KAJIAN INTERTEKSTUAL UNSUR FEMINISME
NOVEL DIARY SANG
KEMBANG MALAM KARYA AGUNG WEBE
DAN NOVEL CATATAN SANG MODEL KARYA NOVANKA RAJA
Samsuddin, S.Pd., M.Hum
Pos-el: s4ml4str4@gmail.com
Kiki Nuliana Ningsih
ABSTRAK
Teori
intertekstual Memandang bahwa tidak ada satu pun dari karya sastra yang
benar-benar mandiri tanpa ada sebuah pengaruh dari karya sastra lain. Begitu
pula dengan karya sastra dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kajian intertekstual unsur feminisme novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja.
Penelitian kedua novel tersebut difokuskan pada kajian intertekstual unsur
feminisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa teknik baca catat.
Teknik analisis data menggunakan teknik kajian isi dan menganalisis struktur
pada kedua novel yang difokuskan pada fakta cerita. Hasil penelitian menunjukkan,
(1) hubungan intertekstual dalam pembagian kerja dan sistem ekonomi pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung
Webe dan novel Catatan Sang Model
karya Novanka Raja, yakni (a) Gita berhipogram dengan Fatia, (b) Gita tidak
mapan berhipogram dengan Fatia tidak mapan, (c) Jupri berhipogram dengan Ayah
Fatia, (d) Jupri penipu, pemeras dan penindas berhipogram dengan ayah Fatia
yang penindas, (e) Jupri tidak mapan berhipogram dengan Ayah Fatia yang mapan,
(f) PSK berhipogram dengan model, (2) hubungan intertekstual dalam sistem
pendidikan dan pemerintahan pada novel Diary
Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja, yakni (a) Gita yang putus
sekolah berhipogram dengan Fatia yang mampu menyelesaikan pendidikan dengan
baik, (b) Gita yang sukses menjadi PSK berhipogram dengan Fatia yang sukses
sebagai model, (c) Nita berhipogram dengan ibu Fatia sebagai pendukung
kesuksesan profesi, (d) Pak Semar berhipogram dengan Ayah Fatia sebagai
penuntun berbagai masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan profesinya, (e)
Gita berhipogram dengan Fatia dalam hal memiliki hak pilih untuk menentukan
masa depan dan menemukan jati dirinya, (3) Hubungan intertekstual dalam kodrat
identitas jenis kelamin serta hubungan diantara reproduksi seksualitas dan
biologis pada novel Diary Sang Kembang
Malam karya Agung Webe dan novel Catatan
Sang Model karya Novanka Raja, yakni (a) Gita berhipogram dengan Fatia
mengalami nasib yang sama tentang perlakuan seksual, (b) Jupri berhipogram
dengan Tokoh 1 sebagai pelaku pelecehan, (c) Pak James berhipogram dengan
Laki-laki 1 sebagai pelaku pelecehan, (e) Gita mengalami pelecehan seksual
secara fisik berhipogram dengan Fatia yang mengalami pelecehan seksual secara
fisik dan non-fisik.
Kata kunci: novel, unsur feminisme, intertekstual
A. Pendahuluan
Novel Diary Sang Kembang Malam mengisahkan
sosok tokoh perempuan yang kokoh dalam menghadapi segala perangai masalah yang
terjadi dalam kehidupan. Gita memiliki pribadi yang unik. Ia terlahir dari
keluarga yang pada mulanya serba kecukupan. Namun, sejak ayahnya pergi
meninggalkan Gita, ibu dan adiknya demi perempuan lain hidup mereka menjadi
susah. Ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan rela mencari nafkah demi
kelangsungan hidup keluarganya. Malang nasib Gita. Ia dijanjikan akan bekerja
sebagai Pramuniaga ternyata dipekerjakan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial). Ia
telah ditipu. Berulang kali ia meyakinkan dirinya untuk menolak pekerjaan yang
hina tersebut. Namun, disisi lain ia kembali teringat akan nasib ibu dan
adiknya di kampung halaman. Hingga akhirnya ia memutuskan menekuni pekerjaannya
untuk menjadi pelacur yang profesional. Dalam menjalani profesi sebagai
“kembang malam”, Gita mengalami berbagai masalah dan cobaan dalam hidupnya.
Sehingga menjadikan dirinya sebagai sosok wanita yang kuat dan tegar.
Mematahkan pandangan orang lain tentang buruknya seorang wanita penghibur, ia
percaya bahwa setiap orang seburuk apapun itu punya kesempatan yang sama.
Perempuan ingin dihargai bahkan ketika mereka dalam drajat yang paling terendah
sekalipun, memiliki kehidupan yang layak, pendamping sesuai dengan apa yang ia
inginkan. Bahkan seorang pelacur pun bukan berarti mereka menjual tubuh beserta
jiwanya.
Novel lain yang juga mengisahkan sisi kehidupan wanita adalah Catatan Sang Model karya Novanka Raja.
Novel Catatan Sang Model
merepresentasikan perempuan yang superior. Sama halnya dengan tokoh Gita pada
novel Diary Sang Kembang Malam, tokoh
perempuan dalam novel Catatan Sang Model
juga memperlihatkan bantahan anggapan bahwa tidak semua model itu rela
menjajakan dirinya demi sebuah pekerjaan dan
popularitas, menjadi pujaan, terkenal, glamour,
dan tanpa ada tekanan. Justru sebaliknya, menjadi model bukanlah suatu
profesi yang mudah. Terkadang mereka bisa merelakan dirinya demi sebuah
pekerjaan, tidur dengan bos agency model demi popularitas,
mati-matian menjaga kondisi tubuh agar selalu tampak menawan bahkan dengan jalan mengkonsumsi
obat-obatan terlarang.
Kedua Novel di atas tidak hadir sendiri. Kehadiran suatu karya sastra
bisa berawal dari pengaruh dari karya sastra. Hal tersebut tidak dapat
dipungkiri karena pada dasarnya ketika proses penciptaan karya sastra, seorang
pengarang pasti sudah mendapatkan pengaruh dari teks-teks lain yang telah hadir
sebelumnya, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Kajian intertekstual pada kedua novel di atas difokuskan pada unsur
feminisme. Unsur feminisme merupakan teori yang menggabungkan doktrin persamaan
hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak
asasi perempuan, dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan
untuk menciptakan dunia bagi perempuan. Feminisme merupakan ideologi pembebasan
perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis
kelaminnya. Feminisme menawarkan berbagai analisis mengenai penyebab, pelaku
dari penindasan perempuan. Pada pemikiran feminisme yang diinginkan adalah
adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis
maupun dalam karya sastra-karya sastranya.
Unsur-unsur feminis di atas dihubungkan dengan tiga unsur pembangun
karya sastra, yaitu tokoh, latar dan alur. Ketiga unsur tersebut dalam istilah
Stanton disebut fakta cerita. Tokoh, latar dan alur dikaji untuk mengetahui
kehidupan perempuan terkait dengan organisasi ekonomi rumah tangga dan ideologi
kekeluargaan yang menyertainya, yakni; (1) pembagian kerja dalam sistem
ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, (3) kodrat identitas jenis
kelamin serta hubungan di antara reproduksi seksualitas dan biologis. Urain di
atas menunjukkan bahwa kedua novel di atas layak dikaji secara intertekstual.
B. Kajian Pustaka
Ada beberapa aspek yang menjadi kajian pustaka dalam penelitian ini.
Kajian pustaka dimaksudkan untuk mendukung penelitian dengan teori-teori yang
relevan dengan penelitian, seperti dikemukakan berikut ini.
1. Pengertian Novel
Novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul paling akhir jika
dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain. Novel mengisahkan keadaan tokoh
secara kompleks, mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih
mendalam dan halus. Selain tokoh-tokoh,
serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya
lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain. Novel hadir layaknya
karya sastra lain bukan tanpa arti. Novel disajikan di tengah-tengah masyarakat
mempunyai fungsi dan peranan sentral dengan memberikan kepuasan batin bagi
pembacanya lewat nilai-nilai edukasi yang terdapat di dalamnya.
Hal ini telah diungkapkan oleh Goldmann (Saraswati, 2003:87)
mendefinisikan novel merupakan cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan
nilai-nilai otentik di dalam dunia. Novel yang terdegradasi pencarian itu
dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Ciri tematik tampak pada istilah
nilai-nilai otentik yang menurut Goldmann merupakan totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel,
nilai-nilai yang mengorganisasikan sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas.
Fungsi novel pada dasarnya untuk menghibur para pembaca. Novel pada
hakikatnya adalah cerita dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan
memberikan hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Wellek dan Warren
(Nurgiyantoro, 1994:3) membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita,
menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Novel merupakan ungkapan serta
gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai
permasalahan hidup. Dari permasalahan hidup manusia yang kompleks dapat
melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel, pengarang dapat
menceritakan tentang aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk berbagai
perilaku manusia. Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi
permasalahan hidup, novel dapat berfungsi untuk mempelajari tentang kehidupan
manusia pada zaman tertentu.
2. Teori
Intertekstual
Teori intertekstual adalah teori sastra yang berusaha mencari hubungan
interelasi antara teks sastra satu dengan teks sastra yang lain. Intertekstual
merupakan usaha pencarian makna yang dilakukan di luar karya individual, tidak
dibatasi ruang dan waktu. Yang berbicara adalah subjek dengan subjek, sebagai
subjek teks bukan pengarang secara faktual. Intertekstual pada dasarnya adalah
intersubjektivitas (Ratna dalam Sehandi, 167:2014).
Riffatere (dalam Teeuw 1983), mengungkapkan bahwa secara luas interteks
diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain.
Lebih dari itu, teks itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan,
susunan, dan jalinan.
Intertekstual
pertama kali dikembangkan oleh peneliti Prancis, Kristeva dalam esainya
berjudul The Bounded Text dan Word, Dialogue, and Novel.
Pendekatan intertekstual mempunyai prinsip dasar bahwa setiap teks merupakan
satu produktivitas. Teks merupakan satu permutasian teks-teks lain.
Intertekstual memandang teks berada di dalam ruang satu teks yang ditentukan,
teks merupakan bermacam-macam tindak ujaran, teks diambil dari teks-teks lain,
serta teks bersifat tumpang-tindih dan saling menetralkan satu sama lain
(Kristeva, 1980:36-37). Karena itu, teks sastra dibaca dan harus dibaca dengan
latar belakang teks-teks lain; tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh
mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan
tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan, kerangka.
Teori intertekstual merupakan sebuah teori yang berusaha untuk menemukan
hubungan antara satu teks dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, karya sastra
yang baru merupakan sebuah transformasi dari karya sastra sebelumnya. Seorang
pengarang/penulis ketika menulis karyanya sedikit banyak sudah terpengaruh oleh
karya-karya yang lain. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam teks yang sedang
ditulisnya terkadang mengandung teks-teks yang lain. Namun pengarang tidak
semata-mata hanya menjiplak saja, akan tetapi mengembangkan atau merombaknya
menjadi sebuah karya yang baru dengan bahasa dan gaya yang berbeda. Pada
intinya, kajian intertekstual berusaha untuk menemukan aspek-aspek tertentu
yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya sastra yang muncul
kemudian.
3. Feminisme
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang berjuang untuk memperjuangkan
hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Feminisme muncul sebagai akibat
dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan.
Perempuan dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa laki-laki sebagai makhluk
yang kuat, sedangkan kaum perempuan adalah makhluk yang lemah. Hal tersebut
membuat kaum perempuan selalu diremehkan dan dianggap tidak pantas untuk
disejajarkan dengan kaum laki-laki. Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan
yang menuntut kesamaan dan keadilan hak untuk disejajarkan dengan kaum
laki-laki.
Moeliono, dkk. (1998:241) menyatakan bahwa feminisme adalah gerakan kaum
perempuan yang menuntut persamaan hak antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.
Persamaan hak itu meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik,
ekonomi maupun sosial budaya. Feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang
memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan. Jika perempuan sederajat
dengan laki-laki, berarti mereka mempunyai hak menentukan dirinya sendiri
sebagaimana yag dimiliki oleh kaum laki-laki selama ini.
Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya
melawan pranata sosial seperti institusi rumah tangga dan perkawinan, maupun
upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya, melainkan merupakan upaya untuk
mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. Menurut Fakih (Sugihastuti,
2013:63), gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka menuju keadilan
bagi kaum laki-laki dan perempuan.
Kemunculan feminisme diawali dengan gerakan emansipasi perempuan, yaitu
proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah
serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang
dan untuk maju. Orang yang menganut paham feminisme disebut sebagai feminis.
Tokoh yang mendukung emansipasi perempuan disebut tokoh profeminis, sedangkan
yang menentangnya disebut tokoh kontrafeminis.
Feminisme bukan monopoli kaum perempuan, istilah feminisme tidak dapat
dikaitkan dengan istilah feminim sebab
laki-laki yang memiliki sifat feminis pun ada dan dia tidak harus bersifat
kefeminiman. Akan tetapi, banyak feminis laki-laki yang juga dapat menimbulkan
masalah. Ketika ada laki-laki yang menjadi seorang feminis dan memperjuangkan
hak-hak perempuan, hal ini justru tanda bahwa prempuan memang masih merupakan
makhluk yang perlu ditolong orang lain untuk mengentaskannya. Perempuan
seolah-olah ketinggalan dari laki-laki. Sasaran feminisme pun bukan sekedar
masalah gender, melainkan masalah “kemanusiaan” atau memperjuangkan hak-hak
kemanusiaan. Feminisme muncul akibat dari adanya prasangka gender yang
cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan dinomorduakan karena adanya
anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan
itu tidak hanya terletak pada kreteria biologis, melainkan juga sampai pada
kretria sosial-budaya. Perbedaan itu diwakili oleh dua konsep, yaitu jenis
kelamin dan gender. Perbedaan jenis kelamin itu mengacu pada perbedaan fisik,
terutama fungsi rerproduksi, sedangkan gender merupakan interpretasi sosial dan
kultural terhadap perbedaan jenis kelamin. Gender tidak selalu berhubungan
dengan perbedaan fisiologis seperti yang selama ini bnayak dijumpai di dalam
masyarakat. Gender membagi atribut pekerjaan menjadi maskulin dan feminim.
Maskulin ditempati oleh jenis kelamin laki-laki, sedangkan feminim oleh jenis
kelamin perempuan. Konsep ini kemudian melahirkan pemahaman tentang perempuan
dan laki-laki. Perempuan bersifat lembut, cantik, anggun, emosional dan
keibuan; sedangkan laki-laki bersifat kuat, rasional dan perkasa.
Pandangan-pandangan yang seperti ini kemudian menjadikan perempuan menjadi
termarginalkan.
C. Metode
Penelitian
Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang terkait dengan metode
penelitian seperti dikemukakan berikut ini.
1. Metode dan Jenis
Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian
kepustakaan merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan
seperti buku, maupun jurnal penelitian yang terdahulu. Sementara itu, metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
2. Data dan Sumber
Data
Penelitian ini menggunakan data tertulis yang berupa kata, frasa,
kalimat dan paragraf yang mengandung unsur feminis dalam novel Diary Sang Kembang Malam dan Catatan Sang Model. Sumber data dalam
penelitian ini adalah: (1) Novel Diary
Sang Kembang Malam karya Aagung Webe, novel ini terdiri dari 227 halaman,
diterbitkan oleh Percetakan Pohon Cahaya tahun 2012 cetaka pertama, dan (2) Catatan Sang Model karya Novanka Raja, novel ini terdiri
dari 268 halaman, diterbitkan oleh Rumahku Istanaku tahun 2013 cetakan pertama.
3. Teknik
Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data penelitian menggunakan metode baca catat dan
metode kepustakaan. Metode baca catat digunakan sebagai metode yang sangat
sesuai dengan teknik pengumpulan data pada penelitian ini. Metode ini menggunakan
peneliti sebagai instrumen (human
instrument) untuk melakukan kegiatan pembacaan secara cermat, terarah dan
teliti baik terhadap sumber data maupun sumber literatur penelitian. Pembacaan
secara cermat dan teliti bertujuan agar peneliti mengetahui persis data
penelitian yang benar-benar diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.
4. Teknik Analisis
Data
Teknik analisis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah kajian isi
yang meliputi tiga langkah dalam proses penganalisisan, yaitu (1) reduksi data,
(2) penyajian data, (3) penarikan simpulan.
D. Hasil dan
Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Kajian intertekstual difokuskan pada tiga ranah yakni tokoh, latar dan
alur (fakta cerita). Aspek ini diuraikan untuk memperoleh unsur feminisme dalam
novel Diary Sang Kembang Malam karya
Agung Webe dan novel Catatan Sang Model
karya Novanka Raja. Kajian tersebut dilakukan untuk menemukan hipogram
(hubungan makna) yakni hubungan unsur feminisme.
Hubungan intertekstual pada kedua novel terlihat setelah pemahaman mendalam
melalui proses uraian tersebut. Berikut ini diuraikan hubungan intertekstual
unsur feminisme kedua novel.
Hubungan makna (hipogram) unsur feminisme pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung
Webe dengan unsur feminis pada novel Catatan
Sang Model karya Novanka Raja dilihat dari tiga segi, yaitu (1) pembagian
kerja dalam sistem ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, dan (3)
kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan reproduksi seksualitas dan
biologis. Namun, sebelum dijelaskan secara rinci berikut tabel penyajian yang
menunjukkan bahwa tokoh Gita dalam novel Diary
Sang Kembang Malam karya Agung Webe ber-hipogram dengan tokoh Fatia dalam
novel Catatan Sang Model karya
Novanka Raja dalam segi unsur feminisme.
Untuk memahami lebih sederhana hasil penelitian ini dapat dilihat pada
tabel hipogram berikut ini.
Tabel Hipogram Unsur Feminisme pada Novel Diary Sang Kembang Malam Karya Agung
Webe dan Novel Catatan Sang Model
Karya Novanka Raja
No.
|
Unsur Feminisme
|
Novel “DSKM”
|
Novel “CSM”
|
1.
|
Pembagian
Kerja dalam Sistem Ekonomi
|
-
Gita
-
Tidak mapan
|
-
Fatia
-
Tidak mapan
|
-
Jupri
-
Penipu,
Pemeras dan Penindas
-
Tidak mapan
|
-
Ayah Fatia
-
Penindas
-
Mapan
|
||
-
PSK
|
-
Model
|
||
2.
|
Sistem
Pendidikan dan Pemerintahan
|
-
Gita putus
sekolah
|
-
Fatia
menyelesaikan pendidikan dengan baik
|
-
Sukses sebagai
PSK
|
-
Sukses sebagai
Model
|
||
-
Nita
(Pendukung)
|
-
Ibu Fatia
(Pendukung)
|
||
-
Pak Semar
(Penuntun)
|
-
Ayah Fatia
(Penuntun)
|
||
-
Memiliki hak
pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya
|
-
Memiliki hak
pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya
|
||
3.
|
Kodrat
Identias Jenis Kelamin serta Hubungan Reproduksi Seksualitas dan Biologis
|
-
Gita
|
-
Fatia
|
-
Jupri (Pelaku
Pelecehan)
|
-
Tokoh 1
(Pelaku Pelecehan)
|
||
-
Pak james
(Pelaku Pelecehan)
|
-
Laki-laki 1
(Pelaku Pelecehan)
|
||
-
Mengalami
ketidak adilan seksual secara fisik
|
-
Mengalami
pelecehan seksual fisik dan non-fisik
|
Tabel di atas menunjukkan adanya hipogram (hubungan makna) unsur feminisme yakni (1) pembagian kerja dalam
sistem ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, dan (3) kodrat identias
jenis kelamin serta hubungan reproduksi seksualitas dan biologis pada tokoh
Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam
karya Agung Webe dan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja.
2. Pembahasan
Pembahasan penelitian ini difokuskan pada tiga aspek yang dikemukakan di
atas untuk melihat hipogram unsur feminis yang terdapat dalam novel.
1) Pembagian Kerja
dalam Sistem Ekonomi
Mengacu pada tabel hipogram di atas ditentukan beberapa aspek/unsur
feminisme yang berhipogram dari sisi
pembagian kerja dalam sistem ekonomi yaitu (1) Gita berhipogram dengan Fatia,
(2) Gita tidak mapan berhipogram dengan Fatia tidak mapan, (3) Jupri
berhipogram dengan Ayah Fatia, (4) Jupri penipu, pemeras dan penindas
berhipogram dengan ayah Fatia yang penindas, (5) Jupri tidak mapan berhipogram
dengan Ayah Fatia yang mapan, (6) PSK berhipogram dengan model.
Hubungan makna (hipogram) dalam pembagian kerja dan sistem ekonomi di
atas dapat dijelaskan bahwa tokoh Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung Webe berhipogram dengan tokoh
Fatia dalam novel Catatan Sang Model
karya Novanka Raja yang terjadi adalah mereka mengalami nasib yang sama yakni,
masih dalam pengaruh patriarki atau di bawah kekuasaan laki-laki. Gita dalam
novel Diary Sang Kembang Malam karya
Agung Webe mengalami pengaruh patriarki laki-laki yakni sikap yang dilakukan
oleh Jupri terhadapnya. Jupri menentukan apa yang harus dilakukan oleh Gita
tanpa melalui kesepakatan. Begitu pula dengan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja.
Keinginanya menjadi model kandas karena ayahnya tidak pernah menyetujui hal
tersebut. Seberapa pun Fatia meyakinkan ayanya masih tetap kokoh menolak.
Ideologi patriarki masih kerap terjadi dalam kehidupan perempuan. Bahkan pada
tokoh utama perempuan kedua novel tersebut. Para perempuan tidak pernah
mendapatkan hak untuk menjadi dirinya sendiri dan menentukan pilihannya
sendiri. Bahkan dalam hal bagaimana serta pekerjaan apa yang sesuai para
perempuan masih mempertimbangkan keputusan laki-laki tanpa mampu memilih dan
menjadi dirinya sendiri.
Tokoh Gita dalam novel Diary sang
Kembang Malam karya Agung Webe dan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja
merupakan dua tokoh yang tidak mapan dari sisi ekonomi. Ketidakmapanan Gita
berawal ketika ayahnya pergi meninggalkannya dan keluarganya demi perempuan
lain. Keluarga Gita menjadi susah ketika ayahnya pergi meninggalkannya serta
ibu dan adiknya. Saat itu Gita masih duduk di bangku kelas dua SMA, usaha yang
dimiliki oleh ayahnya berkembang pesat. Namun, ayahnya pergi meninggalkan
keluarganya demi menikahi perempuan lain tanpa memberi kabar dan tanpa kembali
lagi. Sejak saat itu ibunya sering sakit-sakitan, adiknya membutuhkan uang
banyak unrtuk biaya makan dan kehidupan sehari-hari. Ini membuat Gita sangat
sedih dan terpukul, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sekolah
dan bekerja di kota.
Tokoh Fatia dalam novel Catatan
Sang Model karya Novanka Raja yang juga digambarkan sebagai tokoh yang
tidak mapan. Fatia muda yang menginginkan ia menjadi apa yang dicita-citakan
namun hal itu mustahil ia lakukan. Ia selalu mengikuti apa yang menjadi
kehendak kedua orang tuanya, terutama ayahnya sebagai kepala keluarga. Fatia
yang saat itu masih duduk di bangku SMA. Belum memiliki pekerjaan dan masih
menggantungkan hidupnya kepada keluarganya. Ia juga membutuhkan bantuan kedua
orang tuanya dalam kencukupi kebutuhan pendidikannya, ia tidak mampu melakukan
apapun kecuali mematuhi semua peraturan ayahnya sebagai kepala keluarga.
Ketidakmapanan keduanya menyebabkan mereka tidak memiliki pilihan selain
mematuhi apa yang telah diperintahkan Jupri kepada Gita dan Ayah Fatia kepada
Fatia.
2) Sistem
Pendidikan dan Pemerintahan
Mengacu pada tabel hipogram di atas ditentukan beberapa aspek/unsur
feminisme yang berhipogram di sisi
sistem pendidikan dan pemerintahan yaitu, (1) Gita yang putus sekolah
berhipogram dengan Fatia yang mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik, (2)
Gita yang sukses menjadi PSK berhipogram dengan Fatia yang sukses sebagai
model, (3) Nita berhipogram dengan ibu Fatia sebagai pendukung kesuksesan
profesi, (4) Pak Semar berhipogram dengan Ayah Fatia sebagai penuntun berbagai
masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan profesiny, (5) Gita berhipogram
dengan Fatia dalam hal memiliki hak pilih untuk menentukan masa depan dan
menemukan jati dirinya.
Gita yang putus sekolah dalam novel Diary
Sang Kembang Malam karya Agung Webe berhipogram dengan Fatia yang
menyelesaikan sekolahnya dengan baik dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Keduanya merupakan perempuan
yang tangguh. Mereka mengalami masalah dengan latar belakang keluarga dan
pendidikan yang berbeda. Pada dasarnya pendidikan memiliki arti yang sangat
luas. Pendidikan dapat berupa perlakuan sebagai teladan. Pendidikan dapat
berupa dua jenis yakni, formal dan non-formal. Apapun jenisnya tujuannya tetap
satu yakni mendidik pribadi menjadi manusia yang bermoral. Meskipun dengan
latar belakang berbeda baik Gita maupun Fatia, mereka sama-sama menjadi
perempuan yang profesional serta mampu mengembangkan pola pikir dalam bidang
kerja masing-masing.
Gita putus sekolah ketika ia masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Gadis
seumur Gita seharusnya dapat menyelesaikan dan mendapatkan pendidikan yang
layak. Gadis seusianya belum pantas untuk dipekerjakan. Apalagi ia harus
terjerumus sebagai wanita penghibur. Sebuah profesi yang sangat jauh dari kata
baik. Gita rela menjual harga pendidikannya dengan sebuah pekerjaan yang kotor.
Padahal jika ia mampu mnyelesaikan pendidikannya ia dapat memperoleh pekerjaan
yang lebih layak. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang
layak bagi dirinya sendiri baik laki-laki maupun perempuan. Gita mengambil langkah
berat untuk meninggalkan sekolahnya demi mencari kerja untuk menjaga
keluarganya tetap hidup. Hingga akhirnya ia dijanjikan untuk memperoleh
pekerjaan di kota Jakarta. Namun ia ditipu oleh Jupri, orang kepercayaan
ibunya. Gita kembali mengambil langkah besar mengawali jalan kehidupannya.
Penipuan yang dilakukan oleh Jupri menjerumuskan dirinya dalam dunia gelap.
3) Kodrat Identitas
Jenis Kelamin serta Hubungan diantara Reproduksi Seksualitas dan Biologis
Tabel hipogram di atas ditentukan beberapa aspek/unsur feminisme yang
berhypogram di sisi sistem pendidikan
dan pemerintahan yaitu (1) Gita berhipogram dengan Fatia mengalami nasib yang
sama tentang perlakuan seksual, (2) Jupri berhipogram dengan Tokoh 1 sebagai
pelaku pelecehan, (3) Pak James berhipogram dengan Laki-laki 1 sebagai pelaku
pelecehan, (4) Gita mengalami pelecehan seksual secara fisik berhipogram dengan
Fatia yang mengalami pelecehan seksual secara fisik dan non-fisik. Dalam hal kodrat identitas jenis
kelamin serta hubungan diatara reproduksi seksualitas dan biologis Gita dan
Fatia mengalami hal yang sama yakni, tidak mendapat hak penuh atas kepemilikan
tubuh.
Tokoh Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung
Webe berhipogram dengan tokoh Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja dalam mengalami pelecehan
seksual. Gita tidak cukup ditipu oleh Jupri namun ia juga dilecehkan secara
fisik. Begitu pula dengan perlakuan Pak James terhadapnya. Begitu pula dengan
Fatia, profesinya sebagai model profesional berfikir bahwa semua orang yang
bekerja bersamanya juga memiliki sikap profesionalitas. Namun sayang, harapan
tersebut mengecewakannya. Ia menngalami pelecehan seksula non-fisik oleh
asisten fotografer tempatnya melaksanankan pemotretan. Tidak hanya itu, ia juga
dilecehkan secara fisik oleh laki-laki yang tidak ia kenali ketika perayaan
pesta setelah peragaan busana.
Jupri dan Tokoh I adalah dua tokoh
yang sama-sama melkaukan pelecehan terhadap Gita dan Fatia. Jupri melecehkan
Gita dalam novel Diary Sang Kembang Malam
karya Agung Webe dan Tokoh I melecehkan Fatia dalam novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja.
Jupri adalah laki-laki yang tega melecehkan Gita. Tidak cukup hanya
dengan menipu dan menjadikannya sebagai perempuan simpanan, ia juga dipaksa
untuk melayani Jupri sebagai uang tutup mulut atas profesinya agar tidak sampai
di telinga ibunya yang sakit-sakitan. Gita tidak memiliki pilihan lain untuk
saat itu, ia pasrah dengan apa yang dilakukan Jupri kepada dirinya.
E. Penutup
Kajian intertekstual dalam penelitian ini difokuskan pada unsur
feminisme yang terdapat pada novel Diary
Sang Kembang Malam karya Agung Webe dan novel Catatan Sang Model karya Novanka Raja. Unsur-unsur feminisme yang dihubungkan antara lain, (1) pembagian
kerja dalam sistem ekonomi, (2) sistem pendidikan dan pemerintahan, dan (3)
kodrat identitas jenis kelamin serta hubungan di antara reproduksi seksualitas
dan biologis.
Hubungan intertekstual dalam pembagian kerja dan sistem ekonomi pada
novel Diary Sang Kembang Malam karya
Agung Webe dan novel Catatan Sang Model
karya Novanka Raja, yakni (1) Gita berhipogram dengan Fatia, (2) Gita tidak
mapan berhipogram dengan Fatia tidak mapan, (3) Jupri berhipogram dengan Ayah
Fatia, (4) Jupri penipu, pemeras dan penindas berhipogram dengan ayah Fatia yang
penindas, (5) Jupri tidak mapan berhipogram dengan Ayah Fatia yang mapan, (6)
PSK berhipogram dengan model. Gita dan Fatia adalah dua tokoh yang mengalami
nasib yang sama. Ketidakmapanan keduanya menyebabkan mereka tidak berdaya.
Perlakukan Jupri kepada Gita dan ayah Fatia kepada Fatia akhirnya membentuk
pribadi yang baru pada keduanya (Gita dan Fatia). Gita telah ditipu oleh Jupri
hingga terjerumus menjadi seorang PSK, tidak cukup dengan menipu Jupri juga
memeras dan menindas Gita. Sementara Fatia, cita-citanya yang ingin menjadi
seorang model kandas karena tidak pernah mendapat restu dari ayahnya. Penindasan yang dialami keduanya membuat Gita
dan Fatia menjadi pribadi yang tangguh.
Hubungan intertekstual dalam sistem pendidikan dan pemerintahan pada novel
Diary Sang Kembang Malam karya Agung
Webe dan novel Catatan Sang Model
karya Novanka Raja, yakni (1) Gita yang putus sekolah berhipogram dengan Fatia
yang mampu menyelesaikan pendidikan dengan baik, (2) Gita yang sukses menjadi
PSK berhipogram dengan Fatia yang sukses sebagai model, (3) Nita berhipogram
dengan ibu Fatia sebagai pendukung kesuksesan profesi, (4) Pak Semar
berhipogram dengan Ayah Fatia sebagai penuntun berbagai masalah yang mereka
hadapi dalam menjalankan profesiny, (5) Gita berhipogram dengan Fatia dalam hal
memiliki hak pilih untuk menentukan masa depan dan menemukan jati dirinya. Gita
dan Fatia memiliki latar belakang yang berbeda. Gita putus sekolah demi mencari
nafkah karena ayahnya yang pergi meninggalkannya dan keluarganya. Sementara
Fatia mampu menyelesaikan sekolahnya dengan sangat baik. Namun Gita ditipu
hingga menjadi seorang PSK di kota besar. Dan Fatia, setelah ayahnya meninggal
ia kembali merajut cita-citanya untuk menjadi seorang model. Baik Gita maupun
Fatia menjadi perempuan yang sukses dan profesional dalam pekerjaan bidang
masing-masing. Gita dibantu oleh Nita untuk menjadi pelacur yang profesional.
Sementara Fatia selalu didukung oleh sosok ibunya disetiap kesuksesan karirnya
sebagai seorang model. Kesuksesan yang mereka alami bukan berarti bahwa mereka
terbebas dari berbagai masalah, hingga keduanya tumbuh menjadi perempuan yang
tangguh. Hal tersebut juga tidak luput dari dukungan oleh Pak Semar kepada Gita
dan Ayah Fatia kepada Fatia. Pada akhirnya kedua tokoh tersebut memiliki hak
atas dirinya. Memiliki hak untuk menentukan masa depan dan jati diri
masing-masing baik Gita maupun Fatia.
Hubungan intertekstual dalam kodrat identitas jenis kelamin serta
hubungan diantara reproduksi seksualitas dan biologis pada novel Diary Sang Kembang Malam karya Agung
Webe dan novel Catatan Sang Model
karya Novanka Raja, yakni (1) Gita berhipogram dengan Fatia mengalami nasib
yang sama tentang perlakuan seksual, (2) Jupri berhipogram dengan Tokoh 1
sebagai pelaku pelecehan, (3) Pak James berhipogram dengan Laki-laki 1 sebagai
pelaku pelecehan, (4) Gita mengalami pelecehan seksual secara fisik berhipogram
dengan Fatia yang mengalami pelecehan seksual secara fisik dan non-fisik. Dalam hal kodrat identitas jenis
kelamin serta hubungan diatara reproduksi seksualitas dan biologis Gita dan
Fatia mengalami hal yang sama, yakni tidak mendapat hak penuh atas kepemilikan
tubuh. Jupri dan Pak James melakukan pelecehan seksual secara fisik kepada
Gita, mereka tidak memberikanya pilihan ataupun hak atas kepemilikan tubuhnya.
Begitupun dengan Fatia Tokoh I dan Laki-laki I telah melecehkan Fatia baik
secara non-fisik dan secara fisik. Namun perbedaan keduanya terletak pada Gita
dalam novel Diary Sang Kembang Malam,
penipuan dan penindasan yang dilakukan oleh jupri membuatnya menjadi pelacur
yang profesional. Gita kembali mendapatkan jati dirinya. Ia kembali mampu
menguasai dirinya. Hal tersebut terlihat ketika ia mampu mengendalikan laki-aki
yang ia kencani.
Daftar Pustaka
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk. 1997. “Selayang Pandang Reproduksi Gender di
Indonesia”. Dalam Humaniora, 6
(Oktober-November). Yogyakarta.
Kristeva, Julia. 1980. Desire in Langue:a Semiotic Approach to Literature and Art. Columbia
University Press: Columbia.
Nurgiyantoro, Burhan.1994. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Raja, Novanka. 2013. Catatan Sang Model. Cetakan I. Jakarta: Rumahku Istanaku.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra,
Teori, Metode dan Teknik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar (Online http://www.google.com/url).
__________. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Riffatere,Michael. 1978. Semiotic of Poetry. Indiana University Press: Bloomington dan
London.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu Media dan UMM
Press.
Sugihastuti. 2013. Kritik
Sastra Feminis: Sebuah Pengantar dalam
Basis, 12 (Desember, XL). Yogyakarta.
Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: penerbit Ombak.
Teew, A. 1983. Membaca
dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Wiyatmi. 2012. Kritik
Sastra Feminis (Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia). Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Webe, Agung. 2012. Diary
Sang Kembang Malam, cet. Ke-1. Yogyakarta: Pohon Cahaya.
No comments :
Post a Comment