Tuesday, November 29, 2016

ANALISIS FAKTA CERITA DRAMA BULAN MUDA YANG TERBENAM


FAKTA CERITA NASKAH DRAMA “BULAN MUDA YANG TERBENAM”
KARYA LA ODE BAWA

OLEH
SAMSUDDIN
P1200209001

Program Studi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sembilanbelas November Kolaka

A.      Pendahuluan
Menurut Kleden 1998:14, Pujiharto, 2012:26-27) fakta menunjuk pada hasil dari apa yang sudah dilakukan  dengan suatu tindakan nyata. konsep fakta tersebut pada umumnya menunjuk pada hasil tindakan di dunia nyata. konsep fakta hukum atau fakta sejarah, misalnya menunjuk pada hasil tindakan yang dipercaya pernah sungguh-sungguh terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu dan atau di masa lalu. Fakta itu akan diterima sungguh-sungguh terjadi di dunia nyata sejauh didukung dengan bukti-bukti yang menandai dan validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Pemahaman bahwa fakta menunjuk pada hasil tindakan yang hanya ada di dunia nyata adalah pendapat orang pada umumnya. Namun, pemahaman itu nampaknya didasarkan pada argumentasi yang fokusnya tidak tepat sasaran. Bila diperhatikan secara cermat, yang menjadi titik tekan konsep fakta adalah hasil tindakannya, bukan ruang waktu terjadinya. Dengan pemahaman serupa itu, konsep fakta tentunya bisa dipergunakan untuk menunjuk pada hasil tindakan yang ada di dunia tidak nyata, misalnya di dunia imajinasi yang merupakan ciri khas karya fiksi. Fakta-fakta di dalam dunia imajinasi itu merupakan hasil tindakan pengarang dalam berimajinasi. Karena berkenan dengan dunia imajinasi maka menunjuk pada dunia dalam cerita yang ada dalam cerpen, novel dan drama.
Fakta cerita merupakan dunia yang diorganisasikan dengan baik oleh pengarang. Fakta cerita inilah yang pertama-tama tampak dengan jelas oleh pembaca. Fakta cerita ini terdiri atas tiga elemen, yaitu 1) alur, 2) tokoh dan 3) latar (Stanton, 1965). Secara bersama-sama, tiga elemen ini disebut dengan struktur faktual cerita. disebut struktur faktual karena ketiga elemen tersebut bukan merupakan elemen-elemen yang terpisah, tetapi saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya membentuk pola struktur tertentu yang terorganisasi dengan baik. Disebut tingkatan faktual karena fakta-fakta cerita ini merupakan elemen-elemen yang pertama-tama harus diamati oleh pembaca dalam upaya memahami karya fiksi. Hal itu berarti bahwa membaca karya fiksi merupakan aktifitas yang bertingkat-tingkat. Mengumpulkan fakta dan melihat relasi antara fakta, sebagaimana yang biasa dilakukan dalam aktivitas ilmiah, merupakan tahapan awal yang harus dilakukan. Tahapan selanjutnya setelah memahami fakta cerita dapat dilanjutkan dengan memahami tema, dan mencermati sarana-sarana cerita yang digunakan dalam menyusun fakta-fakta cerita sehingga membentuk pola yang bermakna.
Naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” merupakan salah satu naskah drama yang ditulis oleh La Ode Balawa. Naskah drama ini berkisah tentang adat-budaya masyarakat Buton masa silam khususnya masyarakat Cia-Cia. Secara spesifik naskah drama ini mengisahkan tentang adat istiadat pemilihan pasangan hidup pada masyarakat Cia-Cia waktu itu.
Drama ini diawali dengan suasana keluarga Amangkali menjelang keberangkatan (berlayar). Sejak awal, penulis sudah memunculkan suasana yang mencekam, yaitu dengan jatuhnya kopiah Amangkali. Keadaan ini merupakan gambaran naskah drama yang mencekam dan menegangkan dari awal hingga akhir. Peristiwa jatuhnya kopiah Amangkali pada awal naskah ini merupakan alamat buruk yang akan menimpa keluarga ini. Alamat buruk itu diwujudkan oleh penulis pada dialog dan adegan dalam naskah drama ini.
Drama ini menampilkan Amangkali. Kedua tokoh ini masing-masing mewakili dua budaya yang berbeda meskipun hidup pada masa yang sama. Amangkali sebagai seorang tokoh mewakili orang tua dan budaya masa silam. Hal ini ditandai oleh keteguhan sikap dalam mempertahankan adat dan budaya masa silam. Salah satunya dengan mempertahankan budaya perjodohan dalam keluarganya. Wani sebagai tokoh utama mewakili masyarakat masa kini. Tokoh ini sangat menentang perjodohan yang dilakukan ayahnya. Tokoh ini dalam hal pemilihan jodoh lebih memilih jalan sendiri dengan menentang kehendak ayahnya. Bagi tokoh ini pemilihan jodoh harus ditentukan sendiri sebab dia yang akan menjalani kehidupan rumah tangga kelak.
Naskah drama ini terdiri atas 13 tokoh empat adegan. Ciri khas yang menonjol pada naskah drama ini adalah khazanah kedaerahan yang kental. Beberapa dialog disampaikan dalam bahasa daerah. Naskah drama ini sudah beberapa kali dipentaskan, antara lain 1) dipentaskan oleh mahasiswa Univ. Haluoleo, Kendari angkatan 2000, 2001, 2005, 2007 dan 2009.

B.      Pembahasan
Kajian fakta cerita dalam penelitian ini difokuskan pada unsur-unsur sebagai berikut. 1) Tokoh, Peran dan Karakter, 2) Motif, Konflik Peristiwa dan Alur, 3) Latar dan Ruang. Uraian rinci mengenai unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1.       Tokoh, Peran dan Karakter
Bagian ini diuraikan secara rinci mengenai tokoh, peran dan karakter. Ketiga unsur ini diuraikan satu persatu untuk mendapatkan gambaran rinci mengenai tokoh, peran dan karakter dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa.
Uraian mengenai tokoh dalam penelitian ini diarahkan pada: 1) tokoh berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya dalam cerita, 2) berdasarkan sifat, 3) berdasarkan perwatakannya, 4) berdasarkan perkembangan watak, 5) berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh.
Tokoh dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa adalah sebagai berikut. 1) Juragan Laut, 2) Amangkali, 3) Sora, Inangkali, 4) Nujum, 5) Wani, 6) Bibi, 7) Langkaliti, 8) Para Tamu, 9) Juragan Darat, 10) Duta, 11) Teman 12) Teman 2, 13) La Domai. Tokoh-tokoh di atas diuraikan berdasarkan kriteria berikut ini.

a.       Tokoh Berdasarkan Peranan atau Tingkat Pentingnya dalam Cerita
Berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh utama, 2) tokoh tambahan. Mengacu pada dua kategori tokoh ini, maka tokoh-tokoh dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa dibedakan pula menjadi dua kategori. 1) Amangkali sebagai tokoh utama dan 2) Juragan Laut, Sora, Inangkali, Nujum, Wani, Bibi, Langkaliti, Para Tamu, Juragan Darat, Duta, Teman, Teman 2, dan La Domai sebagai tokoh tambahan.
Amangkali sebagai tokoh utama dalam drama ini sangat penting. Tokoh ini ditampilkan terus-menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita. tokoh ini diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh Amangkali banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh ini sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan. Ia hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting mempengaruhi perkembangan alur.
Juragan Laut, Sora, Inangkali, Nujum, Wani, Bibi, Langkaliti, Para Tamu, Juragan Darat, Duta, Teman, Teman 2, dan La Domai sebagai tokoh tambahan. Sebagai tokoh tambahan, tokoh-tokoh ini dianggap tidak terlalu penting. Tokoh-tokoh ini tidak ditampilkan terus-menerus. Hanya pada adegan-adegan tertentu mejnadi fokus sorotan. Tokoh-tokoh di atas tidak mendominasi cerita. Tokoh ini tidak diutamakan penceritaannya. Ia merupakn tokoh yang tidak banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh-tokoh ini tidak banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Hanya pada bagian-bagian tertentu berhubungan dengan tokoh utama. Tokoh ini kurang menentukan perkembangan alur secara keseluruhan. Ia hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, dianggap tidak penting mempengaruhi perkembangan alur.
Amangkali sebagai tokoh utama dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan empat identitas, yaitu 1) Ama, 2) Aku, 3) Amanda, 4) ayahmu, 5) ayam jantan . Amangkali sebagai Ama didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Juragan Laut
:
Tabe Ama ! (kepada Amangkali). Semua telah hadir. Sebagian disini, sebagian lainnya sudah dahulu kepantai (BMYT:1)
Juragan Darat
:
Maapusau Ama! Barangkali, sudah saatnya kita datangkan ahli nujum (BMYT: 2)
Nujum

:

Disalah letak persoalannya, Ama! Akal budi sering tak berdaya menghalau datangnya badai dari lautan jiwa. Sementara, hal-hal yang kodrati tetap abadi dalam kerahasiaannya (BMYT: 3)



Amangkali sebagai Aku dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali
:
Engkau benar Nujum! Kini baru aku mengerti nujuman itu. Aku menyadari sedalam-dalamnya. (BMYT:3)
Amangkali




:




Diam! Ingat Wani, aku Amangkali ayah kandungmu ini sudah dikenal di seluruh negeri Ciacia ini sebagai Ayam Jantan dari Sangia. Itu lantaran keteguhan dan keberanianku mempertaruhkan darah dan nyawa demi membela nama baik Sangia, keturunan kita! Dan sebagai pewarisku, kewajiban kalianlah untuk menjaganya! (kepada Langkaliti dan Wani). Meskipun….harus nyawa sebagai taruhannya! Ingat itu!! (lalu beranjak keluar dengan kesal) (BMYT: 6)
Amangkali
:
Tidak! Aku Amangkali tidak mungkin mau melangkahi adat leluhur Mata Sangi ini! Apapun alasannya! (BMYT: 13)



Amangkali sebagai Amanda dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Wani
:
Tapi, ananda jauh dari pengertian itu, Amanda! (BMYT: 6)
Langkaliti
:
 (kembali masuk dengan tergopoh-gopoh dan duduk di samping Sora, pamannya sendiri) Tabe, Amanda! (kepada Amangkali) (BMYT: 12)
Langkaliti

:

Ampuni aku Amanda! Ak… Aku tak sassanggup…! (tubuhnya gemetar, jiwanya rusuh oleh pertentangan antara kewajiban terhadap ayahnya dan kasih sayang terhadap adik tunggalnya) (BMYT: 12)



Amangkali sebagai Ayah dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Inangkali






:






Memang benar demikian putriku. Kejadiannya bermula sejak puluhan tahun yang lalu, ketika kamu masih kecil. Ketika ayahmu pergi mencari papan perahu di Sampolawa, secara kebetulan dia berjumpa dengan Amantale sahabat lamanya. Sebelum berpisah, mereka telah mengikat janji untuk menjodohkanmu dengan Lantale putra tunggal Amantale. Jadi, penolakan ayahmu bukan semata-mata lantaran keluarga kita lebih tinggi martabatnya dari pada keluarga La Domai putra Batuatas, melainkan karena ayahmu telah terlanjur mengikat janji. Dan melanggarnya berarti pandara,11) aib bagi keluarga kita putriku (BMYT: 4)
Inamgkali
:
 Soal ikatan lama. Ikatan janji antara Ayahmu dengan Amantale ketika pergi mengambil papan perahu di Sampolawa dahulu (BMYT: 6)
Langkaliti

:

Ampuni aku Amanda! Ak… Aku tak sassanggup…! (tubuhnya gemetar, jiwanua rusuh oleh pertentangan antara kewajiban terhadap ayahnya dan kasih sayang terhadap adik tunggalnya) (BMYT: 12)



Amangkali sebagai ayam jantan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali




:




 Diam! Ingat Wani, aku Amangkali ayah kandungmu ini sudah dikenal di seluruh negeri Ciacia ini sebagai Ayam Jantan dari Sangia. Itu lantaran keteguhan dan keberanianku mempertaruhkan darah dan nyawa demi membela nama baik Sangia, keturunan kita! Dan sebagai pewarisku, kewajiban kalianlah untuk menjaganya! (kepada Langkaliti dan Wani). Meskipun….harus nyawa sebagai taruhannya! Ingat itu!! (lalu beranjak keluar dengan kesal) (BMYT: 6)



Juragan Laut sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan satu identitas, yaitu Juragan. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Inangkali
:
Mengapa semua diam?! Adakah jawaban merisaukan hati? Pamanda! Juragan! Dapatkah semua ini terjawab? (seakan berkata pada diri sendiri) (BMYT: 2)
Amangkali
:
Aku menghargai budimu Juragan! Silakan! (BMYT: 2)



Sora sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan satu identitas, yaitu Sora. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali
:
Itu usul yang baik Sora! Mungkin pemujaan bisa mengurangi timbulnyakorban yang lebih besar dari amuk keris pusaka Mata Sangia (BMYT: 14)



Inangkali sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan satu identitas, yaitu Inangkali. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali
:
Inangkali!!! Wani…Waniii!!!! (seraya mengehentakkan kakinya kelantai) (BMYT: 3)
Amangkali


:


ada apaaa! (sambil menuding berkali-kali ke arah Inangkali dan Bibi pengasuh Wani). Kemana saja putri tunggalmu selama ini! Ke mana! Dan kau, kau kapeleu (kepada bibi pengasuh Wani), adat orang laut mana yang telah kau ajarkan pada kemanakanmu ini?! Jaaawab!!! (3)
Wani

:

(sambil berusaha melawan rasa sakit dengan bersandar di dada kakaknya, Langkaliti) Ngkangkali… Sassampaikan Perpermohonan maafku pap…pada Ammanda… dad dan inannda! Yaa…! Sesselamat… tit… titttinggaaal (BMYT:15)



Nujum sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan satu identitas, yaitu nujum. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Nujum 



:



Tabea sawuta kita! (lalu mencabut keris pusaka, musik sacral mengiringi Nujum dalam kondisi trens). Nabhita naipua esok atau lusa bintang timur akan kehilangan titik cahayanya. Ini suatu pertanda, perahu-perahu pelaut tidak sanggup menghadapi amukan badai dari jiwa, hingga penderitaan merantau diri. Sedang tumbalnya, hanya mah…ko…ta! (BMYT: 2)



Wani sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan dua  identitas, yaitu Wani, Wa Nurani, putri Amangkali dan dinda. Tokoh Wani sebagai Wani didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali
:
Inangkali!!! Wani…Waniii!!!! (seraya mengehentakkan kakinya kelantai) (BMYT: 3)
Amangkali


:


ada apaaa! (sambil menuding berkali-kali ke arah Inangkali dan Bibi pengasuh Wani). Kemana saja putri tunggalmu selama ini! Ke mana! Dan kau, kau kapeleu (kepada bibi pengasuh Wani), adat orang laut mana yang telah kau ajarkan pada kemanakanmu ini?! Jaaawab!!! (BMYT: 13)
Wani


:


Dengarkanlah Waopu! Aku Wa nurani, putri Amangkali, hari ini mengikat sumpah di bawah tujuh lapis langit di atas tujuh lapis bumi, bahwa tidak akan ada yang sanggup memisahkan aku dengan La Domai baik dalam suka dan duka maupun dalam hidup dan mati! (BMYT: 11)
Wani


:


Dengarkanlah Waopu! Aku Wa nurani, putri Amangkali, hari ini mengikat sumpah di bawah tujuh lapis langit di atas tujuh lapis bumi, bahwa tidak akan ada yang sanggup memisahkan aku dengan La Domai baik dalam suka dan duka maupun dalam hidup dan mati! (BMYT: 11)
Amangkali
:
Apaaa??? Wani lari dengan La Domai??? Tidaaak (tubuhnya bergetar, biji matinya melotot lantaran amarah!) (BMYT:12)



Tokoh Wani sebagai dinda dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa didukung oleh kutipan sebagai berikut.
La Domai
:
Kalau itu memang benar, Dinda!? (BMYT: 10)
La Domai
:
Apakah arti kesetiaan Dinda, kalau tungkai hati akhirnya kan patah jua!(BMYT: 10)
La Domai
:
Baiklah Dinda, nantikanlah kedatanganku pada 17 hari bulan di langit! (Lalu dengan menguatkan hati berjalan pergi meninggalkan Wani) (BMYT:11)



Bibi sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan dua identitas, yaitu Bi dan Bibi. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Wani
:
Ngkali, kapan kanda Ngkaliti tiba dari pelayaran Bi? (BMYT: 5)
Wani

:

Oh, betapa malang nasibku ini Bibi! (bersandar lesu di pangkuan bibinya). Alangkah tak berdaya diriku saat ini. Diriku bukan lagi milik jiwaku. Peluklah diriku erat-erat Bi, jangan sampai kegelapan malam mengantar perjalanan nasibku kearah lain (BMYT: 5)
Amangkali
:
Bibi, ada apa ini sebenarnya (BMYT: 12)



Langkaliti sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan empat identitas, yaitu Putraku, kakak, Ngkali, Ngkaliti. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Inangkali
:
Kuuurumaaai…, kodhadhi koomuru ana`u! 14) selamat panjang umur putraku! (BMYT: 5)
Inangkali

:

(Sambil mengusap-usap ubun-ubun putranya). Eee…Waopu!17) Ampunilah putraku ini. Berilah ia umur yang panjang, jalan yang lurus, ketinggian akal budi, dan rejeki baik yang melimpah! (BMYT: 5)
Amangkali
:
Syukurlah kalau begitu putraku (BMYT: 5)
Wani

:

Mafaafkanlah dinda kakak, apakah dicintai dan mencintai itu adalah kesalahan? Bukankah cinta itu roh kehidupan yang sangat pribadi dan rahasia pada diri setiap manusia (MBYT: 6)
Wani


:


Ngkaliti, kakakku…(seraya berusaha menegarkan jiwanya yang hampir putus asa)sudikah kau memaafkan adikmu yang malang ini? betapa berat menjalani takdir sebagai perempuan di negeri ini kakak! Oh, waopu, semoga ajal segera mengiringi perjalananku ke alam sana….!
Wani

:

Ngkali, Ngka….Ngkaliti ! (mendengar panggilan adik yang amat dasayanginya ini, Langkaliti segera berbalik dan mendekati Wani yang terkulai lemas dalam pelukan Bibinya) (MBYT: 7)
Amangkali
:
Ngkaliti… ! Ngkaliti…! (BMYT: 12)
Amangkali


:


Ngkaliti, putra Sangia, lihatlah kemari! (seraya dengan sangat hati-hati meloloskan keris pusaka dari sarungnya, lalu mencium dan mengacungkannya ke atas) kini keris pusaka mata Sangia telah keluar dari hulunya, pantang disarungkan sebelum nywa La Domai dan nyawa adikmu, Wani, darah dagingku sendiri, terpisah dari tubuhnya! (BMYT: 12)



Juragan Darat sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan satu identitas, yaitu Juragan. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali
:
Menghadapi kematian aku tak gentar sedikitpun, Juragan! Kecuali kodrat yang mengiringi perjlananku ke arah lain (BMYT: 1)
Amangkali
:
Aku menghargai budimu Juragan! Silakan! (BMYT: 2)
Koeleano
:
Itu sudah pasti, juragan! (BMYT: 9)



La Domai sebagai tokoh tambahan sebagai tokoh tambahan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa ditampilkan oleh penulis dengan empat identitas, yaitu kak, kanda, Putra Pulau Karang. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Wani
:
Oooh, kak…kak kau…La Domai (BMYT: 10)
Wani
:
Kanda! Alangkah sia-sianya hatiku merangkai kesetiaan selama ini (BMYT: 11)
Wani
:
Kalau tungkai patah, janganlah kumbang pindah berpijak, Kanda (BMYT: 11)
Wani
:
(duduk bersimpuh) La Domai Putra Pulau Karang, berpalinglah ke mari, tataplah aku dalam-dalam dengan hati sanubarimu! (BMYT: 11)
Wani
:
Kanda La Domai, keraguan adalah musuh kesetian! (BMYT: 11)
Wani
:
Kakandaku La Domai! (La Domai yang hampir menghilang dari pandangan Wani spontan berhenti dan berpaling kearah Wani) (BMYT: 11)
Wani

:
Itulah yang aku harapkan Kanda! Biarlah waktu dan maut yang jadi saksi: Siapakah di antara kita yang sanggup membuktikan kata-katanya kelak? (BMYT: 11)
b.       Tokoh Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifat tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh protagonis, dan 2) tokoh antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh yang sengaja diciptakan oleh pengarang untuk mengemban nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kemanusiaan dan cita-cita luhur manusia. Tokoh ini selalu diperhadapkan dengan berbagai macam rintangan, baik rintangan yang berasal dari dalam dirinya maupun rintangan yang berasal dari luar dirinya. Rintangan yang berasal dari dalam dirinya bisa berupa rasa gusar, takut, kwatir tentang keselamatannya, perasaan tidak aman dan selalu was-was. Rintangan yang berasal dari luar dirinya dapat berupa ancaman, gangguan, halangan dan rintangan yang sengaja dilakukan oleh pihak yang tidak menginginkan nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kemanusia dan cita-cita luhur manusia tegak di muka bumi ini.
Tokoh antagonis pada sisi lain. Merupakan tokoh yang sengaja diciptakan oleh pengarang untuk menghalangi nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kemanusiaan dan cita-cita luhur manusia diwujudkan. Tokoh ini selalu melakukan macam rintangan ancaman, gangguan, halangan dan rintangan untuk menghalagi tokoh yang mengemban nilai luhur kemanusiaan. Tokoh ini tidak menginginkan nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kemanusia dan cita-cita luhur manusia tegak di muka bumi ini.
Mengacu pada kriteria ini, tokoh dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa dipilah menjadi dua bagian, yaitu 1) Juragan Laut, 2) Amangkali, 3) Sora, Inangkali, 4) Nujum, 5) Duta sebagai tokoh protagonis dan 1) Wani, 2) La Domai sebagai tokoh antagonis. Di antara tokoh-tokoh tersebut, penulis mengambil salah satu sebagai simbol protagonis, yaitu Amangkali. Tokoh ini merupakan individu yang diciptakan pengarang untuk mempertahankan nilai-nilai kebenaran, kemanusia dan cita-cita luhur manusia. Dalam hal ini nilai kebenaran, kemanusia dan cita-cita luhur manusia yang telah dibangun oleh Amangkali dengan kenalan lamanya, Amantale untuk menyatukan buah hati mereka dalam ikatan keluarga. Ikatan keluarga ini dibangun oleh kedua orang tua ini ketika mereka bersama-sama mengambil kayu untuk papan perahu di Sampolawa. Ikatan ini dibangun oleh kedua orang tua ini ketika mereka masih kecil.
Waktu terus bergerak maju seiring semakin tumbuh dewasanya anak-anak. Ketika sampai waktu perjanjian itu, kedua keluarga ini bertemu untuk mewujudkan janji yang telah dibangun sejak dulu.
Tanpa mengetahui ikatan yang telah dibangun oleh ayahnya sejak dulu, Wani mengikat janji dengan seorang laki-laki tambatan hatinya, La Domai namnya. Ikatan ini tidak dibangun oleh pertimbangan asal-usul dan strata sosial La Domai, dalam istilah La Ode Balawa Putra Pulau Karang. Inilah yang menjadi malapetaka besar yang menimpa keluarga Amangkali.
Mengetahui ikatan yang dibangun oleh purtinya, Amangkali berusaha untuk mengembalikan Wani pada kodratnya sebagai seorang perempuan berdarah biru. Ikatan cinta yang dibangun oleh Wani dengan La Domai lebih kokoh daripada silsilah keluarga dan strata sosial.
Sikap Wani menyebabkan kemarahan besar Ayahnya. Amangkali yang telah bertekat menyatukan putrinya dengan dengan putra Amantale menganggap dipermalukan. Dia mengambil tindakan kesatria hendak membunuh Putrinya. Harapan ini tercapai. Dengan menggunakan Keris Pusaka Mata Sangia warisan keluarga, ia berhasil merenggut nyawa Putrinya, Wanurani dan kekasihnya La Domai. Simbol kebesaran keluarga Amangkali tetap tegak di Mata Sangia, meskipun Putri sematawayangnya menjadi tumbalnya.
Tokoh protagonis berhasil mempertahankan nilai kebenaran, kemanusia dan cita-cita luhur manusia yang dipandang benar oleh tokoh ini. Hambatan yang dianggap sebagai penghalang untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan berhasil ditumpas. Kebesaran nama keluarga tetap dapat dipertahankan oleh tokoh ini.
Sisi lain, Wani dan La Domai yang dianggap sebagai tokoh antagonis dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menganggap bahwa apa yang mereka pertahankan juga berada pada sisi yang benar. Memang benar, Amangkali, ayahnya sudah mengikat janji dengan kerabatnya. Akan tetapi, ikatan itu tidak pernah diketahui oleh Wani. Inilah yang menjadi sumber pertentangannya. Pandangan-pandangan Wani mengenai cinta yang menjadi roh kehidupan ini yang paling hakiki dalam hidup ini tidak bisa dipaksakan. Inilah yang tidak pernah dipikirkan oleh ayahnya. Soal perjodohan yang dipikirkan ayahnya jauh dari pikiran Wani.
Dua pandangan ini menyebabkan drama ini sulit untuk menentukan mana yang menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis yang hakiki. Amangkali yang dianggap sebagai tokoh protagonis pada satu sisi mempertahankan nama baik dan kebesaran keluarga di Mata Sangia. Mempertahankan kesucian janji yang telah dibangun. Wani pada sisi lain berusaha mempertahankan kesucian cinta yang telah dibangun bersama La Domai.

c.        Tokoh Berdasarkan Perwatakannya
Berdasarkan perwatakan tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh sederhana, 2) tokoh kompleks. Tokoh sederhana merupakan tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi, satu sifat watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh, ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton hanya mencerminkan satu watak tertentu saja. Watak yang telah pasti, itulah yang mendapat penekakn terus-menerus terlihat dalam fiksi yang bersangkutan. Tokoh sederhana karna hanya satu sisi yang menjadi sorotan, maka tokoh ini mudah dideskripsikan, familiar dan mudah dikenali.
Berbeda halnya dengan tokoh kompleks. Tokoh ini memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupan, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang diformulasikan, namun ia juga dapat menampilkan tingkah laku yang bermacam-macam bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya kadang sulit dideskripsikan secara tepat. Tokoh ini kurang akrab dan tidak dikenal sebelumnya. Tingkah lakunya tak terduga dan memberikan efek kejutan. Berbeda halnya dengan realitas kehidupan manusia yang kadang tak konsisten dan tak berplot.
Mengacu pada dua pembedaan tokoh ini, naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menampilkan Inangkali, Juragan laut, Juragan darat dan Nujum sebagai tokoh sederhana. Inangkali digambarkan sebagai seorang istri yang patuh dan tunduk pada suaminya, Amangkali. Tokoh ini, digambarkan tidak memiliki pertimbangan tertentu dalam hal mengikuti keputusan-keputusan suaminya. Tokoh ini pasrah pada keadaan bahwa dia adalah seorang perempuan yang ditakdirkan sebagai istri Amangkali. Sisi inilah yang menjadi sorotan sepanjang drama ini. tidak ada efek kejutan yang dapat hadir dari setiap tindakan, sifat dan perbuatannya.
Juragan Darat digambarkan sebagai seorang tokoh yang menjadi juragan kepercayaan Amangkali. Tokoh ini digambarkan penulis sebagai tokoh pemberi pertimbangan kepada Amangkali. Tokoh ini bertugas memberi pemaknaan terhadap tanda-tanda alam yang terjadi ketika Amangkali hendak melakukan pelayaran. Sebagai juragan, dia selalu patuh pada setiap tindakan Amangkali. Tokoh ini tunduk dibawah kekuasan Amangkali. Maka apa pun makna tanda yang terjadi pada taunnya, tokoh ini hanya memberi pertimbangan. Tokoh ini tidak berhak memberi keputusan pada makna tanda yang dialami oleh tuannya. Selebihnya, semua keputusan dan tindakan dikembalikan kepada tuannya. Gambaran menenai tokoh ini didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Juragan Darat
:
Apa yang terlukis belum lagi nyata, Ama! Ibarat kematian, kita tidak dapat menentukannya. “Alamat” ini sudah ketentuan sang pencipta (BMYT: 1)
Amangkali

:

Menghadapi kematian aku tak gentar sedikitpun, Juragan! Kecuali kodrat yang mengiringi perjlananku ke arah lain.
 (BMYT: 1)
Jurgan Darat
:
Maapusau Ama!5) Barangkali, sudah saatnya kita datangkan ahli nujum! (BMYT: 2)
Amangkali
:
Aku menghargai budimu Juragan! Silakan! (BMYT: 2)



Juragan Laut, tokoh ini digambarkan sebagai penghulu lautan. Seorang yang memandu ritual sebelum melakukan pelayaran. Tokoh ini merupakan konsultan Amangkali mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan laut dan cuaca. Setiap hendak melakukan pelayaran, Amangkali terlebih dahulu berkonsultasi. Tokoh ini menjadi peramal cuaca dan kondisi lautan sebelum Amangkali melakukan perjalanan di laut. Sisi ini digambarkan dalam drama tanpa mengalami perubahan, sebagai juragan. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Juragan Laut
:
Tabe Ama ! (kepada Amangkali). Semua telah hadir. Sebagian disini, sebagian lainnya sudah dahulu kepantai. (BMYT: 1)
Amangkali









:









(dengan tenang dan berwibawa) Baiklah, marilah semua sama-sama berdoa! (amangkali sendiri lalu meramalkan mantra-mantranya setelah beberapa kali menariknapas dalam-dalam). Aaa….lii…uuu..! (3x). Eee…pindongo isimiu alamu patowalae, langi picu tapi, maicungkuwiau mai torangapiau..Eee…Waopu, isimiumo Waopungaaso benteau ngaaso baluara sau. Isimiumo ngaaso manguluisa’u, ngaaso macimburiis’au. Cumotabuisa’u tabeano maim ia umela. Anenaumaneemia modhaki, mia mimpali iharoau, isimiumo waapungaaso mgnguluisa’u,ngaaso pasino bukuno tumompuno uano pisano bokeno! Bismillah barakati !1) (ketika amangkali berdiri dan melangkah kepintu, tiba-tiba kopiahnya terjatuh. Amangkali dan semua hadirin tersentak kaget dan dicekam kekhawatiran yang luar biasa, seraya serentak berucap “Sooomba Waopu! 2) alamat apakah ini?!”) (BMYT: 1)



Berbeda halnya dengan Amangkali, Wani, La Ngkaliti. Tokoh-tokoh ini digambarkan dengan karakter yang kompleks. Uraian rinci mengenai karakter tersebut adalah sebagai berikut.
Tokoh Amangkali digambarkan sebagai tokoh yang paling disegani dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa. Sebagai tokoh yang disegani, Amangkali berimplikasi pada cara bertutur tokoh-tokoh lain. Hal itu ditunjukan dengan kutipan sebagai berikut.
Juragan Laut
:
Tabe Ama ! (kepada Amangkali). Semua telah hadir. Sebagian di sini, sebagian lainnya sudah dahulu kepantai. (BMYT: 1)



Tabe Ama pada kutipan di atas menunjukan betapa Amangkali adalah tokoh yang paling disegani. Tidak ada tokoh lain yang berani melangkahi ketetapan Amangkali. Semua menunggu seperti menunggu keputusan yang segera akan dijatuhkan. Demikianlah tingginya wibawa Amangkali dalam naskah drama ini.
Meskipun disegani, tokoh ini juga bijaksana dalam menampatkan sesuatu pada tempatnya, mengembalikan sesuatu pada ahlinya. Misalnya, tokoh ini meminta saran pada tokoh-tokoh lain yang dianggap memiliki kompetensi dalam bidangnya. Misalnya, meminta pertimbangan kepada juragan laut sebelum melakukan pelayaran. Melanggil Juragan Darat untuk mengetahui kondisi tanah. Meminta Nujum untuk menerjemahkan alamat yang menimpanya (kopiah jatuh) ketika hendak berdiri menuju ke pantai dan melakukan pelayaran. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali










:










(dengan tenang dan berwibawa) Baiklah, marilah semua sama-sama berdoa! (amangkali sendiri lalu meramalkan mantra-mantranya setelah beberapa kali menariknapas dalam-dalam). Aaa….lii…uuu..! (3x). Eee…pindongo isimiu alamu patowalae, langi picu tapi, maicungkuwiau mai torangapiau..Eee…Waopu, isimiumo Waopungaaso benteau ngaaso baluara sau. Isimiumo ngaaso manguluisa’u, ngaaso macimburiis’au. Cumotabuisa’u tabeano maim ia umela. Anenaumaneemia modhaki, mia mimpali iharoau, isimiumo waapungaaso mgnguluisa’u,ngaaso pasino bukuno tumompuno uano pisano bokeno! Bismillah barakati !1) (ketika amangkali berdiri dan melangkah kepintu, tiba-tiba kopiahnya terjatuh. Amangkali dan semua hadirin tersentak kaget dan dicekam kekhawatiran yang luar biasa, seraya serentak berucap “Sooomba Waopu! 2) alamat apakah ini?!”) (BMYT: 1)
Amangkali




:




(setelah terpana beberapa saat, dengan tangan gemetar memungut kopiahnya dan memakainya kembali dengan gerakan yang lesu, seakan ia tak sanggup menyembunyikan kegugupannya. Tanpa menoleh ia berucap seakan kepada diri sendiri). Sungguh membingungkan. Bencana apalagi yang akan menimpa keluarga ini. Badai panjang telah mengakibatkan pelayaran tertunda semusim lalu. Kini datang lagi “alamat”. “alamat” yang mencekam, mungkin buruk artinya. (BMYT: 1)
Juragan darat
:
Apa yang terlukis belum lagi nyata, Ama! Ibarat kematian, kita tidak dapat menentukannya. “Alamat” ini sudah ketentuan sang pencipta (BMYT: 2)
Juragan Darat
:
Maapusau Ama!5) Barangkali, sudah saatnya kita datangkan ahli nujum!? (BMYT: 2)
Amangkali
:
Aku menghargai budimu Juragan! Silakan! (BMYT: 2)



Kutipan-kutipan di atas jelas menunjukan bahwa Amangkali sebagai tokoh yang bijaksana, menempatkan sesuatu pada tempatnya yang seharusnya. Menghargai keahlian tokoh lain. Meskipun demikian, tokoh-tokoh lain juga menyadari bahwa apapun yang mereka sarankan, semuanya akan kembali pada keputusan Amangkali. Hal itu didukung oeh kutipan sebagai berikut.
Sora
:
Makna apapun yang terungkap, kuncinya hanya terletak pada akal budi dan kearifan Tuanku Amangkali! (BMYT: 2)



Kutipan di atas menunjukan bahwa tokoh Amangkali sangat dijunjung tinggi. Meskipun segala macam persoalan sudah diperdebatkan, tetapi semuanya dikembalikan kepada Amangkali. Betapa dijunjung tingginya tokoh ini.
Tokoh Amangkali tidak mudah percaya pada apapun meskipun itu datang dari nujum kepercayaannya. Tokoh ini menunjukan sikap hati-hati dan waspada pada setiap tindakan yang ingin dilakukannya. Hal ini juga ditunjukkan pada hasil nujuman mengenai peristiwa yang terjadi pada dirinya ketika mengawali doa. Hal itu didukung oleh kutipan di bawah ini.
Nujum



:



Tabea sawuta kita! (lalu mencabut keris pusaka, musik sacral mengiringi Nujum dalam kondisi trens). Nabhita naipua esok atau lusa bintang timur akan kehilangan titik cahayanya. Ini suatu pertanda, perahu-perahu pelaut tidak sanggup menghadapi amukan badai dari jiwa, hingga penderitaan merantau diri. Sedang tumbalnya, hanya mah…ko…ta! (BMYT: 2)
Inangkali
:
Makna apa! Bencana apa! O, Betapa mencekamnya. Soomba Waopu! (BMYT: 2)
Juragan Laut
:
Nujum! Putus kata adalah jiwa kebijakan. Lidah wujud pikiran. Ketetapan adalah wujud hati. Terangkanlah segala rahasia! (BMYT: 2)
Nujum
:
Maapusau juragan? Alamat ini adalah kehendak takdir. (BMYT: 2)
Amangkali
:
Aku merasa ragu nujum!! (BMYT: 2)



Kutipan di atas menunjukan bahwa pada hakikatnya, Amangkali memiliki pendirian yang kuat dalam menghadapi segala sesuatu. Tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain. Meskipun itu adalah kehendak takdir, tokoh ini tetap berusaha meneguhkan keyakinannya.
Tokoh Amangkali memegang teguh janji yang telah diucapkan. Perwujudan janji itu salah satunya adalah dilanjutkan ikatan yang telah dibangun bersama kenalanya ketika mereka bertemu pada saat mengambil papan perahu. Janji ini tetap ditunaikan tanpa mempertimbangkan sikap dan keputusan Wani. Hal ini didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Sora 



:



Tabea, sawutangkita!21) Tabe, untuk kita semua! Menurut berita dari seberang, pada hari ini duta Amantale dari Sampolawa akan tiba untuk meminang putri kemenakan kita Wa Nurani. Untuk itulah kita sebagai koeleano 22) di undang berkumpul pada saat ini, guna merundingkan dan sekaligus memberi putusan atas tibanya pinangan itu nanti. (BMYT: 8)
Juragan Darat



:



Itulah yang benar. Sesuai adat kita orang Ciacia, urusan peminangan dan perkawinan berada di tangan koeleano,23) yakni famili atau kaum keluarga terdekat pihak perempuan; sedangkan orang tuanya hanya berkewajiban untuk mendengar dan melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh koeleano. (BMYT: 8)
Bibi

:

Tapi apakah tidak sebaiknya kita mendengarkan pula pendapat Wani sendiri, sebab dia sendirilah yang akan menjalani segala putusan kita sebagai koeleano (BMYT: 8)
Sora



:



Memang benar, Wani yang akan menjalaninya, karena itulah kewajibannya agar ia dapat berbakti untuk kehormatan leluhur dan kaum keluarganya. Ketahuilah saudaraku, mahkota kehormatan keluarga terlampau berat untuk di pikul sendiri-sendiri, sehingga koeleano-lah yang harus bahu memabahu memikulnya. (BMYT: 8)



Tokoh Amangkali tegar menghadapi kenyataan meskipun itu harus menimpa keluarga dan dirinya. Sikap ini ditunjukkan oleh tokoh ini ketika menghadapi tindakan Wani yang melakukan pelarian bersama kekasihnya. Tegar menghadapi kenyataan bahwa akibat dari tindakan Putrinya adalah darah. Walaupun akibat tindakan ini harus meneteskan dirinya Putrinya, bagi Amangkali kenyataan ini harus diterima. Harga diri keluarga, nama baik dan ketinggian martabat harus tetap dijunjung tinggi. Untuk mempertahankan itu semua, Amangkali menjatuhkan hukuman tanpa ampun kepada Putrinya. Ia memilih mengakhiri hdiup Putrinya dengan cara membunuh keduanya (Wani dan La Domai). Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali



:



Ngkaliti, putra Sangia, lihatlah kemari! (seraya dengan sangat hati-hati meloloskan keris pusaka dari sarungnya, lalu mencium dan mengacungkannya ke atas) kini keris pusaka mata Sangia telah keluar dari hulunya, pantang disarungkan sebelum nywa La Domai dan nyawa adikmu, Wani, darah dagingku sendiri, terpisah dari tubuhnya!
 (BMYT: 12)
Langkaliti

:

Ampuni aku Amanda! Ak… Aku tak sassanggup…! (tubuhnya gemetar, jiwanua rusuh oleh pertentangan antara kewajiban terhadap ayahnya dan kasih sayang terhadap adik tunggalnya) (BMYT: 12)
Amangkali

:

Tidak putraku! Ini bukan semata-mata keharusan dariku, tetapi… ini adalah ketetapan takdir bagi keluarga Amangkali, pewaris keris pusaka Mata Sangia! (BMYT: 12)



Pilihan yang paling sulit diperhadapkan pada tokoh ini. Antara mempertahankan ketinggian harkat dan martabat leluhur atau memilih Putrinya. Keduanya sama beratnya dan beresiko bersar pada diri tokoh. Memilih pilihan pertama berarti mengobankan Putrinya, memilih yang kedua berarti meruntuhkan keluarga dan ketinggian martabat keluarga. Apapun pillihannya, bagi Amangkali adalah sebuah kebenaran. Dengan memilih mengorbankan Putrinya, ketinggian martabat keluarga di Matana Sangia tetap berdiri kokoh. Meskipun diam-diam tokoh ini juga menyadari bahwa telah ada kesalahan dalam tindakannya. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali
:
Saudaraku, dan kalian juragan kepercayaanku, tidakkah kalian merasakan kejanggalan dalam tindakannku ini? (BMYT: 13)
Juragan Darat


:


Maafkan saya Amangkali! Ibarat suatu pelayaran, datangnya badai kadang menghalau kejernihan hati dan mengguncang ketabahan akal budi kita. Lantaran pikiran tak sanggup menjangkau kekuatan kelombang dan kemauan arus samudra ketika badai. (BMYT: 13)
Amangkali
:
Apakah itu berarti telah ada kesalahan dalam tindakanku ini? (BMYT: 13)
Juragan Darat


:


Sekali lagi, maafkan saya Amangkali! Amangkali telah berlayar pada lautan yang benar untuk menuju ke daratan yang juga benar. Namun, tatkala badai terlampau kuat, salahkah bila layar kemuadian harus diturunkan agar perahu tidak tenggelam atau memilih berlabuh di daratan yang terdekat agar perahu tidak karam! (BMYT: 12)
Amangkali
:
Tidak! Aku Amangkali tidak mungkin mau melangkahi adat leluhur Mata Sangi ini! Apapun alasannya! (BMYT: 12)



Kutipan-kutipan di atas jelas menunjukan betapa kompleksnya pelukisan karakter Amangkali. Pada satu sisi dia menjadi Amangkali, seorang laki-laki sekaligus sebagai ayah. Pada sisi lain ia harus mempertahankan ketinggian harkat dan martabat keluarga. Dua posisi yang serba sulit.
Tokoh dengan karakter yang kompleks berikutnya adalah Wani. Tokoh ini digambarkan penulis sebagai Putri Amangkali. Terlahir dari keluarga berdarah biru. Bukan keluarga orang kebanyakan. Ketinggian harkat dan martabat keluarganya menjadikan tokoh hidup dalam tatakrama keluarga berdasarh biru. Demikianlah keinginan orang tua juga keluarga.
Kenginan keluarga berbeda dengan kehendak tokoh ini. Bagi tokoh ini, kehormatan keluarga, darah biru yang mengalir padanya bukanlah menjadi indikator yang dibangga-banggakan. Kodrat manusia adalah sama. Sama dalam segala hal. Termasuk dalam hal penentuan jodoh.
Berbicara tentang jodoh, tokoh ini menganggap bahwa perjodohan bukanlah hal yang harus dipaksakan. Seorang anak memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri jodoh, pasangan hidup yang akan mendampinginya kelak. Hal inilah yang mendasari tokoh ini memilih La domai sebagai kekasihnya dan menolak perjodohan yang dilakukan oleh ayah dan kenalan lamanya.
Pandangan tokoh ini berbeda dengna pandangan keluarga. Bagi keluarga, urusan perjodohan bukan ditentukan sendiri oleh anak. Urusan perjodohan adalah urusan keluarga. Anak cukup menjalani apa yang telah digariskan oleh keluarga. Maka urusan perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya denga kenalan lamanya merupakan suatu keharusan yang harus dijalani oleh tokoh ini. Uraian ringkas mengenai tokoh Wani di atas menjadi pengantar untuk menguraikan secara rinci mengenai karakter tokoh wani berikut ini.
Tokoh Wani digambarkan sebagai tokoh yang mempertahankan prinsip. Salah satunya adalah sikap mempertahankan cinta yang telah dirajut bersama kekasihnya, La Domai. Sikap itu ditunjukan kepada keluarganya meskipun hubungan itu tidak mendapat restu dari keluarganya. Tokoh ini tetap bertahan bertahan pada pilihan hatinya. Sikap itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali

:

Saudaraku, dan kalian juragan kepercayaanku, tidakkah kalian merasakan kejanggalan dalam tindakannku ini? Yang telah berani berhubungan dengan La Domai, pendatang dari Batuatas yang tak jelas asal usulnya itu! (BMYT: 3)
Wani
:
Maafkan aku Amanda. Aku putrimu tidak sudi Amanda menghina kakanda  La Domai seperti itu! (BMYT: 3)
Amangkali
:
kakaaanda …?! Orang Batuatas, miano pasi10) itu kau sebut kakanda di depanku! Hah, tidak!!! (BMYT: 4)
Juragan Darat
:
Tapi…! (BMYT: 4)
Wani

:

(Sambil teriak menahantangis, datang bersimpuh dikaki Amandanya, Amangkali). Ampuni putrimu Amanda. Izinkanlah Nanda merajut tali suci dengan La Domai putra Batuatas itu Amanda! (BMYT: 4)



Kutipan-kutipan di atas menunjukan dua hal pokok. Pertama kerasnya penolakan penolakan keluarganya dalam hubungan tali kasih Wani dengan dengan La Domai. Penolakan itu datang dari ayah, ibu, dan beberapa anggata keluarga yang lain. Kedua, upaya Wani mempertahankan hubungan tali kasih yang sudah dibangun bersama La Domai. Meskipun harus bersimpuh memohon restu dari amandanya. Sikap itu juga tidak dapat mengubah sikap ayahnya mengenai hubungan itu.
Tokoh Wani digambarkan sebagai seorang yang berusaha mencari penyebab penolakan keluarganya mengenai hubunganya dengan La Domai. Usaha itu dilakukan dengan berusaha mendekati Bibi dan ibunya. Tetapi usaha itu sia-sia. Sebab keluarga memandang bahwa hubungan perjodohan itu bukan semata-mata keinginan keluarga. Lebih dari itu, perjodohan itu merupakan takdir dari yang mahakuasa. Mereka beranggapan bahwa apa yang terjadi pada Wani adalah nasib yang harus dijalani oleh setiap perempuan di Mata Sangia. Anak perempuan hanya menjalani apa yang telah digariskan keluarga. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Bibi


:


(sambil mengusap kepala Wani). Menangislah putriku, karena hanya air matalah yang setia menemanimu sejak saat ini. Memang beginilah suratan nasib kaum perempuan di negeri Mata Sangia ini putriku (seakan berbicara pada diri sendiri). Dalam hal jodoh, kita hanya punya kewajiban untuk dipilih tetapi tidak punya hak untuk memilih. (BMYT: 4)
Inagkali






:






Memang benar demikian putriku. Kejadiannya bermula sejak puluhan tahun yang lalu, ketika kamu masih kecil. Ketika ayahmu pergi mencari papan perahu di Sampolawa, secara kebetulan dia berjumpa dengan Amantale sahabat lamanya. Sebelum berpisah, mereka telah mengikat janji untuk menjodohkanmu dengan Lantale putra tunggal Amantale. Jadi, penolakan ayahmu bukan semata-mata lantaran keluarga kita lebih tinggi martabatnya dari pada keluarga La Domai putra Batuatas, melainkan karena ayahmu telah terlanjur mengikat janji. Dan melanggarnya berarti pandara,11) aib bagi keluarga kita putriku. (BMYT: 4)



Menghadapi kenyataan anggapan keluarganya seperti pada kutipan di atas, tokoh ini menganggap sanksi atas semua itu. Bagi tokoh ini, rumah tangga harus dibangun di atas mahligai cinta dan kasih sayang. Bukan keluarga yang dibangun di atas harapan-harapan mempertahankan keutuhan ikatan darah. Pendirian ini pada dasarnya merupakan nasehat-nasehat kecil yang diperoleh dari keluarganya. Tetapi kenyataan berpihak lain. Kenyataan yang harus dijalani sekarang adalah bahwa ia harus menjalani nasib yang telah digariskan oleh keluarga. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Wani

:

Tapi, Inanda, bukankah Inanda sendiri yang sering mengatakan bahwa sebuah mahligai rumah tangga bisa kokoh di atas dasar cinta dan kasih sayang yang tulus di antara suami istri? (BMYT: 4)
Inagkali


:


Memang demikian yang diharapkan dalam setiap perkawinan putriku, tetapi percayakah kau pada nasib? Perjodohanmu dengan Lantale sudah suratan dari yang Mahakuasa. Kita hanya wajib menjalaninya dengan ikhlas dan sabar. Pahamkah kau sekarang putriku? (BMYT: 4-5)



Kesanksian Wani tidak berhenti sampai begitu saja. Hal yang sama pula disampaikan kepada kakaknya. Mengenai mencintai dan dicintai adalah hak yang paling hakiki pada manusia. Mengenai persamaan kodrat manusia di hadapan Tuhan. Mereka pun tahu dan paham benar mengenai hal itu. Tetapi bagia keluarga kadang-kadang kita tidak bisa melawan kodrat. Bagi keluarga kodrat tidak bisa ditetapkan pada semua orang. Sebab perempuan dan laki-laki adalah dikotomi budaya yang tetap bertahan dan dilestarikan. Inilah yang menjadi benteng pertahanan keluarga. Sedangkan bagi Wani, apa yang dipikirkan keluarga jauh dari pengertian itu. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut ini.
Wani

:

Mafaafkanlah dinda kakak, apakah dicintai dan mencintai itu adalah kesalahan? Bukankah cinta itu roh kehidupan yang sangat pribadi dan rahasia pada diri setiap manusia. (BMYT: 6)
La Ngklati


:


(menghela napas dengan berat seakan ikut merasakan duka hati adiknya). Wani adikku, aku pun telah lama merasakan kebenaran di balik perkataanmu itu. Namun, sebagai manusia kita sering tak berdaya untuk melawan kodrat. Camkanlah itu, adikku! (BMYT: 6)
Wani
:
tapi, bukankah kodarat kita sama. Bukankah derajat semua manusia itu sama di mata Tuhan-Nya?! (BMYT: 6)
Amangkali


:


Wani putriku,…(berusaha menenangkan diri dan menahan emosi yang hampir meledak).ketahuilh, sebagai manusia kodratmu adalah perempuan. Perempuan yang dilahirkan sebagai keturunan Amangkali di mata Sangia ini. Bukan keturunan orang kebanyakan! (BMYT: 6)
Wani
:
tapi, ananda jauh dari pengertian itu, Amanda! (BMYT: 6)



Semua cara dilakukan oleh tokoh ini untuk mempertahankan hubungan kasih yang dibangun bersama La Domai. Akan tetapi, rupanya tidak ada jalan keluarga yang bisa ditempuh. Tidak ada jalan yang bisa ditempuh oleh tokoh ini untuk mempertahankan cinta yang telah dirajut di hadapan keluarganya.
Tokoh ini diperhadapkan pada pilihan yang sulit. Antara mempertahankan keutuhan dan ketinggian martabat keluarganya di Mata Sangia atau mempertahankan kesucian cinta. Dua hal yang amat berat. Memilih keluarga berarti merobohkan martabat dan ketinggian derajat keluarga. Memilih mempertahankan hubungan kasih yang telah dirajut berarti menghancurkan nama baik, ketinggian dan martabat keluarga.
Tokoh ini memilih mempertahankan hubungan tali kasih suci yang telah dibangun. Ia memilih hidup dibangun dengan cintan yang tulus dengan mengabaikan penolakan keluarga. Meskipun dia tahu bahwa akibat dari tindakan ini akan menyebabkan kemarahan bagi keluarga bahwakan nyawanya juga itu terancam. Meskipun demikian, ini adalah keputusan yang telah dipilih. Apapun resikonya harus dihadapi. Demikianlah yang dihadapi oleh Wani. Ia memilih lari dari kehidupan keluarga. Memilih pergi bersama kekasihnya. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
La Domai

:

(sambil membelakangi Wani yang telah merunduk diam) Tujuh lembah dan tujuh bukit telah aku lewati untuk menemui pautan hati. Tetapi apalah dayaku kini, kalau bunga di taman harus dipetik orang! (BMYT: 11)
Wani
:
Oh, Kanda! Alangkah sia-sianya hatiku merangkai kesetiaan selama ini! (BMYT: 11)
La Domai
:
Apakah arti kesetiaan Dinda, kalau tungkai hati akhirnya kan patah jua! (BMYT: 11)
Wani
:
Kalau tungkai patah, janganlah kumbang pindah berpijak, Kanda! (BMYT: 11)
La Domai
:
Benarkah itu Dinda?! (BMYT: 11)



Sikap Wani menyulut kemarahan keluarga terutama ayahnya, Amangkali. Menghadap tindakan Wani yang telah mengabaikan keputusan keluarga. Amangkali memutuskan untuk membayar semua ini dengan darah. Tindakan Wani dianggap mempermalukan keluarga, meruntuhkan kehormatan dan ketinggian martabat keluarga. Ia harus membayar ini dengan darahnya. Amangkali memutuskan mengakhiri hidup Wani. Rupanya ketinggian derajat keluarga telah membutakan Amangkali. Saat ini, putri semata wayang menjadi tidak berarti apa-apa. Anak semata wayang yang telah dibesarkan dalam keluarga berdarah biru menjadi tidak bermakna sama sekali. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali



:



Ngkaliti, putra Sangia, lihatlah kemari! (seraya dengan sangat hati-hati meloloskan keris pusaka dari sarungnya, lalu mencium dan mengacungkannya ke atas) kini keris pusaka mata Sangia telah keluar dari hulunya, pantang disarungkan sebelum nyawa La Domai dan nyawa adikmu, Wani, darah dagingku sendiri, terpisah dari tubuhnya! (BMYT: 12)
La Ngkaliti

:

Ampuni aku Amanda! Ak… Aku tak sassanggup…! (tubuhnya gemetar, jiwanua rusuh oleh pertentangan antara kewajiban terhadap ayahnya dan kasih sayang terhadap adik tunggalnya) (BMYT: 12)
Amangkali

:

Tidak putraku! Ini bukan semata-mata keharusan dariku, tetapi… ini adalah ketetapan takdir bagi keluarga Amangkali, pewaris keris pusaka Mata Sangia! (BMYT: 12)
La Ngkaliti

:

Tabe, Amanda (dengan tangan gemetar menyambut keris pusaka yang diserahkan oleh ayahnya) tet… terpaksa, Ama…! (lalu bergegas pergi dengan membawa keris terhunus.) (BMYT: 12)



Demikianlah akhir kehidupan Wani, Putri Amangkali. Perempuan yang lahir, tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga berdarah biru, Amangkali. Keluarga yang amat menjunjung tinggi garis keturunan. Mati lantaran mempertahankan kesucian cinta. Cinta tulus yang dibangun bersama La Domai, Putra anak dagang yang malang. Mati lantaran membela kesucian cinta yang telah dibangun bersama. Tak ada yang lebih berarti selain mempertahankan kesetiaan pada janji yang telah diukir bersama.
Tokoh dengan digambarkan penulis dengan karakter yang kompleks berikutnya adalah La Ngkaliti. Laki, Putra Amangkali. Laki-laki yang dibesarkan dari keluarga Amangkali. Keluarga berdarah biru. Laki-laki yang amat patuh pada kedua orang tuanya.
Tokoh La Ngkaliti dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa awalnya digambarkan penulis sebagai tokoh yang sangat taat kepada kedua orang tua terutama ibu. Setiap pelayaran tidak akan dilakukan tanpa restu ibu. Tokoh ini juga sangat adalah penyayang terutama kepada adiknya, Wani. Ia tumbuh dan dibesarkan dengan nilai-nilai kepribadian yang luhur. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Inangkali
:
Kuuurumaaai…, kodhadhi koomuru ana`u! 14) selamat panjang umur putraku! (BMYT: 5)
La Ngkaliti


:


(Bersujud diantara kedua lutut ibunya). Eee…Waopu! Pindongo isimiu kawasano Allah Ta`ala; 15) Dengarkanlah duahi seru sekalian alam! Ampunilah dosaku terhadap ibu yang kumuliakan ini, dosa sejak aku berada dalam kandungannya hingga aku lahir dan dibesarkan di bumi ciptaanmu ini. Ampunisau Ina! 16) (3X) (BMYT: 5)
Inangkali

:

(Sambil mengusap-usap ubun-ubun putranya). Eee…Waopu!17) Ampunilah putraku ini. Berilah ia umur yang panjang, jalan yang lurus, ketinggian akal budi, dan rejeki baik yang melimpah! (BMYT: 5)
La Ngkaliti
:
Berkat doa restu Ibunda dan Amanda, Ananda selamat dari perjalanan. Tak kurang sesuatu apapun. (BMYT: 5)



Demikianlah kepribadian yang ditunjukkan La Ngkaliti kepada kedua orang taunya. Seorang anak yang sangat berbakti. Tokoh juga digambarkan, perhatian dan penyayang. Perhatian ini terutama ditunjukkan kepada adiknya. Dari raut wajah, tokoh ini tahu bahwa adiknya sedang menghadapi masalah. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Wani
:
Kakak! Ngkali! (suaranya lirih) (BMYT: 5)
La Ngkaliti



:



(Berpaling ke arah adiknya, diwajahnya tampak ada penyesalan karna lupa menyalami adiknya). Oh Wani…! Adikku! (sambil bergegas mendekati adiknya). (Sambil mengusap bahu dan rambut adiknya). Selamat Adikku! Apa kabarmu, baik-baik saja kan?! Tap…tapi kenapa wajahmu tampak murung? Tidak cerah seperti biasanya. Bibi, ada apa ini?! (Sambil berpaling ke arah Bibinya). (B.MYT: 5)
Inangkali
:
(Soal ikatan lama. Ikatan janji antara Ayahmu dengan Amantale (BMYT: 5)
La Ngkaliti
:
Tapi, Wani tidak menolak kan ! (BMYT: 5)



Tokoh ini berubah ketika ayahnya tahu bahwa Wani melarikan diri bersama La Domai. Perubahan sikap ini lebih ditunjukan untuk mengikiti keinginan ayahnya bukan atas keinginan tokoh. Ada dorongan kuat dari ayahnya yang menyebabkan tokoh ini berubah karakter. Ini dilakukan hanya untuk kepentingan mewujudkan cita-cita ayahnya yang hendak menghabisi Wani dan La Domai. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali


:


Ngkaliti, putra Sangia, lihatlah kemari! (seraya dengan sangat hati-hati meloloskan keris pusaka dari sarungnya, lalu mencium dan mengacungkannya ke atas) kini keris pusaka mata Sangia telah keluar dari hulunya, pantang disarungkan sebelum nywa La Domai dan nyawa adikmu, Wani, darah dagingku sendiri, terpisah dari tubuhnya! (BMYT: 12)
La Ngkaliti
:

Ampuni aku Amanda! Ak… Aku tak sassanggup…! (tubuhnya gemetar, jiwanua rusuh oleh pertentangan antara kewajiban terhadap ayahnya dan kasih sayang terhadap adik tunggalnya) (BMYT: 12)
Amangkali
:
Tidak putraku! Ini bukan semata-mata keharusan dariku, tetapi… ini adalah ketetapan takdir bagi keluarga Amangkali, pewaris keris pusaka Mata Sangia! (BMYT: 12)
La Ngkaliti
:

Tabe, Amanda (dengan tangan gemetar menyambut keris pusaka yang diserahkan oleh ayahnya) tet… terpaksa, Ama…! (lalu bergegas pergi dengan membawa keris terhunus.) (BMYT: 12)



Kutipan di atas menunjukan bahwa pada hakikatnya, La Ngkaliti berat melakukan kehendak ayahnya. Tetapi Amangkali berhasil mempengaruhi pikirannya dengan dasar bahwa kehendak ini bukan kehendak ayanya sendiri. Tetapi ini adalah takdir bagi keluarga Amangkali. Inilah yang menguatkan tokoh ini mengikit kehdank ayahnya.
Sikap yang digambarkan pada tokoh ini terus berlanjut sampai pada upaya mencari dan membunuh Wani dan kekasihnya La domai. Ini juga pada dasarnya bukan kehendak tokoh ini. Tetapi semata-mata ini dilakukan untuk memenuhi kehendak ayahnya dan juta takdir yang berlaku pada keluarga Amangkali. Kehendak ini pun tercapai. La Ngkaliti berhasil menemukan adinya dan kekasinya. Disinilah pertumpahan darah ini terjadi. Hal ini didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Wani


:


(berdiri menghadang di depan La Domai) urungkanlah niat yang buruk, Kanda! (kepada Langkaliti) hukumlah adikmu yang malang ini, Kanda (sambil manahan isak yang tek terbendung lagi dari jiwa) karena dindalah penyebab semua mala petaka ini!! (BMYT: 14)
La Domai
:


Tidak! (sambil berusaha melindungi Wani) Akulah yang patut dihukum dalam hal ini, Ngkaliti! Basuhlah keris pusaka lambang ketinggian derajat keluargamu dengan seluruh tetes darah di tubuhku ini tetapi janganlah berani berani menyentuh Wani, karena darahku pastu akanmembeku! (BMYT: 14)
La Ngkaliti
:
Adikku, La Domai! Sebagai laki-laki marilah kenyataan hidup ini secara laki-laki! Bagiku siapapun yangkorban di antara kita sama saja! Nah, bersiaplah! (BMYT: 14)



Kehendak ayah dan takdir yang berlaku pada keluarga Amangkali berhasil ditunaikan oleh La Ngkaliti. Ia berhasil melepaskan nyawa La Domai juga adiknya Wani. Meskipun Wani melepaskan nyawanya sendiri, tetapi kakaknya menjadi penyebab langsung kematiannya. Setelah berhasil melaksanakan kehendak ayah dan takdir, tokoh ini digambarkan sebagai seorang yang menyesal. Melepas telah berhasil melepaskan dua nyawa sekaligus dalam satu waktu. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
La Ngkaliti

:

Ooo… La Domai yang malang! Mengapa… mengapa bukan kerismu saja yang kau benamkan ke dadaku! (seraya mengguncang tubuh La Domai dan menatapi darah di telapak tangannya). Kita sama-sama tak berdaya adikku…! (BMYT: 15)
Wani

:

Kakanda, L:a Domai kini giliran aku yang harus membuktikan kata-katanya! Nantikan dinda dalam perjalanan ke alam sana, Kanda! (lalu menghujamkan kerisnya ke dalam dadanya sendiri) (BMYT: 15)
La Ngkaliti
:
(kaget dan berusaha menghalangi perbuatan adiknya tetapi sudah terlambat) Wani…! Wawwani!!!! (BMYT: 15)



Teriakan, tangisan dan penyesalan mengakhir karakter tokoh La Ngkaliti. Tokoh yang dibesar dalam keluarga berdarah biru, penuh kasih sayang, ganas dan akhirnya menemukan dirinya sebagai seorang yang menyesal. Ingin menyalahkan kehendak ayah dan kehendak takdir. Tapi itu semua sudah tidak bermakna. Dua nyawa telah melayang. Dua orang yang paling dikasihi telah tiada.
d.       Tokoh berdasarkan perkembangan watak
Berdasarkan perkembangan watak tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh statis, 2) tokoh berkembang. Mengacu pada pemilahan tersebut, naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menampilkan Inangkali, Juragan laut, Juragan darat dan Nujum sebagai tokoh statis. Tokoh-tokoh ini secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan watak sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh kategori ini sepertinya kurang terlibat dan tidak terpengaruh oleh adanya perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan yang terjadi antarmanusia. Tokoh-tokoh ini memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang sejak awal hingga akhir. Uraian rinci menganai tokoh-tokoh statis di atas adalah sebagai berikut.

1.       Inangkali
Inangkali digambarkan sebagai seorang istri. Istri yang yang ditakdirkan hidup dalam keluarga berdarah biru. Sebagai seorang istri yang hdiup dalam keluarga berdasarh biru, setiap tindakanya harus selalu menunjukan wibawa. Wibawa seorang istri dari keluarga berdarah biru. Sikap ini salah satunya ditunjukan dengan bagaimana sikap istri dalam mendukung setiap keputusan suami. Sebagai istri, ia selalu patuh dan tunduk pada suaminya, Amangkali. Sikap tunduk dan patuh ini digambarkan penulis dari awal drama hingga akhir. Tokoh ini tidak terpengaruh pada peristiwa manapun yang dapat mengubah sikap patuhnya pada suami. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut ini.
Inangkali
:
Ada apakah ini sebenarnya? (BMYT: 3)
Amangkali

:

Ada apaaa! (gemas dan jengkel). Tanya, tanyakan pada putrimu pembawa sial ini! Yang telah berani berhubungan dengan La Domai, pendatang dari Batuatas yang tak jelas asal usulnya itu! (BMYT: 3)
Wani
:
Maafkan aku Amanda. Aku putrimu tidak sudi Amanda menghina kakanda  La Domai seperti itu! (BMYT: 3)
Amangkali
:
kakaaanda …?! Orang Batuatas, miano pasi10) itu kau sebut kakanda di depanku! Hah, tidak!!! (BMYT: 3)
Wani
:
Tapi…! (BMYT: 4)
Inangkali
:
Diaamm Wani! Tidak pantas kau bicara sekasar itu kepada Amandamu! (BMYT: 4)



Kutipan di atas merupakan peristiwa-peristiwa yang menunjukan bagaimana sikap Inangkali dalam mendukung keputusan suaminya. Keputusan itu berupa ketidaksetujuan Amangkali pada hubungan Wani dengan La Domai. Ketidaksetujuan suaminya juga mendapat dukungan dari Inangkali. Sikap ini tetap dipertahankan oleh tokoh ini pada adegan-adegan selanjutnya dalam drama ini. lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Wani

:

Tapi, Inanda, bukankah Inanda sendiri yang sering mengatakan bahwa sebuah mahligai rumah tangga bisa kokoh di atas dasar cinta dan kasih sayang yang tulus di antara suami istri?! (BMYT: 4)
Inangkali


:


Memang demikian yang diharapkan dalam setiap perkawinan putriku, tetapi percayakah kau pada nasib? Perjodohanmu dengan Lantale sudah suratan dari yang Mahakuasa. Kita hanya wajib menjalaninya dengan ikhlas dan sabar. Pahamkah kau sekarang putriku? (BMYT: 4)
Wani
:
Aku sangsi atas kenyataan bunda! (BMYT: 4)
Inangkali
:
Tidak! (kesal) jangan sekali-kali kau membantah kebenaran perkataanku ini, jika kau tidak ingin jadi telur busuk dalam keluarga ini! (BMYT: 4)



Kutipan di atas masih tetap menunjukan ketidaksetujuan pada tindakan Wani untuk mempertahankan hubungannya dengan La Domai. Sikap tokoh ini mendukung suami tidak hanya sekedar ditunjukan untuk menyenangkan suami, tetapa memang demikianlah sikap Inangkali. Ada suaminya ataupun tidak, dia tetap menjunjung tinggi dan mendukung keptutusan suaminya. Sikap ini masih juga tetap dipertahankan pada adegan selanjutnya seperti pada kutipan berikut ini.
La Ngkaliti
:
Tapi, Wani tidak menolak kan ! (BMYT: 6)
Inangkali
:
Huh, justru lebih buruk daripada  sekedar  penolakan. Ia telah berani mencorengkan arang pada kehormatan keluarga ini. (BMYT: 6)



Kutipan di atas jelas menunjukan tokoh ini masih tetap berpegang pada mendukung sikap suaminya. Seperti juga suaminya, tokoh ini sama sekali tidak menginginkan Wani melanjutkan hubungan ikatan cinta suci antara Wani dan La Domai. Sikap ini tetap dipertahankan tokoh ini sampai pada adegan terakhir dalam drama ini. hal itu tampak pada kutipan berikut ini.
Amangkali




:




Diam! Ingat Wani, aku Amangkali ayah kandungmu ini sudah dikenal di seluruh negeri Ciacia ini sebagai Ayam Jantan dari Sangia. Itu lantaran keteguhan dan keberanianku mempertaruhkan darah dan nyawa demi membela nama baik Sangia, keturunan kita! Dan sebagai pewarisku, kewajiban kalianlah untuk menjaganya! (kepada Langkaliti dan Wani). Meskipun….harus nyawa sebagai taruhannya! Ingat itu!! (lalu beranjak keluar dengan kesal). (BMYT: 6)
Inangkali

:

Ngkaliti, Juragan, marilah kita tinggalkan pembicaraan dengan anak pembawa sial ini ! (sambil menuding Wani). Huh, tak tahu diri, tak tahu berterima kasih kepada orang tua! (BMYT: 6)



Kutipan di atas merupakan peristiwa yang menunjukan puncak kejengkelan tokoh ini mengenai ketidaksetujuannya melanjutkan ikatan suci dengan La Domai. Tokoh ini tetap tidak sejutu dengan tindakan Wani, apapun alasannya. Perkembangan watak tokoh ini tidak ada. Sebagai orang yang tidak setuju, tetap tidak setuju sampai akhir lakon.

2.       Juragan Laut
Tokoh ini digambarkan sebagai penghulu lautan. Sebagai penghulu lautan, tokoh ini digambarkan penulis sebagai tokoh yang tetap sebagai penghulu lautan. Tidak ada peristiwa tidak mengarah pada perkembangan perkwmbangan perwatakan. Sebagai penghuku lautan, memandu ritual seblum melakukan pelayaran. Menjadi konsultan Amangkali mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan laut dan cuaca. Setiap hendak melakukan pelayaran, Amangkali terlebih dahulu berkonsultasi. Tokoh ini menjadi peramal cuaca dan kondisi lautan sebelum amangkali melakukan perjalanan di laut. Sisi ini digambarkan dalam drama tanpa mengalami perubahan, sebagai juragan. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Juragan Laut
:
Tabe Ama ! (kepada Amangkali). Semua telah hadir. Sebagian di sini, sebagian lainnya sudah dahulu ke pantai. (BMYT: 1)
Amangkali










:










(dengan tenang dan berwibawa) Baiklah, marilah semua sama-sama berdoa! (amangkali sendiri lalu meramalkan mantra-mantranya setelah beberapa kali menariknapas dalam-dalam). Aaa….lii…uuu..! (3x). Eee…pindongo isimiu alamu patowalae, langi picu tapi, maicungkuwiau mai torangapiau..Eee…Waopu, isimiumo Waopungaaso benteau ngaaso baluara sau. Isimiumo ngaaso manguluisa’u, ngaaso macimburiis’au. Cumotabuisa’u tabeano maim ia umela. Anenaumaneemia modhaki, mia mimpali iharoau, isimiumo waapungaaso mgnguluisa’u,ngaaso pasino bukuno tumompuno uano pisano bokeno! Bismillah barakati !1) (ketika amangkali berdiri dan melangkah kepintu, tiba-tiba kopiahnya terjatuh. Amangkali dan semua hadirin tersentak kaget dan dicekam kekhawatiran yang luar biasa, seraya serentak berucap “Sooomba Waopu! 2) alamat apakah ini?!”) (BMYT: 1)



Kutipan di atas menunjukan bagaimana Juragan Lauat sebagai seorang penghulu lautan. Tokoh ini menunjukan bagaimana persikap sebagai penghulu Amangkali sebelum melakukan pelayaran. Sikap ini tetap dipertahan pada adegan-adegan selanjutnya seperti pada kutipan berikut ini.
Amangkali
:
Saudaraku, dan kalian juragan kepercayaanku, tidakkah kalian merasakan kejanggalan dalam tindakannku ini?  (BMYT: 13)
Juragan Laut


:


Maafkan saya Amangkali! Ibarat suatu pelayaran, datangnya badai kadang menghalau kejernihan hati dan mengguncang ketabahan akal budi kita. Lantaran pikiran tak sanggup menjangkau kekuatan kelombang dan kemauan arus samudra ketika badai. (BMYT: 13)



Kutipan di atas menunjukan tindakan Amangkali yang meminta pertimbangan kembali kepada Juragan Laut mengenai tindakan yang dilakukannya. Tindakan ini berhubungan dengan adanya kehendak Amangkali dan tuntutan takdir pada keluarga Mata Sangia. Ini terutama berhubungan dengan kehendak mengakhiri hidup Wani dan La Domai. Sebagai pemberi pertimbangan pada amangkali, tokoh ini tetap menjadi pemberi pertimbangan dari awal naskah sampai terakhir tanpa ada upaya pengembangan karakter.

3.       Juragan Darat
Tokoh ini digambarkan sebagai juragan kepercayaan Amangkali. Tokoh ini digambarkan penulis sebagai tokoh pemberi pertimbangan kepada Amangkali. Seperti halnya juragan laut, Tokoh ini bertugas memberi pemaknaann terhadap tanda-tanda alam yang terjadi ketika Amangkali hendak melakukan pelayaran. Sebagai juragan, dia selalu patuh pada setiap tindakan Amangkali. Tokoh ini tunduk dibawah kekuasan Amangkali. Maka apa pun makna tanda yang terjadi pada taunnya, tokoh ini hanya memberi pertimbangan. Tokoh ini tidak berhak memberi keputusan pada makna tanda yang dialami oleh tuannya. Selebihnya, semua keputusan dan tindakan dikembalikan kepada tuannya. Gambaran menenai tokoh ini didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Juragan Darat
:
Apa yang terlukis belum lagi nyata, Ama! Ibarat kematian, kita tidak dapat menentukannya. “Alamat” ini sudah ketentuan sang pencipta (BMYT: 1)
Amangkali

:

Menghadapi kematian aku tak gentar sedikitpun, Juragan! Kecuali kodrat yang mengiringi perjlananku ke arah lain.
 (BMYT: 1)
Jurgan Darat
:
Maapusau Ama!5) Barangkali, sudah saatnya kita datangkan ahli nujum! (BMYT: 2)
Amangkali
:
Aku menghargai budimu Juragan! Silakan! (BMYT: 2)



Penggambaran mengenai tokoh ini tidak mengalami perubahan sejak awal hingga akhir naskah. sebagai juragan darat tetap sebagai Juragan darat. Pemberi pertimbanga pada tanda alam sebelum melakukan pelayaran.

4.       Nujum
Tokoh ini digambarkan penulis sebagai pemberi tafsiran terhadap tanda-tanda alam baik yang bersumber dari darat, dari laut maupun dari diri sendiri. Tafsiran itu diberikan berdasarkan masukan dari Juragan Laut dan Juragan darat. Penafsiran tanda ini berfungsi untuk mendukung pelayaran yang dilakukan oleh Amangkali. Gambaran tokoh ini tidak mengalami perkembangan dari awal dialog sampai terakhir. Hal itu dijelskan secara rinci pada kutipan berikut ini.
Juragan Darat
:
Maapusau Ama!5) Barangkali, sudah saatnya kita datangkan ahli nujum!? (BMYT: 2)
Amangkali
:
Aku menghargai budimu Juragan! Silakan! (BMYT: 1)
Nujum



:



Tabea sawuta kita! (lalu mencabut keris pusaka, musik sacral mengiringi Nujum dalam kondisi trens). Nabhita naipua esok atau lusa bintang timur akan kehilangan titik cahayanya. Ini suatu pertanda, perahu-perahu pelaut tidak sanggup menghadapi amukan badai dari jiwa, hingga penderitaan merantau diri. Sedang tumbalnya, hanya mah…ko…ta! (BMYT: 2)
Inangkali
:
Makna apa! Bencana apa! O, Betapa mencekamnya. Soomba Waopu! (BMYT: 2)
Nujum
:
Maapusau juragan? Alamat ini adalah kehendak takdir. (BMYT: 2)



Kutipan di atas menunjukan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Nujum sebagai permberi tafsiran terhadap tanda yang terjadi pada Amangkali ketika hendak melakukan pelayaran. Pemberi tafsiran pada setiap tanda digambarkan penulis dari awal naskah hingga terakhir tanpa mengalami perkembangan. Tidak ada peristiwa yang memungkinkan perkemabangan perwatakan pada tokoh tersebut.
Berbeda halnya dengan tokoh-tokoh berikut ini. Amangkali dan Wani merupakan tokoh-tokoh yang mengalami perkembangan perwatakan dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa. Tokoh-tokoh ini secara esensial mengalami perubahan atau perkembangan watak sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh kategori ini mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan yang terjadi antarmanusia. Tokoh-tokoh ini memiliki sikap dan watak yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangna peristiwa. Uraian rinci menganai tokoh-tokoh statis di atas adalah sebagai berikut.
Tokoh Amangkali digambarkan sebagai tokoh yang paling disegani dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa. Tokoh ini merupakan keluarga berdarah biru, bukan keluarga kebanyakan. Berpendirian teguh, tidak mudah menyerah. Menghadapi segala tantangan tanpa ragu. Meskipun kadang-kadang meminta pertimbangan pada yang lain, tetapi bukan menjadi patokan. Semua tindakan, peristiwa yang akan dilakukan semuanya bergantung pada kehendaknya.
Tokoh ini digambarkan mengalami perkembangan perwatakan. Tindakan sangat dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya. Tokoh ini digambarkan penulis sebagai seorang yang sangat bijaksana, meminta pertimbanmgan, dihormati dan dituakan. Perwatakan ini terus dipertahankan oleh tokoh ini. Pada bagian tengah naskah, tokoh ini mengalami perubahan perwatakan. Emosi pribadi dan harga diri keluarga mengaburkan hati nuraninya untuk melihat sesuatu secara proporsional. Puncak perubahan emosi terjadi ketika tokoh ini tahu mengenai hubungan cinta suci yang telah dirajut anaknya dengan La Domai. Pada peristiwa ini, digambarkan sebagai seorang yang kokoh mempertahankan harga diri, ketinggian harkat dan martabat keluarga. Peristiwa ini terus dipertahankan sampai mencapai klimaks dengan mengutus La Ngkaliti untuk memisahkan nyawa Putrinya Wani dengan kekasihnya La Domai. Setelah itu, barulah tokoh ini kembali pada sikap dasarnya, bijaksana, meminta pertimbangan pada ahlinya, tetapi keputusan tetap ada di tangannya. Perkembangan perwatakan tokoh ini secara rinci dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut ini.
Juragan Laut
:
Tabe Ama ! (kepada Amangkali). Semua telah hadir. Sebagian di sini, sebagian lainnya sudah dahulu kepantai. (BMYT: 1)
Amangkali

:

(dengan tenagng dan berwibawa) Baiklah, marilah semua sama-sama berdoa! (amangkali sendiri lalu meramalkan mantra-mantranya setelah beberapa kali menariknapas dalam-dalam). (BMYT: 1)



Kutipan di atas jelas menunjukan bahwa pada dasar Amangkali adalah seorang yang disegani, bijaksana dalam setiap tindakannya. Segala tindakan yang hendak dilakukan selalu dikomunikasikan lebih awal dengan sanak keluarga. Selain itu, setiap tindakannya juga selalu dipasrahkan kepada yang mahakuasa.
Sikap bijaksana itu terus dipertahankan. Terutama saikap itu ditunjukan tokoh ini ketika menghadapi alamat yang menimpanya. Tokoh ini melibatkan nujum untuk menafsirkan pada alamat yang menimpanya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Juragan Darat
:
Maapusau Ama!5) Barangkali, sudah saatnya kita datangkan ahli nujum!? (BMYT: 2)
Amangkali
:
Aku menghargai budimu Juragan! Silakan! (BMYT: 2)



Sikap bijaksana tokoh berubah ketika tahu bahwa Putri tunggalnya, Wani menjalin hubungan asmara dengan La domai. Hubungan ini menimbulkan kemarahan besar tokoh ini. hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali
:
nangkali!!! Wani…Waniii!!!! (seraya mengehentakkan kakinya kelantai) (BMYT: 3)
Inangkali
:
Amangkali, ada apakah sebb…? (BMYT: 3)
Amangkali


:


ada apaaa! (sambil menuding berkali-kali ke arah Inangkali dan Bibi pengasuh Wani). Kemana saja putri tunggalmu selama ini! Ke mana! Dan kau, kau kapeleu (kepada bibi pengasuh Wani), adat orang laut mana yang telah kau ajarkan pada kemanakanmu ini?! Jaaawab!!!. (BMYT: 3)
Inangkali
:
Ada apakah ini sebenarnya? (BMYT: 3)
Amangkali

:

Ada apaaa! (gemas dan jengkel). Tanya, tanyakan pada putrimu pembawa sial ini! Yang telah berani berhubungan dengan La Domai, pendatang dari Batuatas yang tak jelas asal usulnya itu! (BMYT: 3)



Kutipan di atas menunjukan perubahan perwatakan tokoh ini dari bijaksan menjadi sangat permarah. Kemarahan ini disebabkan oleh tindakan putri tunggalnya yang berhubungan dengan La Domai. Sikap pemarah tokoh ini berubah lagi menjadi bijaksana ketika menasehati dan memberikan penjelasan kepada anaknya mengenai penyebab penolakan ayahnya pada hubungan mereka. Dijelaskan kepada putri tunggalnya bahwa penolakan itu bukan semata-mata kerena kehendak ayahnya. Tetapi hal lebih besar bahwa penolakan itu adalah kehendak takdir.
Amangkali


:


Wani putriku,…(berusaha menenangkan diri dan menahan emosi yang hampir meledak). Ketahuilh, sebagai manusia kodratmu adalah perempuan. Perempuan yang dilahirkan sebagai keturunan Amangkali di mata Sangia ini. Bukan keturunan orang kebanyakan! (BMYT: 6)
Wani
:
tapi, ananda jauh dari pengertian itu, Amanda! (BMYT: 6)



Nasehat ayahnya ternyata berbeda dengan harapan Wani. Pemikiran dan jalan yang harus ditempuhkedua tokoh ini berbeda. Wani tidak pernah tahu mengenai kodrat perempuan di Mata Sangia. Yang ia pahami adalah kodrat manusia sama di mata Tuhannya. Perbedaan pemikiran ini menyebabkan kemarahan ayahnya. Penulis kembali menggambarkan tokoh Amangkali sebagai seorang yang pemarah. Hal itu ditunjukan oleh kutipan sebagai berikut.
Amangkali




:




Diam! Ingat Wani, aku Amangkali ayah kandungmu ini sudah dikenal di seluruh negeri Ciacia ini sebagai Ayam Jantan dari Sangia. Itu lantaran keteguhan dan keberanianku mempertaruhkan darah dan nyawa demi membela nama baik Sangia, keturunan kita! Dan sebagai pewarisku, kewajiban kalianlah untuk menjaganya! (kepada Langkaliti dan Wani). Meskipun….harus nyawa sebagai taruhannya! Ingat itu!! (lalu beranjak keluar dengan kesal). (BMYT: 6)



Perwatakan tokoh ini memuncak ketika tahu bahwa Wani telah melakukan perlarian bersama La Domai. Kemarahannya berkembang. Tindakan putrinya ini dianggap mencoreng nama baik keluarga, meruntuhkan ketinggian harkat dan martabat keluarga. Untuk libihjelasnya dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Bibi
:
Wani, Wani baku bawa lari dengan La Domai! (BMYT: 12)
Amangkali
:
Apaaa??? Wani lari dengan La Domai??? Tidaaak (tubuhnya bergetar, biji matinya melotot lantaran amarah!) (BMYT: 12)



Kemarahan tokoh ini bertahan sampai mencapai klimaks. Putri tunggalnya menjadi tidak berarti apa-apa dibandingkan harkat dan ketinggian derajat keluarga. Tokoh ini memutuskan memisahkan nyawa anaknya dengan tubuhnya. Tidak ada tawar-menawar bagi Amangkali untuk urusan ini. itu adalah keputusan akhir yang harus diambil oleh tokoh ini. Hal itu dapat dilihat pad akutipan berikut ini.
Amangkali


:


Ngkaliti, putra Sangia, lihatlah kemari! (seraya dengan sangat hati-hati meloloskan keris pusaka dari sarungnya, lalu mencium dan mengacungkannya ke atas) kini keris pusaka mata Sangia telah keluar dari hulunya, pantang disarungkan sebelum nywa La Domai dan nyawa adikmu, Wani, darah dagingku sendiri, terpisah dari tubuhnya! (BMYT: 12)
La Ngkaliti

:

Ampuni aku Amanda! Ak… Aku tak sassanggup…! (tubuhnya gemetar, jiwanua rusuh oleh pertentangan antara kewajiban terhadap ayahnya dan kasih sayang terhadap adik tunggalnya) (BMYT: 12)
Amangkali

:

Tidak putraku! Ini bukan semata-mata keharusan dariku, tetapi… ini adalah ketetapan takdir bagi keluarga Amangkali, pewaris keris pusaka Mata Sangia! (BMYT: 12)
La Ngkaliti

:

Tabe, Amanda (dengan tangan gemetar menyambut keris pusaka yang diserahkan oleh ayahnya) tet… terpaksa, Ama…! (lalu bergegas pergi dengan membawa keris terhunus.) (BMYT: 12)



Setelah mencapai klimaks, penulis menggambarkan tokoh ini kembali pada sifat dasarnya. Seorang tokoh yang bijaksana, meminta pertimbangan orang lain. Hal itu terutama meminta pertimbangan Juragan kepercayaannya. Solusi aman ditemukan besama. Tetapi apa boleh buat, solusi yang ditawarkan tidak sempat menghentikan pertumpahan darah. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Langkaliti
:
Adikku, La Domai! Sebagai laki-laki marilah kenyataan hidup ini secara laki-laki! Bagiku siapapun yangkorban di antara kita sama saja! Nah, bersiaplah! (BMYT: 14)
La Domai
:
Tabe, Kakanda Langkaliti (seraya mencabut badik dari pinggangnya) izinkanlah saya membela selembar nyawa yang tak berharga ini! (BMYT: 14)
Langkaliti

:

Ooo… La Domai yang malang! Mengapa… mengapa bukan kerismu saja yang kau benamkan ke dadaku! (seraya mengguncang tubuh La Domai dan menatapi darah di telapak tangannya). Kita sama-sama tak berdaya adikku…! (BMYT: 14)



Kutipan di atas menjadi akhir penggambaran perwatakn tokoh ini. apapun solusi yang ditawarkan kehendak takdir lebih kuat. Cita-cita tokoh ini dapat diwujudkan. Nyawa Putrinya dan La Domai berhasil dipisahkan.
Tokoh Wani digambarkan sebagai tokoh patuh pada orang tua dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa. Tokoh ini merupakan Putri Tunggal Amangkali. Salah satu keluarga darah biru di Mata Sangia. Sebagai putri tunggal yang dilahirkan dari keluarga Amangkali, dia dibesarkan dengan segala aturan dan cara bergaul keluarga darah biru. Tokoh ini tumbuh sebagai pribadi yang selalu mendengar petuah-petuah dari keluagra. Toko ini mengalami perkembangan perwatakan setelah peristiwa penolakan keluarganya terhadap hubungan asmara yang sudah dibangun oleh tokoh ini dengan La Domai. Penolakan didasarkan pada ajaran keluarga selama ini yang dianggap bertentangan dengan kenyataan yang harus dia terima. Uraian mengenai perkembangan perwatakan tokoh ini diuraiakan secara rinci berikut ini.
Tokoh Wani merupakan tokoh yang dibesarkan dengan nasehat-nasehat kecil dalam keluarga. Nasehat itu terutama dalam hal membina rumah tangga. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Wani

:

Tapi, Inanda, bukankah Inanda sendiri yang sering mengatakan bahwa sebuah mahligai rumah tangga bisa kokoh di atas dasar cinta dan kasih sayang yang tulus di antara suami istri?! (BMYT: 4)
Inagkali


:


Memang demikian yang diharapkan dalam setiap perkawinan putriku, tetapi percayakah kau pada nasib? Perjodohanmu dengan Lantale sudah suratan dari yang Mahakuasa. Kita hanya wajib menjalaninya dengan ikhlas dan sabar. Pahamkah kau sekarang putriku? (BMYT: 4)



Kutipan di atas jelas menunjukan perbedaan antara nasehat-nasehat yang diterima selama ini dengan hal yang harus dijalani. Perbedaan itu terlihat pada nasehat ibu tentang kehidupan rumah tangga yang dibangun dengan perasaan cinta dan kasih sayang antara suami istri. Nasehat itu ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Hal yang terjadi adalah menolak hubungan yang sudah dijalan oleh Wani dengan pilihannya. Peristiwa ini mempengaruhi perwatakan Wani pada peristiwa-peristiwa selanjutnya.
Wani tetap melanjutkan hubungan asmara dengan La Domai meskipun tidak mendapat restu dari keluarga terutama ayah dan ibunya. Penolakan ayah dan ibunya disebabkan oleh kenyataan bahwa Wani sudah dijodohkan dengan Amantale. Perjodohan ini tidak diketahui oleh Wani. Sebab peristiwa ini dilakukan oleh ayahnya ketika mereka masih kecil. Hal itu didukung oleh kutipan sebagai berikut.
Wani

:

(Sambil teriak menahantangis, datang bersimpuh dikaki Amandanya, Amangkali). Ampuni putrimu Amanda. Izinkanlah Nanda merajut tali suci dengan La Domai putra Batuatas itu Amanda! (BMYT: 4)
Bibi



:



(sambil mengusap kepala Wani). Menangislah putriku, karena hanya air matalah yang setia menemanimu sejak saat ini. Memang beginilah suratan nasib kaum perempuan di negeri Mata Sangia ini putriku (seakan berbicara pada diri sendiri). Dalam hal jodoh, kita hanya punya kewajiban untuk dipilih tetapi tidak punya hak untuk memilih. (BMYT: 4)
Inangkali 






:






Memang benar demikian putriku. Kejadiannya bermula sejak puluhan tahun yang lalu, ketika kamu masih kecil. Ketika ayahmu pergi mencari papan perahu di Sampolawa, secara kebetulan dia berjumpa dengan Amantale sahabat lamanya. Sebelum berpisah, mereka telah mengikat janji untuk menjodohkanmu dengan Lantale putra tunggal Amantale. Jadi, penolakan ayahmu bukan semata-mata lantaran keluarga kita lebih tinggi martabatnya dari pada keluarga La Domai putra Batuatas, melainkan karena ayahmu telah terlanjur mengikat janji. Dan melanggarnya berarti pandara,11) aib bagi keluarga kita putriku. (BMYT: 4)



Kutipan di atas menunjukan tiga hal. Pertama, keinginan Wani untuk tetap merajut kasih dengan La Domai. Kedua, penolakan keluarga terhadap hubungan Wani dengan La Domai. Ketiga, alasan penolakan keluarga terhadap hubungna kasih Wani dan La Domai. Ketiga masalah ini menjadi dasar perkembangna perwatakan tokoh ini pada perisitwa-peristiwa selanjutnya.
Wani memutuskan lari bersama La Domai. Tindakan ini dilakukan Wani karena tidak mendapat dukungan dalam keluarga. Tindakan Wani menyebabkan kemarahan besar Amangkali. Hal itu didukun oleh kutipan sebagai berikut.
La Domai

:

(sambil membelakangi Wani yang telah merunduk diam) Tujuh lembah dan tujuh bukit telah aku lewati untuk menemui pautan hati. Tetapi apalah dayaku kini, kalau bunga di taman harus dipetik orang! (BMYT: 10)
Wani
:
Apakah karena berita dari Sampolawa itu? (BMYT: 10)
La Domai
:
Kalau itu memang benar, Dinda!? (BMYT: 10)
Wani
:
Oh, Kanda! Alangkah sia-sianya hatiku merangkai kesetiaan selama ini! (BMYT: 10)
La Domai
:
Apakah arti kesetiaan Dinda, kalau tungkai hati akhirnya kan patah jua! (BMYT: 10)
Wani
:
Kalau tungkai patah, janganlah kumbang pindah berpijak, Kanda! (BMYT: 10)
La Domai
:
Benarkah itu Dinda?! (BMYT: 10)
Wani
:
(duduk bersimpuh) La Domai Putra Pulau Karang, berpalinglah ke mari, tataplah aku dalam-dalam dengan hati sanubarimu! (BMYT: 10)
Wani  


:


Dengarkanlah Waopu! Aku Wa nurani putri Amangkali, hari ini mengikat sumpah di bawah tujuh lapis langit di atas tujuh lapis bumi, bahwa tidak akan ada yang sanggup memisahkan aku dengan La Domai baik dalam suka dan duka maupun dalam hidup dan mati! (BMYT: 11)
La Domai
:
Sungguh berat sumpahmu ini Dinda! (BMYT: 11)
Wani
:
Kanda La Domai, keraguan adalah musuh kesetian! (BMYT: 11)



Kutipan di atas jelas menunjukan tindakan Wani lari bersama La Domai untuk mempertahankan hubungan asmara mereka. Sekaligus, ini juga menunjukan klimaks perubahan karakter Wani. Pada awalnya, tokoh ini digambarkan sebagai tokoh yang patuh dan tunduk pada nasehat orang tua berubah menjadi perempuan yang harus menempuh jalan hidup sendiri. Penolakan orang tua dilatabelakangi oleh janji lama yang diikrarkan oleh ayahnya bersama Amantale dan takdir yang harus dihadapi oleh keluarga Amangkali. Perubahan karakter Wani dilatarbelakangi oleh usaya untuk mempertahan hubungan asmara yang telah diikrarkan bersama pemuda pilihannya, La Domai.

e.        Tokoh Berdasarkan Kemungkinan Pencerminan Tokoh
Berdasarkan kemungkina pencerminan tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh tipikal, 2) tokoh netral. Mengacu pada dua pembedaan ini, dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menampilkan dua orang tokoh tipikal, yaitu Amangkali dan Wani. Kedua tokoh ini mewakili dua tipikal yang berbeda. Amangkali mewakili tipikal seorang ayah dalam keluarga berdadarah biru di Mata Sangia. Tokoh ini juga mewakili tipikal orang tua pada masanya (orang tua masa silam). Pada sisi lain adalah Wani. Tokoh ini mewaliki tipikal perempuan dari keluarga darah biru. Tokoh ini juga mewakili perempuan masa kini dan masa depan.
Tokoh Amangkali sebagai tipikal ayah masa lalu diwakili oleh tindakan menjodohkan Wani dengan La Ntale, Putra Amantale. Tindakan tokoh ini pada masanya merupakan sebuah kebanggaan. Dalam hal pemilihan jodoh, orang tua memiliki hak penuh memilihkan jodoh untuk anaknya. Anak hanya menjalani apa yang telah digariskan oleh orang tua. Seorang anak sama sekali tidak memiliki andil dalam menentukan siapa pasang hidupnya.
Pandangan tersebut tentu kontoversial dengan pandangan Wani dalam hal pemilihan jodoh. Tokoh Wani sebagai tipikal perempuan masa kini dan masa mendatang mengingingkan kebebabasan. Dalam hal pemilihan pendaping hidup, seorang anak berhak mencari dan menentukan sendiri siapa yang menjadi pendaping hidupnya. Orang tua tinggal menyetujui dan merestui sesuatu yang telah dilakukan oleh anak. Orang tua dalam hal ini sama sekali tidak bisa memaksa anak. Orang tua hanya memberikan pertimbangna. Selebihny akembali pada anak yang menjalani hubungan itu.
Kedua tokoh tipikal dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa membawa dua misi yang berbeda. Amangkali membawa misi mempertahankan derajat, nama baik dan martabat keluarga di Mata Sangia. Sementara Wani membawa misi mempertahan keutuhan cinta semata bersama La Domai. Kedua misi ini salang berbenturan. Masing-masing mempertahankan keberanaran misinya. Dengan demikian, Amangkali yang menolak hubungan kasih yang dijalin oleh anaknya pada dasarnya adalah mempertahankan misi yang dianggapnya benar. Hal berbeda dilakukan oleh Wani. Penolakannya terhadap keinginan keluarga untuk membangun hubungan dengan keluarga Amantale juga dilandasi oleh keinginan untuk mempertahankan misi perempuan-perempuan modern.
Tokoh-tokoh yang dihadirkan pengarang, untuk dapat membangun persoalan dan menciptakan konflik-konflik, biasanya melalui peran-peran tertentu yang harus mereka lakukan. Jarang tokoh mempunyai peran tunggal, biasanya tergantung dengan interaksi sosial yang dilakukannya. Perubahan lawan interaksi sosial akan menyebabkan perubahannya peran seorang tokoh. Setiap peran umumnya selalu hadir berpasangan dengan peran lain dalam membentuk suatu permasalahan konflik. Setiap permasalahan atau konflik. Namun beberapa peran itu, tetap hadir dalam dua kelompok peran yang berpasangan.
Seorang tokoh, karena situasi serta lawan interaksi yang berbeda mungkin akan tampil dalam peran yang berbeda akan menyebabkan munculnya kondisi karakter yang berbeda-beda. Dari sekian banyak kemungkinan, paling tidak dirumuskan sebanyak enam kedudukan peran para tokoh di dalam drama sebagai berikut.
1.         Peran Lion, yaitu tokoh atau tokoh-tokoh yang dapat dikategorikan sebagai tokoh pembawa ide. Mungkin dengan istilah lain dapat disebut sebagai tokoh protagonis. Tokoh ini memperjuangkan sesuatu, yang mungkin berupa kebenaran, cinta, atau juga wanita.
2.         Peran Mars, yaitu tokoh yang menentang dan menghalang-halangi perjuangan peran Lion  dalam mencapai keinginan dan tujuan yang diperjuangkan tokoh peran Lion tersebut. Biasanya peran Mars juga berkeinginan untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh peran Lion.
3.         Peran Sun, yaitu tokoh atau apa pun yang menjadi sasaran perjuangan Lion dan juga yang ingin mendapatkan Mars.
4.         Peran Earth, yaitu tokoh atau apa pun yang menerima hasil perjuangan Lion atau Mars. Jika Lion berjuang sendiri untuk dirinya sendiri, maka Lion sekaligus berperan sebagai Earth.
5.         Peran Scale, yaitu peran yang menghakimi, memutuskan, menengahi, atau juga menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi di drama. Biasanya pertentangan antara Lion dan Mars.
6.         Peran Moon, yaitu peran yang bertugas sebagai penolong. Mungkin saja Moon bertugas menolong Lion, tetapi juga akan ada Moon yang menolong Mars.
Berdasarkan deskripsi tersebut maka dapat dirumuskan kedudukan peran tokoh-tokoh dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa sebagai berikut.
Amangkali                             = Lion
Wani                                      = Mars
Wani dan La Domai           = Sun
Amantale                              = Earth
La Ngkaliti                            = Earth
Bibi dan Inangkali              = Moon
Amangkali sebagai tokoh pembawa ide merupakan tokoh yang menjadi sangat penting. Tokoh ini mendominasi sebagian besar cerita. Dominasi tersebut baik dalam bentuk ide maupun dalam hubunganya dengan tokoh-tokoh lain. Dominasi digambarkan dalam bentuk pemaksaan kehendak tokoh tersebut untuk mengikuti kehendaknya dalam segala hal. Ini ditunjukan oleh sikap dan tindakannya dalam mempertahankan perjodohan antara putrinya dengan Putra Amantale. Sikap ini menjadi penggerak tokoh-tokoh lain untuk bertindak sesuai dengan tuntutan dan kehendak tokoh ini sebagai akibat dari perjodohan tersebut. Tokoh-tokoh yang berhasil digerakan adalah La Ngkaliti, Inangkali dan Sora.
Dominasi tokoh Amangkali dalam hubungannya dengan tokoh lain ditunjukan dalam bentuk tindakan-tindakan tokoh tertentu sesuai dengan ide yang dibawa oleh tokoh ini. La Ngkaliti misalnya. Tokoh ini menjadi pewaris keris pusaka mata sangia. Ide pewaris keris pusaka mata sangia pada dasarnya adalah ide yang sengaja dicetuskan oleh Amangkali untuk mewujudkan keinginannya menghabisi Wani dan kekasihnya La Domai. Dasar tindakan pembunuhan Wani dan La Domai adalah kedua tokoh ini dianggap telah melakukan aib yang dianggap mencoreng kebesaran nama keluarga Amangkali di Mata Sangia. Perbuatan Aib yang dianggap mencoreng kehormatan keluarga adalah melakukan pelarian untuk mempertahankan cinta yang telah mereka rajut. Demikian juga dengan tokoh Inangkali dan Sora.
Amangkali sebagai peran lion dalam menjalankan ide selalu mendapat perlawanan keras dari mars. Peran ini dijalankan oleh Wani, Putri Amangkali. Titik perlawanan sebenarnya terletak pada persolan perbedaan ide kedua tokoh ini. Amangkali (lion) hendak mempertahankan perjodohan yang telah dilakukan sejak tokoh ini masih kecil. Sementara Wani (mars) sebaliknya. Tokoh mars tidak setuju dengan perjodohan yang telah dilakukan oleh amandanya. Dasar penolakan mars dengan perjodohan tersebut adalah cinta adalah persoalan pribadi dalam dalam kehidupan setiap manusia. Bagi mars mencintai dan dicintai adalah sesuatu yang paling rahasia dalam kehidupan setiap manusia. Oleh karena itu, biarkan ia menentukan sendiri. Toh dalam kenyataannya yang akan menjalaninya adalah mereka juga. Dengan demikian hal ini tidak bisa dipaksakan.
Prinsip mars mengenai cinta menjadi kekuatan besar untuk melawan lion. Kekuatan besar itu ditunjukan oleh mars dalam melawan kehendak lion yang dianggap tidak sesuai dengan cita-cita yang ingin dicapainya. Peran mars, Wani berusaha melawan lion, Amangkali meskipun harus menghadapi kematian. Peran ini benar-benar dipertahankan oleh Wani. Meskipun pada akhirnya nyawa mars yang diperankan oleh Wani harus lepas dari jasadnya tidak menjadi perkara yang penting. Bagi mars yang diperankan oleh Wani telah menunjukan peran bahwa ia tidak setuju dengan tindakan lion yang diperankan oleh Amangkali.
Perkara peran lion yang diperankan oleh Amangkali dan mars yang diperankan oleh Wani dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa sangat berat. Persoalan ini berat dan pelik karena peran lion dan mars adalah ayah dan anak. Menghadapi peran ini, pembaca dibawa pada situasi yang serba salah. Pada satu sisi, Amangkali adalah seorang ayah yang mesti memberi perlindungan dan kasih sayang pada anak. Pada sisi lain, Amangkali sebagai simbol ketinggian derajat dan martabat keluagra harus menghormati dan mempertahankan harkat dan martabat keluarga. Sementara Wani, pada satu sisi, ia harus menghormati ayahnya. Pada sisi lain, ia harus mempertahankan keutuhan dan kesucian cinta yang telah dirajut bersama La Domai. Kedua tokoh ini diperhadapkan pada dua hal yang sama peliknya.
Peran sun dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa berhubungan erat dengan peran mars. Peran ini mengarah pada tokoh atau apa pun yang tujuan perjuangan mars. Mengacu pada prinsip ini, maka peran sun mengarah pada Wani dan La Domai. Kedua tokoh ini mengemban peran sun untuk mempertahankan cinta yang telah dirajut bersama. Kesucian cinta yang diperjuangkan oleh tokoh ini telah menjadi pilihan hidup yang harus dijalani dan dipertahankan.
Pilihan hidup semacam ini tentu memiliki resiko. Salah satu yang harus dihadapi adalah bahwa pilihan hidup ini dianggap melanggar adat leluhur yang dipercaya dan diyakini secara turun temurun dalam keluarga Amangkali. Akan tetapi kenyataan ini harus dihadapi oleh tokoh yang mengemban peran ini.
Peran earth dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa berhubungan erat dengan peran lion. Peran ini mengarah pada tokoh atau apa pun yang menerima hasil perjuangan lion. Mengacu pada prinsip ini, maka peran earth mengarah pada Amangkali, Inangkali dan Sora. Ketiga tokoh ini mengemban peran earth untuk mempertahankan kehormatan, ketinggian harkat dan derajat keluarga. Kehormatan, ketinggian harkat dan derajat keluarga adalah segalanya bagi tokoh yang mengemban peran earth.
Pilihan hidup ini juga memiliki resiko. Resiko berupa kenyataan bahwa Wani benar-benar telah memilih jalan hidupnya sendiri dengan tidak mengidahkan adat-istiadat leluhur yang dijunjung tinggi selama puluhan tahun. Keputusan Amangkali sebagai simbol keagungan derajat keluarga tidak diindahkan oleh Wani. Ini menjadi tantangan yang paling berat, sebab tantangan itu ternyata ada dalam keluarganya sendiri.
Peran scale dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa hadir untuk menengahi, menghakimi pertikaian antara lion dan mars. Berarti peran ini hadir untuk melerai pertikaian antara Amangkali pada pihak lion dan Wani pada pihak mars. Peran ini diemban oleh Nujum, juragan laut, juragan dan juragan darat.
Dalam menjalankan fungsi peran scale, tokoh-tokoh ini sama sekali tidak menentukan sikap secara pasti dalam melerai pertikaian antara lion dan mars. Hal ini tampak ketika tokoh, lion (Amangkali) yang mempertanyakan kebenaran tindakannya ketika memerintahkan La Ngkaliti untuk memisahkan jiwa dan jasat Wani dan Langkaliti. Tokoh-tokoh ini tidak secara nyata menyatakan bahwa tindakan Amangkali benar atau salah. Tokoh-tokoh ini mengambil sikap diplomatis dengan menyatakan semuanya kembali pada kearifan budi dan kejernihan jiwa tuangku Amangkali.
Pilihan tokoh ini mengambil sikap diplomatis dilandasi oleh faktor bahwa Amangkali adalah tokoh yang dijunjung tinggi di Mara Sangia. Dengan demikian, mereka sama sekali tidak bisa melakukan tindakan nyata, sebab tindakan itu bisa dianggap melanggar dan merendahkan kehormatan, harkat dan derajat Amangkali di Mata masyarakat.
Peran moon dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa hadir sebagai penolong antara pihak yang bertikai. Peran ini menjadi penolong lion dan mars. Mengacu pada prinsip tersebut, maka tokoh yang berperan sebagai moon adalah La Ngkaliti. Tokoh ini menjadi penolong lion sekaligus penolong mars. Peran moon sebagai penolong lion ditunjukkan untuk menyelamatkan keagungan, harkat dan martabat keluarga Amangkali di Mata Sangia. Peran ini diwujudkan dengan menjalankan tugas memisahkan nyawa dan jasat dari tubuh Wani dan La Domai. Tugas ini dijalankan oleh tokoh ini dan menuai hasil sesuai dengan yang diharapkan oleh tokoh lion. Peran moon sebagai penolong mars ditunjukkan oleh La Ngkaliti setelah berhasil membenamkan keris pusaka mata sangia pada tubuh La Domai. Melihat kenyataan itu, Wani membuktikan janji yang telah diucapkan bersama pada saat mengokohkan cinta mereka. Ia juga akhirnya membenamkan keris pusaka mata sangia ke dadanya. Kedua tokoh ini menemui ajal.
Melihat dua jasat tak bedaya di hadapannya, tokoh ini menyesali tindakannya. Kehormatan keluarga berhasil dikembalikan pada posisinya semula. Semuanya telah ditebus oleh duanya nyawa yang terpisah dari jasat. Tetapi, apalah arti kehormatan jika bunga dan mahkotanya harus layu di taman sendiri.
Tokoh-tokoh di atas disamping hadir dengan peran juga hadir dengan karakter masing-masing. Karakter tokoh pada hakikatnya erat kaitannya dengan pembedaan tokoh berdasarkan sifat tokoh. Mengacu pada prinsip tersebut, maka tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh protagonis, dan 2) tokoh antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh yang sengaja diciptakan oleh pengarang untuk mengemban nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kemanusia dan cita-cita luhur manusia. Tokoh inilah yang dinilai sebagai tokoh baik. Tokoh ini selalu diperhadapkan dengan berbagai macam rintangan.
Tokoh kategori pertama mudah dikenali. Biasanya menimbulkan rasa peduli, prihatin dan kasihan pada bagian awal cerita. tokoh ini diperhadapkan dengan berbagai macam penderitaan yang berturut secara terus menerus. Penderitaan ini tidak bisa dihindari. Semuanya harus dihadapi dan dijalani oleh tokoh yang memiliki karakter ini.
Bagian tengah cerita, tokoh yang berkarakter baik mulai menemukan titik terang dari berbagai masalah yang dihadapinya. Perlahan-lahan setiap permasalahan dapat dilalui dan diselesaikan dengan baik. Penyelesaian setiap persoalan ini ini membangkitkan rasa gembira, senang dan semakin membangkitkan simpatik pada diri pembaca. Tokoh kategori ini pada posisi ini hadir sebagai pahlawan dan idola pembaca.
Tokoh kategori kedua pada sisi lain. Merupakan tokoh yang menghalangi nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kemanusia dan cita-cita luhur manusia diwujudkan. Tokoh ini selalu melakukan macam rintangan ancaman, gangguan, halangan dan rintangan untuk menghalagi tokoh yang mengemban nilai luhur kemanusiaa. Tokoh inilah yang disebut sebagai tokoh jahat. Tokoh ini mudah dikenali. Biasanya menimbulkan rasa jengkel pada pembaca.
Mengacu pada kriteria ini, tokoh dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa dipilah menjadi dua bagian, yaitu 1) Juragan Laut, 2) Amangkali, 3) Sora, Inangkali, 4) Nujum, 5) Duta sebagai tokoh yang berkarakter baik. Tokoh ini membangkitkan simpatik pada diri pembaca. Meskipun bisa saja berubah sebaliknya. Wani dan La Domai sebagai tokoh jahat. Tokoh ini membangkitkan rasa jengkel pada diri pembaca. Meskipun bisa saja berubah sebaliknya.

2.       Motif, Konflik, Peristiwa dan Alur
Uraian mengenai motif, konflik, peristiwa dan alur dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa diawali dengan deskripsi sekwen. Deskripsi sekwen penting dilakukan untuk mengetahui setiap rentetan peristiwa yang terjadi dalam naskah drama tersebut. Urutan sekwen naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa adalah sebagai berikut.
1.       Suasana keluarga Amangkali menjelang keberangkatan (alamat buruk, kopiah Amangkali jatuh).
2.       Tindakan Juragan Darat terhadap alamat yang menimpa Amangkali (memanggil Nujum).
3.       Kemarahan Amangkali (mengetahui hubungan Wani dan La Domai).
4.       Pembelaan Wani (tidak setuju menghina La Domai).
5.       Sikap Wani terhadap tindakan ayahnya (menagis).
6.       Cerita ibu (Inangkali) tentang awal-mula perjodohan Wani dan Putra Amantale.
7.       Pembelaan (penolakan) Wani mengenai perjodohan yang dilakukan ayahnya.
8.       Tanggapan La Ngkaliti terhadap perjodohan Wani dan Putra Amantale (berharap Wani tidak menolak).
9.       Nasehat La Ngkaliti kepada Wani mengenai perjodohan (Wani-La Domai).
10.    Tangapan Wani terhadap nasehat La Ngkaliti.
11.    Nasehat Amangkali terhadap Wani.
12.    Tanggapan Wani terhadap nasehat Amangkali (menolak).
13.    Tindakan Amangkali dan keluarga terhadap sikap Wani (meniggalkan Wani).
14.    Keadaan Wani setelah ditinggalkan (lemah, putus asa).
15.    Suasana keluarga Amangkali menunggu utusan dari keluarga Amantale
16.    Kuhadiran utusan Amantale
17.    Acara peminangan
18.    Kesepakatan keluarga mengenai perjodohan Wani dan Putra Amantale
19.    Kebahagian kedua keluarga
20.    Tanggapan orang lain mengenai perjodohan Wani dan Putra Amantale (tidak setuju)
21.    Sikap La Domai mengenai perjodohan Wani (hampir putus asa)
22.    Pemberian penguatan Wani pada La Domai (mencintai La Domai)
23.    Ikatan janji Wani-La Domai
24.    Tindakan Wani (lari bersama La Domai)
25.    Kemarahan Amangkali (menyuruh La Ngkaliti memisahkan nyawa dan badan Wani dan La Domai)
26.    Sikap La Ngkaliti pada titah ayahnya (melaksanakan perintah Amangkali)
27.    Penolakan para juragan mengenai tindakan Amangkali
28.    Kegigihan Amangkali mempertahankan prinsip
29.    Suasana/hubungan Wani dan La domai di pelarian (tetap setia)
30.    Kegigihan La Ngkaliti menunaikan titah Amangkali (membunuh La Domai dan Wani)
31.    Penyesalan La Ngkaliti

Berdasarkan sekwen di atas dapat ditentukan rentetan peristiwa yang terjadi dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa sebagai berikut.
Peristiwa diawali dengan suasana keluarga menjelang keberangkatan Amangkali. Suasana menjadi hening ketika kopiah Amangkali jatuh. Ini pertanda alamat buruk akan menimpa keluarga Amangkali. Peristiwa ini memunculkan peristiwa kedua, yaitu Juragan Darat segera memanggil Nujum untuk menyiapkan makna yang tertera pada alamat (kopiah jatuh). Peristiwa kedua memunculkan peristiwa ketiga, yaitu kemarahan (penolakan) Amangkali mengenai hubungan Wani dan La Domai). Peristiwa ketiga sebebarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan peristiwa pertama dan kedua akan tetapi memiliki hubungan tak langsung. Hubungan tidak langsung itu berupa pemunculan secara perlahan alamat pada peristiwa pertama (kopiah jatuh). Peristiwa ketiga memunculkan peristiwa keempat, yaitu pembelaan Wani, ketidaksetujuan Wani pada tindakan Amangkali (menghina La Domai). Peristiwa keempat memunculkan peristiwa kelima, yaitu sikap Wani terhadap tindakan ayahnya, (menangis). Peristiwa kelima memunculkan peristiwa keenam, yaitu cerita ibu (Inangkali) tentang awal-mula perjodohan Wani dan Putra Amantale. Peristiwa keenam memunculkan peristiwa ketujuh, yaitu pembelaan (penolakan) Wani mengenai perjodohan yang dilakukan ayahnya. Peristiwa ketujuh memunculkan peristiwa kedelapan, yaitu tanggapan La Ngkaliti terhadap perjodohan Wani dan Putra Amantale, berharap Wani tidak menolak. Peristiwa kedelapan memunculkan peristiwa kesembilan, yaitu nasehat La Ngkaliti kepada Wani mengenai perjodohan (Wani-La Domai). Peristiwa kesembilan memunculkan peristiwa keenamsepuluh, yaitu tangapan Wani terhadap nasehat La Ngkaliti. Peristiwa sepuluh memunculkan peristiwa kesebelas, yaitu nasehat Amangkali terhadap Wani. Peristiwa kesebelas memunculkan peristiwa keduabelas, yaitu tanggapan (penolakan) Wani terhadap nasehat Amangkali. Peristiwa keduabelas memunculkan peristiwa ketigabelas, yaitu tindakan Amangkali dan keluarga terhadap sikap Wani (meniggalkan Wani). Peristiwa ketigabelas memunculkan peristiwa keempatbelas, yaitu keadaan (lemah, putus asa) Wani setelah ditinggalkan. Peristiwa keempatbelas memunculkan peristiwa kelimabelas, yaitu suasana keluarga Amangkali menunggu utusan dari keluarga Amantale.
Peristiwa kelimabelas memunculkan peristiwa keenambelas, yaitu kehadiran utusan Amantale. Peristiwa keenambelas memunculkan peristiwa ketujuhbelas, yaitu acara peminangan. Peristiwa ketujuhbelas memunculkan peristiwa kedelapanbelas, yaitu kesepakatan keluarga mengenai perjodohan Wani dan Putra Amantale. Peristiwa delapanbelas memunculkan peristiwa kesembilanbelas, yaitu kebahagian kedua keluarga. Peristiwa kesembilanbelas memunculkan peristiwa keduapuluh. Tanggapan orang lain mengenai perjodohan Wani dan Putra Amantale (tidak setuju). Peristiwa kedua puluh memunculkan peristiwa keduapuluh satu, yaitu sikap La Domai mengenai perjodohan Wani (hampir putus asa).
Peristiwa kedua puluh satu memunculkan peristiwa keduapuluh dua, yaitu pemberian penguatan Wani pada La Domai (mencintai La Domai). Peristiwa kedua puluh dua memunculkan peristiwa keduapuluh tiga, yaitu ikatan janji Wani-La Domai. Peristiwa kedua puluh tiga memunculkan peristiwa keduapuluh empat, yaitu tindakan Wani (lari bersama La Domai). Peristiwa kedua puluh empat memunculkan peristiwa keduapuluh liam, yaitu kemarahan Amangkali (menyuruh La Ngkaliti memisahkan nyawa dan badan Wani dan La Domai). Peristiwa kedua puluh lima memunculkan peristiwa keduapuluh enam, yaitu sikap La Ngkaliti pada titah ayahnya (melaksanakan perintah Amangkali). Peristiwa kedua puluh enam memunculkan peristiwa keduapuluh tujuh, yaitu penolakan para juragan mengenai tindakan Amangkali. Peristiwa kedua puluh tujuh memunculkan peristiwa keduapuluh delapan, yaitu kegigihan Amangkali mempertahankan prinsip.
Peristiwa kedua delapan memunculkan peristiwa keduapuluh sembilan, yaitu suasana/hubungan Wani dan La domai di pelarian (tetap setia). Peristiwa keduapuluh sembilan memunculkan peristiwa ketigapuluh, yaitu kegigihan La Ngkaliti menunaikan titah Amangkali (membunuh La Domai dan Wani). Peristiwa ketigapuluh memunculkan peristiwa ketigapuluh satu. Rincian rentetan peristiwa di atas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Peristiwa
Hubungan Antarperistiwa
Langsung
Tidak Langsung
1 dan 2

2 dan 3

3 dan 4

4 d 5

5 d 6

6 d 7

8 d 9

9 d 10

10 d 11

11 d 12

12 d 13

13 d 14

14 d 15

15 d 16

16 d 17

17 d 18

18 d 19

19 d 20

20 dan 21

21 d 22

22 d 23

23 d 24

24 d 25

25 d 26

26 d 27

27 d 28

28 d 29

29 d 30

30 d 31


Rentetan peristiwa di atas menunjukan bahwa naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menggunakan alur maju. Peristiwa dibentuk berdasarkan urutan kronologis. Peristiwa yang satu menjadi penyebab munculnya peristiwa selanjutnya.
Rentetan peristiwa di atas dapat ditelusuri konflik yang terjadi dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa. Konflik dimaksud terjadi antara orang tua dan anak. Orang tua diwakili oleh Amangkali dan anak diwakili oleh Wani. Motif konfliknya adalah perbedaan ide mengenai pemilihan jodoh. Pihak orang tua, Amangkali memandang bahwa pemilihan jodoh ditentukan oleh orang tua. Anak sama sekali tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri jodohnya. Anak hanya menjalani kesepakatan yang dilakukan oleh keluarga. Sedangkan anak, Wani, pemilihan jodoh ditentukan oleh anak. Pemilihan jodoh harus didasari oleh cinta dan kasih sayang di atara keduanya. Cinta merupakan hal yang sangat rahasia dalam kehidupan setiap insan. sebab yang akan menjalani adalah anak.

3.       Latar dan Ruang
Masalah perjdohan pada hakikatnya merupakan masalahan sosial yang terjadi di masyarakat, termasuk Buton. Budaya ini biasanya bermula, dipelihara dan dikembangkan oleh kaum tua. Biasanya perjodohan dilakukan dengan motif dan dorongan mempertahankan harga diri, harkat dan martabat keluarga. Budaya ini biasanya ditentang oleh kalangan muda. Kalangan ini biasanya tidak setuju dengan perjodohan. Kalangan muda menuntut kebebasan dalam segala lini kehidupan.
Drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa merupakan salah satu naskah drama yang menyuguhkan budaya sebagai persoalan utama. Budaya mempertahankan nama baik, harga diri dan martabat keluarga. Hal ini dilakukan oleh salah seorang tokoh, Amangkali. Tokoh ini sangat gigih mempertahankan kehormatan dan harga diri keluarga. Hal ini dilakukan dengan tetap mempertahankan perjodohan yang telah dilakukan pada Putrinya semenjak masih kecil. Meskipun perjodohan itu ditentang oleh putrinya.
Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksional yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Latar dan ruang di dalam drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasi permasalahan drama. Latar berkaitan dengan penokohan dan alur secara langsung. Latar saling menunjang dengan alur dan penokohan dalam membangun permasalahan dan konflik.
Drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa mengambil Buton, Ciacia sebagai tempat terjadinya peristiwa. Tempat ini diperkuat dengan pemberian nama tokoh, watak dan bahasa yang digunakan dalam naskah drama tersebut. Pemberian nama tokoh, seperti Amangkali, Inangkali, Wani, La Domai merupakan nama-nama yang cukup familiar pada masyarakat Buton, Ciacia. Nama tokoh didukung oleh watak tokoh yang kuat dan teguh. Amangkali, misalnya, tokoh ini sangat teguh mempertahankan pendirian dalam hal perjodohan yang telah dilakukan sejak kecil. Sikap ini tetap dipertahankan oleh tokoh meskipun harus mengorbankan putri tunggalnya, Wani. Penyampaian watak tokoh juga didukung kekuatan bahasa. Sebagian dari naskah drama ini menggunakan bahasa Buton, Ciacia.
Penggunaan latar Buton, Ciacia dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa memicu konflik dan perkembangan alur. Buton, Ciacia menjadi potensi pemicu konflik karena pada masyarakat Buton, Ciacia secara turun-temurun mempertahankan budaya perjodohan pada anak gadis mereka. Seorang anak sama sekali tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri dalam hal perjodohan. Budaya ini tentu sulit diterima oleh masyarakat masa kini. Sebab paham kebebasan pada masyarakat masa kini telah melekat kuat. Inilah yang terjadi pada Wani. Tokoh ini sangat kuat menentang perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya.
Penggunaan nama latar juga memicu perkembangan alur. Latar Buton, Ciacia dan Mata Sangia menempatkan Amangkali sebagai keluarga dari keturunan darah biru. Keturunan inilah yang yang menyebabkan Amangkali bersikukuh untuk menentang kisah asmara La Domai dan Wani. Amangkali memandang bahwa seorang dari keturunan darah biru tidak bisa begitu saja memilih dan menentukan kekasihnya sendiri. Inilah yang memicu perkembangan alur selanjutnya.
Perkembangan alur dalam naskah drama ini bermula dari suasana keluarga Amangkali menjelang keberangkatan (berlayar). Suasana ini diwarnai oleh alamat buruk yang menimpa Amangkali. Alamat ini pada peristiwa selanjutnya ternyata merupakan pertanda ada hal yang tidak baik terjadi dalam keluarga (Wani menjalin hubungna asmara dengan La Domai). Alur bergerak maju. Amangkali sama sekali tidak menyetujui hubungan asmara tersebut. Mengetahui hal itu, Wani menempuh tindakan yang tidak senonoh. Ia melarikan diri bersama kekasihnya, La Domai. Tindakan Wani ini semakin memicu kemarahan Amangkali. Amangkali, mengeluarkan titah kepada La Ngkaliti untuk menghabisi nyawa Wani dan kekasihnya. Titah ini berhasil ditunaikan oleh La Ngkaliti. La Domai berhasil diselesaikan. Dan Wani memilih bunuh diri setelah melihat kekasihnya tertikam.

C.      Penutup
Ada tiga aspek yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu 1) tokoh, peran dan karakter, 2) motif, konflik peristiwa dan alur, dan 3) latar dan ruang. Uraian mengenai tokoh diarahkan pada: 1) tokoh berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya dalam cerita, 2) berdasarkan sifat, 3) berdasarkan perwatakannya, 4) berdasarkan perkembangan watak, 5) berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh.
Berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh utama, 2) tokoh tambahan. Mengacu pada dua kategori tokoh ini, maka tokoh-tokoh dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa dibedakan pula menjadi dua kategori. 1) Amangkali sebagai tokoh utama dan 2) Juragan Laut, Sora, Inangkali, Nujum, Wani, Bibi, Langkaliti, Para Tamu, Juragan Darat, Duta, Teman, Teman 2, dan La Domai sebagai tokoh tambahan.
Berdasarkan sifat tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh protagonis, dan 2) tokoh antagonis. Mengacu pada kriteria ini, tokoh dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa dipilah menjadi dua bagian, yaitu 1) Juragan Laut, 2) Amangkali, 3) Sora, Inangkali, 4) Nujum, 5) Duta sebagai tokoh protagonis dan 1) Wani, 2) La Domai sebagai tokoh antagonis.
Berdasarkan perwatakan tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh sederhana, 2) tokoh kompleks. Mengacu pada dua pembedaan tokoh ini, naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menampilkan Inangkali, Juragan laut, Juragan darat dan Nujum sebagai tokoh sederhana. Sedangkan yang lainnya merupakan tokoh kompleks.
Berdasarkan perkembangan watak tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh statis, 2) tokoh berkembang. Mengacu pada pemilahan tersebut, naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menampilkan Inangkali, Juragan laut, Juragan darat dan Nujum sebagai tokoh statis. Sedangkan yang lainnya merupakan tokoh berkembang.

Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh tipikal, 2) tokoh netral. Mengacu pada dua pembedaan ini, dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menampilkan dua orang tokoh tipikal, yaitu Amangkali dan Wani. Kedua tokoh ini mewakili dua tipikal yang berbeda. Amangkali mewakili tipikal seorang ayah dalam keluarga berdadarah biru di Mata Sangia. Tokoh ini juga mewakili tipikal orang tua pada masanya (orang tua masa silam). Pada sisi lain adalah Wani. Tokoh ini mewaliki tipikal perempuan dari keluarga darah biru. Tokoh ini juga mewakili perempuan masa kini dan masa depan.

Naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa menggunakan alur maju. Peristiwa dibentuk berdasarkan urutan kronologis. Peristiwa yang satu menjadi penyebab munculnya peristiwa selanjutnya.
Rentetan peristiwa memunculkan konflik yang terjadi dalam naskah drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa. Konflik dimaksud terjadi antara orang tua dan anak. Orang tua diwakili oleh Amangkali dan anak diwakili oleh Wani. Motif konfliknya adalah perbedaan ide mengenai pemilihan jodoh. Pihak orang tua, Amangkali memandang bahwa pemilihan jodoh ditentukan oleh orang tua. Anak sama sekali tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri jodohnya. Anak hanya menjalani kesepakatan yang dilakukan oleh keluarga. Sedangkan anak, Wani, pemilihan jodoh ditentukan oleh anak. Pemilihan jodoh harus didasari oleh cinta dan kasih sayang di atara keduanya. Cinta merupakan hal yang sangat rahasia dalam kehidupan setiap insan. sebab yang akan menjalani adalah anak.
Drama “Bulan Muda yang Terbenam” Karya La Ode Balawa merupakan salah satu naskah drama yang menyuguhkan budaya sebagai persoalan utama. Budaya mempertahankan nama baik, harga diri dan martabat keluarga. Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksional yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Latar dan ruang di dalam drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasi permasalahan drama. Latar berkaitan dengan penokohan dan alur secara langsung. Latar saling menunjang dengan alur dan penokohan dalam membangun permasalahan dan konflik.

Daftar Pustaka

Balawa, La Ode. Tanpa Tahun. Bulan Muda yang terbenam.

Kleden, Ignas. 1998. Fakta dan Fiksi tentang Fakta dan Fiksi Imajinasi Sastra dan Ilmu Sosial. Jurnal Kebudayaan Kalam 11. Jakarta.

Pujiharto. 2012. Pengantar Teori Fiksi. Jogyakarta: Penerbit Ombak.



~~~~~~
Cat:
Kajian intertekstual dapat dilanjutkan pada mata kuliah kritik sastra.

1 comment :