Tuesday, November 29, 2016

KAJIAN INTERTEKSTUAL UNSUR FEMINISME NOVEL DIARY SANG KEMBANG MALAM KARYA AGUNG WEBE DAN NOVEL CATATAN SANG MODEL KARYA NOVANKA RAJA


KAJIAN INTERTEKSTUAL UNSUR FEMINISME
NOVEL DIARY SANG KEMBANG MALAM KARYA AGUNG WEBE
 DAN NOVEL CATATAN SANG MODEL KARYA NOVANKA RAJA

Samsuddin, S.Pd., M.Hum
Kiki Nuliana Ningsih

ABSTRAK
Teori intertekstual Memandang bahwa tidak ada satu pun dari karya sastra yang benar-benar mandiri tanpa ada sebuah pengaruh dari karya sastra lain. Begitu pula dengan karya sastra dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kajian intertekstual unsur feminisme novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Penelitian kedua novel tersebut difokuskan pada kajian intertekstual unsur feminisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa teknik baca catat. Teknik analisis data menggunakan teknik kajian isi dan menganalisis struktur pada kedua novel yang difokuskan pada fakta cerita. Hasil penelitian menunjukkan, (1) hubungan intertekstual dalam pembagian kerja dan sistem ekonomi pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja, yakni (a) Gita berhipogram dengan Fatia, (b) Gita tidak mapan berhipogram dengan Fatia tidak mapan, (c) Jupri berhipogram dengan Ayah Fatia, (d) Jupri penipu, pemeras dan penindas berhipogram dengan ayah Fatia yang penindas, (e) Jupri tidak mapan berhipogram dengan Ayah Fatia yang mapan, (f) PSK berhipogram dengan model, (2) hubungan intertekstual dalam sistem pendidikan dan pemerintahan pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja, yakni (a) Gita yang putus sekolah berhipogram dengan Fatia yang mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik, (b) Gita yang sukses menjadi PSK berhipogram dengan Fatia yang sukses sebagai model, (c) Nita berhipogram dengan ibu Fatia sebagai pendukung kesuksesan profesi, (d) Pak Semar berhipogram dengan Ayah Fatia sebagai penuntun berbagai masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan profesinya, (e) Gita berhipogram dengan Fatia dalam hal memiliki hak pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya, (3) Hubungan intertekstual dalam kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan diantara reproduksi seksualitas dan biologis pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja, yakni (a) Gita berhipogram dengan Fatia mengalami nasib yang sama tentang perlakuan seksual, (b) Jupri berhipogram dengan Tokoh 1 sebagai pelaku pelecehan, (c) Pak James berhipogram dengan Laki-laki 1 sebagai pelaku pelecehan, (e) Gita mengalami pelecehan seksual secara fisik berhipogram dengan Fatia yang mengalami pelecehan seksual secara fisik dan non-fisik.

Kata kunci: novel, unsur feminisme, intertekstual

A.    Pendahuluan
Novel Diary Sang Kembang Malam mengisahkan sosok tokoh perempuan yang kokoh dalam menghadapi segala perangai masalah yang terjadi dalam kehidupan. Gita memiliki pribadi yang unik. Ia terlahir dari keluarga yang pada mulanya serba kecukupan. Namun, sejak ayahnya pergi meninggalkan Gita, ibu dan adiknya demi perempuan lain hidup mereka menjadi susah. Ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan rela mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarganya. Malang nasib Gita. Ia dijanjikan akan bekerja sebagai Pramuniaga ternyata dipekerjakan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial). Ia telah ditipu. Berulang kali ia meyakinkan dirinya untuk menolak pekerjaan yang hina tersebut. Namun, disisi lain ia kembali teringat akan nasib ibu dan adiknya di kampung halaman. Hingga akhirnya ia memutuskan menekuni pekerjaannya untuk menjadi pelacur yang profesional. Dalam menjalani profesi sebagai “kembang malam”, Gita mengalami berbagai masalah dan cobaan dalam hidupnya. Sehingga menjadikan dirinya sebagai sosok wanita yang kuat dan tegar. Mematahkan pandangan orang lain tentang buruknya seorang wanita penghibur, ia percaya bahwa setiap orang seburuk apapun itu punya kesempatan yang sama. Perempuan ingin dihargai bahkan ketika mereka dalam drajat yang paling terendah sekalipun, memiliki kehidupan yang layak, pendamping sesuai dengan apa yang ia inginkan. Bahkan seorang pelacur pun bukan berarti mereka menjual tubuh beserta jiwanya.
Novel lain yang juga mengisahkan sisi kehidupan wanita adalah Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Novel Catatan Sang Model merepresentasikan perempuan yang superior. Sama halnya dengan tokoh Gita pada novel Diary Sang Kembang Malam, tokoh perempuan dalam novel Catatan Sang Model juga memperlihatkan bantahan anggapan bahwa tidak semua model itu rela menjajakan dirinya demi sebuah pekerjaan dan popularitas, menjadi pujaan, terkenal, glamour, dan tanpa ada tekanan. Justru sebaliknya, menjadi model bukanlah suatu profesi yang mudah. Terkadang mereka bisa merelakan dirinya demi sebuah pekerjaan, tidur dengan bos agency model demi popularitas, mati-matian menjaga kondisi tubuh agar selalu tampak menawan bahkan dengan jalan mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Kedua Novel di atas tidak hadir sendiri. Kehadiran suatu karya sastra bisa berawal dari pengaruh dari karya sastra. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena pada dasarnya ketika proses penciptaan karya sastra, seorang pengarang pasti sudah mendapatkan pengaruh dari teks-teks lain yang telah hadir sebelumnya, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Kajian intertekstual pada kedua novel di atas difokuskan pada unsur feminisme. Unsur feminisme merupakan teori yang menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan. Feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme menawarkan berbagai analisis mengenai penyebab, pelaku dari penindasan perempuan. Pada pemikiran feminisme yang diinginkan adalah adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya.
Unsur-unsur feminis di atas dihubungkan dengan tiga unsur pembangun karya sastra, yaitu tokoh, latar dan alur. Ketiga unsur tersebut dalam istilah Stanton disebut fakta cerita. Tokoh, latar dan alur dikaji untuk mengetahui kehidupan perempuan terkait dengan organisasi ekonomi rumah tangga dan ideologi kekeluargaan yang menyertainya, yakni; (1) pembagian kerja dalam sistem ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, (3) kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan di antara reproduksi seksualitas dan biologis. Urain di atas menunjukkan bahwa kedua novel di atas layak dikaji secara intertekstual.

B.     Kajian Pustaka
Ada beberapa aspek yang menjadi kajian pustaka dalam penelitian ini. Kajian pustaka dimaksudkan untuk mendukung penelitian dengan teori-teori yang relevan dengan penelitian, seperti dikemukakan berikut ini.

1.      Pengertian Novel
Novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain. Novel mengisahkan keadaan tokoh secara kompleks, mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain  tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain. Novel hadir layaknya karya sastra lain bukan tanpa arti. Novel disajikan di tengah-tengah masyarakat mempunyai fungsi dan peranan sentral dengan memberikan kepuasan batin bagi pembacanya lewat nilai-nilai edukasi yang terdapat di dalamnya.
Hal ini telah diungkapkan oleh Goldmann (Saraswati, 2003:87) mendefinisikan novel merupakan cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai otentik di dalam dunia. Novel yang terdegradasi pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Ciri tematik tampak pada istilah nilai-nilai otentik yang menurut Goldmann merupakan totalitas  yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-nilai yang mengorganisasikan sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas.
Fungsi novel pada dasarnya untuk menghibur para pembaca. Novel pada hakikatnya adalah cerita dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Wellek dan Warren (Nurgiyantoro, 1994:3) membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup. Dari permasalahan hidup manusia yang kompleks dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel, pengarang dapat menceritakan tentang aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk berbagai perilaku manusia. Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi permasalahan hidup, novel dapat berfungsi untuk mempelajari tentang kehidupan manusia pada zaman tertentu.

2.      Teori Intertekstual
Teori intertekstual adalah teori sastra yang berusaha mencari hubungan interelasi antara teks sastra satu dengan teks sastra yang lain. Intertekstual merupakan usaha pencarian makna yang dilakukan di luar karya individual, tidak dibatasi ruang dan waktu. Yang berbicara adalah subjek dengan subjek, sebagai subjek teks bukan pengarang secara faktual. Intertekstual pada dasarnya adalah intersubjektivitas (Ratna dalam Sehandi, 167:2014).
Riffatere (dalam Teeuw 1983), mengungkapkan bahwa secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Lebih dari itu, teks itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan.
Intertekstual pertama kali dikembangkan oleh peneliti Prancis, Kristeva dalam esainya berjudul The Bounded Text dan Word, Dialogue, and Novel. Pendekatan intertekstual mempunyai prinsip dasar bahwa setiap teks merupakan satu produktivitas. Teks merupakan satu permutasian teks-teks lain. Intertekstual memandang teks berada di dalam ruang satu teks yang ditentukan, teks merupakan bermacam-macam tindak ujaran, teks diambil dari teks-teks lain, serta teks bersifat tumpang-tindih dan saling menetralkan satu sama lain (Kristeva, 1980:36-37). Karena itu, teks sastra dibaca dan harus dibaca dengan latar belakang teks-teks lain; tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan, kerangka.
Teori intertekstual merupakan sebuah teori yang berusaha untuk menemukan hubungan antara satu teks dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, karya sastra yang baru merupakan sebuah transformasi dari karya sastra sebelumnya. Seorang pengarang/penulis ketika menulis karyanya sedikit banyak sudah terpengaruh oleh karya-karya yang lain. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam teks yang sedang ditulisnya terkadang mengandung teks-teks yang lain. Namun pengarang tidak semata-mata hanya menjiplak saja, akan tetapi mengembangkan atau merombaknya menjadi sebuah karya yang baru dengan bahasa dan gaya yang berbeda. Pada intinya, kajian intertekstual berusaha untuk menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya sastra yang muncul kemudian.

3.      Feminisme
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Feminisme muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa laki-laki sebagai makhluk yang kuat, sedangkan kaum perempuan adalah makhluk yang lemah. Hal tersebut membuat kaum perempuan selalu diremehkan dan dianggap tidak pantas untuk disejajarkan dengan kaum laki-laki. Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut kesamaan dan keadilan hak untuk disejajarkan dengan kaum laki-laki.
Moeliono, dkk. (1998:241) menyatakan bahwa feminisme adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak antara kaum perempuan dan kaum laki-laki. Persamaan hak itu meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan. Jika perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka mempunyai hak menentukan dirinya sendiri sebagaimana yag dimiliki oleh kaum laki-laki selama ini.
Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tangga dan perkawinan, maupun upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya, melainkan merupakan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. Menurut Fakih (Sugihastuti, 2013:63), gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka menuju keadilan bagi kaum laki-laki dan perempuan.
Kemunculan feminisme diawali dengan gerakan emansipasi perempuan, yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Orang yang menganut paham feminisme disebut sebagai feminis. Tokoh yang mendukung emansipasi perempuan disebut tokoh profeminis, sedangkan yang menentangnya disebut tokoh kontrafeminis.
Feminisme bukan monopoli kaum perempuan, istilah feminisme tidak dapat dikaitkan dengan istilah feminim sebab laki-laki yang memiliki sifat feminis pun ada dan dia tidak harus bersifat kefeminiman. Akan tetapi, banyak feminis laki-laki yang juga dapat menimbulkan masalah. Ketika ada laki-laki yang menjadi seorang feminis dan memperjuangkan hak-hak perempuan, hal ini justru tanda bahwa prempuan memang masih merupakan makhluk yang perlu ditolong orang lain untuk mengentaskannya. Perempuan seolah-olah ketinggalan dari laki-laki. Sasaran feminisme pun bukan sekedar masalah gender, melainkan masalah “kemanusiaan” atau memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Feminisme muncul akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terletak pada kreteria biologis, melainkan juga sampai pada kretria sosial-budaya. Perbedaan itu diwakili oleh dua konsep, yaitu jenis kelamin dan gender. Perbedaan jenis kelamin itu mengacu pada perbedaan fisik, terutama fungsi rerproduksi, sedangkan gender merupakan interpretasi sosial dan kultural terhadap perbedaan jenis kelamin. Gender tidak selalu berhubungan dengan perbedaan fisiologis seperti yang selama ini bnayak dijumpai di dalam masyarakat. Gender membagi atribut pekerjaan menjadi maskulin dan feminim. Maskulin ditempati oleh jenis kelamin laki-laki, sedangkan feminim oleh jenis kelamin perempuan. Konsep ini kemudian melahirkan pemahaman tentang perempuan dan laki-laki. Perempuan bersifat lembut, cantik, anggun, emosional dan keibuan; sedangkan laki-laki bersifat kuat, rasional dan perkasa. Pandangan-pandangan yang seperti ini kemudian menjadikan perempuan menjadi termarginalkan.

C.    Metode Penelitian
Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang terkait dengan metode penelitian seperti dikemukakan berikut ini.

1.      Metode dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kepustakaan  bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan seperti buku, maupun jurnal penelitian yang terdahulu. Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

2.      Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data tertulis yang berupa kata, frasa, kalimat dan paragraf yang mengandung unsur feminis dalam novel Diary Sang Kembang Malam dan Catatan Sang Model. Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) Novel Diary Sang Kembang Malam karya Aagung Webe, novel ini terdiri dari 227 halaman, diterbitkan oleh Percetakan Pohon Cahaya tahun 2012 cetaka pertama, dan (2) Catatan Sang Model  karya Novanka Raja, novel ini terdiri dari 268 halaman, diterbitkan oleh Rumahku Istanaku tahun 2013 cetakan pertama.

3.      Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data penelitian menggunakan metode baca catat dan metode kepustakaan. Metode baca catat digunakan sebagai metode yang sangat sesuai dengan teknik pengumpulan data pada penelitian ini. Metode ini menggunakan peneliti sebagai instrumen (human instrument) untuk melakukan kegiatan pembacaan secara cermat, terarah dan teliti baik terhadap sumber data maupun sumber literatur penelitian. Pembacaan secara cermat dan teliti bertujuan agar peneliti mengetahui persis data penelitian yang benar-benar diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.

4.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah kajian isi yang meliputi tiga langkah dalam proses penganalisisan, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan simpulan.

D.    Hasil dan Pembahasan
1.      Hasil Penelitian
Kajian intertekstual difokuskan pada tiga ranah yakni tokoh, latar dan alur (fakta cerita). Aspek ini diuraikan untuk memperoleh unsur feminisme dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Kajian tersebut dilakukan untuk menemukan hipogram (hubungan makna) yakni hubungan unsur feminisme.
Hubungan intertekstual pada kedua novel terlihat setelah pemahaman mendalam melalui proses uraian tersebut. Berikut ini diuraikan hubungan intertekstual unsur feminisme kedua novel.
Hubungan makna (hipogram) unsur feminisme pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dengan unsur feminis pada novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja dilihat dari tiga segi, yaitu (1) pembagian kerja dalam sistem ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, dan (3) kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan reproduksi seksualitas dan biologis. Namun, sebelum dijelaskan secara rinci berikut tabel penyajian yang menunjukkan bahwa tokoh Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe ber-hipogram dengan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja dalam segi unsur feminisme.
Untuk memahami lebih sederhana hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel hipogram berikut ini.

Tabel Hipogram  Unsur Feminisme pada Novel Diary Sang Kembang Malam Karya Agung Webe dan Novel Catatan Sang Model Karya Novanka Raja

No.
Unsur Feminisme
Novel “DSKM”
Novel “CSM”
1.
Pembagian Kerja dalam Sistem Ekonomi
-          Gita
-          Tidak mapan
-          Fatia
-          Tidak mapan
-          Jupri
-          Penipu, Pemeras dan Penindas
-          Tidak mapan
-          Ayah Fatia
-          Penindas
-          Mapan
-          PSK
-          Model
2.
Sistem Pendidikan dan Pemerintahan
-          Gita putus sekolah
-          Fatia menyelesaikan pendidikan dengan baik
-          Sukses sebagai PSK
-          Sukses sebagai Model
-          Nita (Pendukung)
-          Ibu Fatia (Pendukung)
-          Pak Semar (Penuntun)
-          Ayah Fatia (Penuntun)
-          Memiliki hak pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya
-          Memiliki hak pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya
3.
Kodrat Identias Jenis Kelamin serta Hubungan Reproduksi Seksualitas dan Biologis
-          Gita
-          Fatia
-          Jupri (Pelaku Pelecehan)
-          Tokoh 1 (Pelaku Pelecehan)
-          Pak james (Pelaku Pelecehan)
-          Laki-laki 1 (Pelaku Pelecehan)
-          Mengalami ketidak adilan seksual secara fisik
-          Mengalami pelecehan seksual fisik dan non-fisik

Tabel di atas menunjukkan adanya hipogram (hubungan makna) unsur feminisme yakni (1) pembagian kerja dalam sistem ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, dan (3) kodrat identias jenis kelamin serta hubungan reproduksi seksualitas dan biologis pada tokoh Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja.

2.      Pembahasan
Pembahasan penelitian ini difokuskan pada tiga aspek yang dikemukakan di atas untuk melihat hipogram unsur feminis yang terdapat dalam novel.



1)      Pembagian Kerja dalam Sistem Ekonomi
Mengacu pada tabel hipogram di atas ditentukan beberapa aspek/unsur feminisme yang berhipogram dari sisi pembagian kerja dalam sistem ekonomi yaitu (1) Gita berhipogram dengan Fatia, (2) Gita tidak mapan berhipogram dengan Fatia tidak mapan, (3) Jupri berhipogram dengan Ayah Fatia, (4) Jupri penipu, pemeras dan penindas berhipogram dengan ayah Fatia yang penindas, (5) Jupri tidak mapan berhipogram dengan Ayah Fatia yang mapan, (6) PSK berhipogram dengan model.
Hubungan makna (hipogram) dalam pembagian kerja dan sistem ekonomi di atas dapat dijelaskan bahwa tokoh Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe berhipogram dengan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja yang terjadi adalah mereka mengalami nasib yang sama yakni, masih dalam pengaruh patriarki atau di bawah kekuasaan laki-laki. Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe mengalami pengaruh patriarki laki-laki yakni sikap yang dilakukan oleh Jupri terhadapnya. Jupri menentukan apa yang harus dilakukan oleh Gita tanpa melalui kesepakatan. Begitu pula dengan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Keinginanya menjadi model kandas karena ayahnya tidak pernah menyetujui hal tersebut. Seberapa pun Fatia meyakinkan ayanya masih tetap kokoh menolak. Ideologi patriarki masih kerap terjadi dalam kehidupan perempuan. Bahkan pada tokoh utama perempuan kedua novel tersebut. Para perempuan tidak pernah mendapatkan hak untuk menjadi dirinya sendiri dan menentukan pilihannya sendiri. Bahkan dalam hal bagaimana serta pekerjaan apa yang sesuai para perempuan masih mempertimbangkan keputusan laki-laki tanpa mampu memilih dan menjadi dirinya sendiri.
Tokoh Gita dalam novel Diary sang Kembang Malam karya Agung Webe dan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja merupakan dua tokoh yang tidak mapan dari sisi ekonomi. Ketidakmapanan Gita berawal ketika ayahnya pergi meninggalkannya dan keluarganya demi perempuan lain. Keluarga Gita menjadi susah ketika ayahnya pergi meninggalkannya serta ibu dan adiknya. Saat itu Gita masih duduk di bangku kelas dua SMA, usaha yang dimiliki oleh ayahnya berkembang pesat. Namun, ayahnya pergi meninggalkan keluarganya demi menikahi perempuan lain tanpa memberi kabar dan tanpa kembali lagi. Sejak saat itu ibunya sering sakit-sakitan, adiknya membutuhkan uang banyak unrtuk biaya makan dan kehidupan sehari-hari. Ini membuat Gita sangat sedih dan terpukul, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan bekerja di kota.
Tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja yang juga digambarkan sebagai tokoh yang tidak mapan. Fatia muda yang menginginkan ia menjadi apa yang dicita-citakan namun hal itu mustahil ia lakukan. Ia selalu mengikuti apa yang menjadi kehendak kedua orang tuanya, terutama ayahnya sebagai kepala keluarga. Fatia yang saat itu masih duduk di bangku SMA. Belum memiliki pekerjaan dan masih menggantungkan hidupnya kepada keluarganya. Ia juga membutuhkan bantuan kedua orang tuanya dalam kencukupi kebutuhan pendidikannya, ia tidak mampu melakukan apapun kecuali mematuhi semua peraturan ayahnya sebagai kepala keluarga. Ketidakmapanan keduanya menyebabkan mereka tidak memiliki pilihan selain mematuhi apa yang telah diperintahkan Jupri kepada Gita dan Ayah Fatia kepada Fatia.

2)      Sistem Pendidikan dan Pemerintahan
Mengacu pada tabel hipogram di atas ditentukan beberapa aspek/unsur feminisme yang berhipogram di sisi sistem pendidikan dan pemerintahan yaitu, (1) Gita yang putus sekolah berhipogram dengan Fatia yang mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik, (2) Gita yang sukses menjadi PSK berhipogram dengan Fatia yang sukses sebagai model, (3) Nita berhipogram dengan ibu Fatia sebagai pendukung kesuksesan profesi, (4) Pak Semar berhipogram dengan Ayah Fatia sebagai penuntun berbagai masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan profesiny, (5) Gita berhipogram dengan Fatia dalam hal memiliki hak pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya.
Gita yang putus sekolah dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe berhipogram dengan Fatia yang menyelesaikan sekolahnya dengan baik dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Keduanya merupakan perempuan yang tangguh. Mereka mengalami masalah dengan latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda. Pada dasarnya pendidikan memiliki arti yang sangat luas. Pendidikan dapat berupa perlakuan sebagai teladan. Pendidikan dapat berupa dua jenis yakni, formal dan non-formal. Apapun jenisnya tujuannya tetap satu yakni mendidik pribadi menjadi manusia yang bermoral. Meskipun dengan latar belakang berbeda baik Gita maupun Fatia, mereka sama-sama menjadi perempuan yang profesional serta mampu mengembangkan pola pikir dalam bidang kerja masing-masing.
Gita putus sekolah ketika ia masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Gadis seumur Gita seharusnya dapat menyelesaikan dan mendapatkan pendidikan yang layak. Gadis seusianya belum pantas untuk dipekerjakan. Apalagi ia harus terjerumus sebagai wanita penghibur. Sebuah profesi yang sangat jauh dari kata baik. Gita rela menjual harga pendidikannya dengan sebuah pekerjaan yang kotor. Padahal jika ia mampu mnyelesaikan pendidikannya ia dapat memperoleh pekerjaan yang lebih layak. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak bagi dirinya sendiri baik laki-laki maupun perempuan. Gita mengambil langkah berat untuk meninggalkan sekolahnya demi mencari kerja untuk menjaga keluarganya tetap hidup. Hingga akhirnya ia dijanjikan untuk memperoleh pekerjaan di kota Jakarta. Namun ia ditipu oleh Jupri, orang kepercayaan ibunya. Gita kembali mengambil langkah besar mengawali jalan kehidupannya. Penipuan yang dilakukan oleh Jupri menjerumuskan dirinya dalam dunia gelap.

3)      Kodrat Identitas Jenis Kelamin serta Hubungan diantara Reproduksi Seksualitas dan Biologis
Tabel hipogram di atas ditentukan beberapa aspek/unsur feminisme yang berhypogram di sisi sistem pendidikan dan pemerintahan yaitu (1) Gita berhipogram dengan Fatia mengalami nasib yang sama tentang perlakuan seksual, (2) Jupri berhipogram dengan Tokoh 1 sebagai pelaku pelecehan, (3) Pak James berhipogram dengan Laki-laki 1 sebagai pelaku pelecehan, (4) Gita mengalami pelecehan seksual secara fisik berhipogram dengan Fatia yang mengalami pelecehan seksual secara fisik dan non-fisik. Dalam hal kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan diatara reproduksi seksualitas dan biologis Gita dan Fatia mengalami hal yang sama yakni, tidak mendapat hak penuh atas kepemilikan tubuh.
            Tokoh Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe berhipogram dengan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja dalam mengalami pelecehan seksual. Gita tidak cukup ditipu oleh Jupri namun ia juga dilecehkan secara fisik. Begitu pula dengan perlakuan Pak James terhadapnya. Begitu pula dengan Fatia, profesinya sebagai model profesional berfikir bahwa semua orang yang bekerja bersamanya juga memiliki sikap profesionalitas. Namun sayang, harapan tersebut mengecewakannya. Ia menngalami pelecehan seksula non-fisik oleh asisten fotografer tempatnya melaksanankan pemotretan. Tidak hanya itu, ia juga dilecehkan secara fisik oleh laki-laki yang tidak ia kenali ketika perayaan pesta setelah peragaan busana.
            Jupri dan Tokoh I adalah dua tokoh yang sama-sama melkaukan pelecehan terhadap Gita dan Fatia. Jupri melecehkan Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan Tokoh I melecehkan Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja.
Jupri adalah laki-laki yang tega melecehkan Gita. Tidak cukup hanya dengan menipu dan menjadikannya sebagai perempuan simpanan, ia juga dipaksa untuk melayani Jupri sebagai uang tutup mulut atas profesinya agar tidak sampai di telinga ibunya yang sakit-sakitan. Gita tidak memiliki pilihan lain untuk saat itu, ia pasrah dengan apa yang dilakukan Jupri kepada dirinya.

E.     Penutup
Kajian intertekstual dalam penelitian ini difokuskan pada unsur feminisme yang terdapat pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Unsur-unsur feminisme  yang dihubungkan antara lain, (1) pembagian kerja dalam sistem ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, dan (3) kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan di antara reproduksi seksualitas dan biologis.
Hubungan intertekstual dalam pembagian kerja dan sistem ekonomi pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja, yakni (1) Gita berhipogram dengan Fatia, (2) Gita tidak mapan berhipogram dengan Fatia tidak mapan, (3) Jupri berhipogram dengan Ayah Fatia, (4) Jupri penipu, pemeras dan penindas berhipogram dengan ayah Fatia yang penindas, (5) Jupri tidak mapan berhipogram dengan Ayah Fatia yang mapan, (6) PSK berhipogram dengan model. Gita dan Fatia adalah dua tokoh yang mengalami nasib yang sama. Ketidakmapanan keduanya menyebabkan mereka tidak berdaya. Perlakukan Jupri kepada Gita dan ayah Fatia kepada Fatia akhirnya membentuk pribadi yang baru pada keduanya (Gita dan Fatia). Gita telah ditipu oleh Jupri hingga terjerumus menjadi seorang PSK, tidak cukup dengan menipu Jupri juga memeras dan menindas Gita. Sementara Fatia, cita-citanya yang ingin menjadi seorang model kandas karena tidak pernah mendapat restu dari ayahnya.  Penindasan yang dialami keduanya membuat Gita dan Fatia menjadi pribadi yang tangguh.
Hubungan intertekstual dalam sistem pendidikan dan pemerintahan pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja, yakni (1) Gita yang putus sekolah berhipogram dengan Fatia yang mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik, (2) Gita yang sukses menjadi PSK berhipogram dengan Fatia yang sukses sebagai model, (3) Nita berhipogram dengan ibu Fatia sebagai pendukung kesuksesan profesi, (4) Pak Semar berhipogram dengan Ayah Fatia sebagai penuntun berbagai masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan profesiny, (5) Gita berhipogram dengan Fatia dalam hal memiliki hak pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya. Gita dan Fatia memiliki latar belakang yang berbeda. Gita putus sekolah demi mencari nafkah karena ayahnya yang pergi meninggalkannya dan keluarganya. Sementara Fatia mampu menyelesaikan sekolahnya dengan sangat baik. Namun Gita ditipu hingga menjadi seorang PSK di kota besar. Dan Fatia, setelah ayahnya meninggal ia kembali merajut cita-citanya untuk menjadi seorang model. Baik Gita maupun Fatia menjadi perempuan yang sukses dan profesional dalam pekerjaan bidang masing-masing. Gita dibantu oleh Nita untuk menjadi pelacur yang profesional. Sementara Fatia selalu didukung oleh sosok ibunya disetiap kesuksesan karirnya sebagai seorang model. Kesuksesan yang mereka alami bukan berarti bahwa mereka terbebas dari berbagai masalah, hingga keduanya tumbuh menjadi perempuan yang tangguh. Hal tersebut juga tidak luput dari dukungan oleh Pak Semar kepada Gita dan Ayah Fatia kepada Fatia. Pada akhirnya kedua tokoh tersebut memiliki hak atas dirinya. Memiliki hak untuk menentukan masa depan dan jati diri masing-masing baik Gita maupun Fatia.
Hubungan intertekstual dalam kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan diantara reproduksi seksualitas dan biologis pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja, yakni (1) Gita berhipogram dengan Fatia mengalami nasib yang sama tentang perlakuan seksual, (2) Jupri berhipogram dengan Tokoh 1 sebagai pelaku pelecehan, (3) Pak James berhipogram dengan Laki-laki 1 sebagai pelaku pelecehan, (4) Gita mengalami pelecehan seksual secara fisik berhipogram dengan Fatia yang mengalami pelecehan seksual secara fisik dan non-fisik. Dalam hal kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan diatara reproduksi seksualitas dan biologis Gita dan Fatia mengalami hal yang sama, yakni tidak mendapat hak penuh atas kepemilikan tubuh. Jupri dan Pak James melakukan pelecehan seksual secara fisik kepada Gita, mereka tidak memberikanya pilihan ataupun hak atas kepemilikan tubuhnya. Begitupun dengan Fatia Tokoh I dan Laki-laki I telah melecehkan Fatia baik secara non-fisik dan secara fisik. Namun perbedaan keduanya terletak pada Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam, penipuan dan penindasan yang dilakukan oleh jupri membuatnya menjadi pelacur yang profesional. Gita kembali mendapatkan jati dirinya. Ia kembali mampu menguasai dirinya. Hal tersebut terlihat ketika ia mampu mengendalikan laki-aki yang ia kencani.

Daftar Pustaka

Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka  Pelajar.

Faruk. 1997. “Selayang Pandang Reproduksi Gender di Indonesia”. Dalam Humaniora, 6 (Oktober-November). Yogyakarta.

Kristeva, Julia. 1980. Desire in Langue:a Semiotic Approach to Literature and Art. Columbia University Press: Columbia.

Nurgiyantoro, Burhan.1994. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Raja, Novanka. 2013. Catatan Sang Model. Cetakan I. Jakarta: Rumahku Istanaku.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra, Teori, Metode dan Teknik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar (Online http://www.google.com/url).

__________. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.   

Riffatere,Michael. 1978. Semiotic of Poetry. Indiana University Press: Bloomington dan London.

Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu Media dan UMM Press.

Sugihastuti. 2013. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar dalam Basis, 12 (Desember, XL). Yogyakarta.

Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: penerbit Ombak.

Teew, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Wiyatmi. 2012. Kritik Sastra Feminis (Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia). Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Webe, Agung. 2012. Diary Sang Kembang Malam, cet. Ke-1. Yogyakarta: Pohon Cahaya.

No comments :

Post a Comment