakukan seperti manusia
yang dapat melakukan perbuatan membawa. (3)
memetik....selembar uang. Selembar uang menjadi objek petik. Pada
hal, sesuatu yang digunakan untuk memetik dapat berupa buah atau benda lain
yang dapat berarti mengambil. (4) esok....membawa.
Esok sengaja dihidupkan oleh penulis
sehingga seolah-olah dapat membawanya
kembali.
Bahasa bermajas yang lain adalah bahasa bermajas metafora, yaitu (1) lelaki itu datang memetikmu, (2) sebaris air mata kutitip jua, (3) ada harapan yang memekar, dan (4) ....aku bisa meminang rindumu.
Secara romantisme, bahasa bermajas di atas dibentuk melalui oposisi dan ekuivalen.
Oposisi ditemui pada dahaga tak membakar
hangus kenangan beroposisi dengan lelaki
itu datang memetikmu. Tapi senja tadi seolah turut membawanya beroposisi
dengan sebaris air mata kutitip jua.
Lelaki itu datang memetikmu dengan selembar lima ratusan beroposisi dengan Ada harapan yang memekar. Entah esok kembali
beroposisi dengan ....aku bisa
meminang rindumu.
Bahasa bermajas yang beroposisi di atas juga membangun ekuivalen pada
dirinya sendiri. Hal itu ditemui pada dahaga
tak membakar hangus kenangan. Bahsa bermajas ini menyaran pada dua hal,
yaitu dahaga dan kenangan. Dahaga secara denotatif dapat dimakna sebagai
kondisi haus AKU. Sedangkan secara
konotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan.
Haus secara denotatif dapat dimaknai sebagai kerinduan, keinginan, hasrat
terhadap sesuatu yang dapat diminum yang memungkinkan dahaga bisa hilang.
Sedangkan haus secara konotatif dapat dimaknai sebagai hasrat, keinginan untuk
dicintai dan mencintai. Namun, kondisi dahaga baik secara denotatif maupun
konotatif tidak bisa digapai oleh AKU karena sebelum sampai keduanya telah
terbakar. Kondisi ini ekuivalen dengan tapi
senja tadi seolah turut membawanya. Senja tadi seolah turut membawanya merupakan
kondisi yang membawa semua keindahan siang pada balutan malam. Segala yang
tampak oleh mata menjadi lenyap seketika senja membawanya pada malam. Semuanya
menjadi satu dalam kondisi gelap. Demikian juga dengan membakar hangus kenangan. Keadaan ini juga merupakan keadaan yang
membawa sesuatu menjadi sirna. Sebab sesuatu yang terbakar pada hakekatnya
tiada akan bersisa kecuali arang. Dengan demikian, baik membakar hangus kenangan maupun senja
tadi seolah turut membawanya sama-sama merupakan keadaan sirna.
Keadaan sirna selanjutnya dapat dijumpai lebih jelas pada ekuivalensi larik
sajak berikutnya lelaki itu datang
memetikmu dengan selembar lima ratusan, entah esok kembali. Keadaan ini
menjawab semua teka-teka mengenai kekuatan yang membakar hangus kenangan dan senja
tadi seolah turut membawanya. Dia adalah seorang laki-laki dengan kekuatan
ekonomi. Inilah yang menjadi semua itu menjadi entah esok kembali. Kondisi ekuivalen tersebut menutup semua
kemungkinan AKU untuk mempertahankan harapan
yang memekar dan meminang rindumu.
Kondisi ekuivalen selanjutnya ditemui pada lelaki itu datang memetikmu ekuivalen dengan sebaris air mata kutitip jua, Ada harapan yang memekar, dan ....aku bisa meminang rindumu yang
secara keseluruhan membangun keutuhan makna dalam puisi.
No comments :
Post a Comment