Thursday, December 1, 2016

DRAMA PEREMPUAN PESISIR (SADURAN)


PEREMPUAN PESISIR
Naskah Drama Ini Diadaptasi Dari Naskah Drama Perempuan Dalam Kereta
(drama dua adegan)
DISADUR ULANG
Oleh
Samsuddin, S.Pd., M.Hum
Deskripsi naskah
Naskah drama perempuan pesisir diadapdasi dari naskah drama Perbudakan. Tokoh-tokoh dalam perempuan ini terdiri atas (1) perempuan 1, (2) perempuan 2, (3) suami, (4) istri dan (5) laki-laki.
Naskah drama ini berkisah tentang perjuang perempuan yang ingin bebas dari kungkungan laki-laki. Para perempuan merasa bahwa kehidpan mereka hanyalah boneka buat laki-laki.
Naskah ini sudah 5 kali ditampilkan. (1) ditampilkan oleh Laskar Sastra Sultra di auditorium drama FKIP Unhalu, (2) ditampilkan oleh Laskar Sastra Sultra bekerja sama dengan pemerintah kecamatan Lakudo pada malam kandekandea, (3) ditampilkan oleh Laskar Sastra Sultra bekerja sama dengan MAN Lakudo, (4) mahasiswa USN Tanggetada. (5) ditampilkan di Boepinang bekerja sama dengan pemerintah kecamatan Poleang.

Adegan I
Di sudut yang lain, muncul seorang perempuan sedang membelah dan menghancurkan batu-batu dengan palu sambil menjeritkian kata: seperti dalam dongeng, kerajaan telah menjadi batu..... (braaak). Rumah-rumah penuh batu......(braak). Tanah lempung menjadi batu. (braaak). Menjadi patung di rawa-rawa.... (braaak). Siapapun kamu, dari mana asal usulmu, tidak ada bedanya....... semuanya menjadi satu, menjadi batu.... batu-batu menumpuk dalam istana. Lihatlah! Tujuh langit berderit membuka pintu. Pohon-pohon menghitam karena ludah batu.... debu-debu menghitam karena batu-batu..... aku perempuan yang tak ada dalam tubuhmu...............

Bersamaan dengan itu, seorang laki-laki bermain gerak, meradang dan bergetar setiap kali batu dipukul, sampai akhirnya rubuh dan berguling-guling, tak berdaya, mencabut senapan dan menembakkannya ke udara. Sunyi lalu gelap.
Kemudian di sudut yang lain lagi, muncul suami istri yang sedeang beretengkar. Melempar panci dan wajan ke atas panggung.

ISTR I                              : Perempuam mana yang sanggup menjadi boneka seumur hidup.
SUAMI                             : Kalau sudah tidak sanggup menjadi boneka, ya tidak usah mengeluh, yang namanya perempuan, dimana-mana ya begitu.
ISTRI                               : Begitu bagaimana?
Suami                               : Ya begitu, pikir saja sendiri.
ISTRI                               : Memangnya kamu sudah tidak bisa mikir? Begini pikir sendiri, begitu pikir sendiri, kaya filosof saja. Kalau tidak sdanggup berbicara dengan istri, ya sana bicara dengan dirimu sendiri, dengan batu yang teronggok di kepalamu.
SUAMI                             : Pikiranmu memang sudah tidak waras, sudah melenceng dari kodrat yang ditentukan.
ISTRI                               : Kodrat yang mana? Ketentuan yang mana? Kodrat perempuan hanya melahirkan dan menyusui, lalu apa kodrat seorang laki-laki?
SUAMI                             : Ya manjadi suami goblok. Menjadi bapak dari anak-anak yang telah dilahirkan oleh istrinya. Menjadi pemimpin dari keluarganya. Menjadi penguasa di rumahnya. Menjadi.............
ISTRI                               : menjadi  majikan yang tolol dan tak tahu diri, manjadi manusia yang sok suci, menjadi manusia yan g harus dipecah kepalanya dengan palu.
SUAMI                             : Lancang kamu.
ISTRI                               : Lancang apanya?
SUAMI                             : Ya lidah itu.
ISTRI                               : Kalau aku mau, bukan hanya lidah ini yang lancang, tap juga tangan dan kakiku, juga pikiran dan hatiku, juga keputusan , dan keberanianku untuk menembak gajah-gajah yang menempel di pelupuk matamu, untuk membuka tong sampah yang berada dalam dadamu, untuk........ (Suami menutup telinga dan menghindar. Istri memperhatikan terus dan terusa memperhatikan). Kenapa kau tutup telingamu?
SUAMI                             : Telingaku terlalu lebar untuk dimasiki lebah-lebah.
ISTRI                               : Kalau aku mau, bukan hanya lebah yang akan masuk ke dalam telingamu, tetapi juga harimau, kelabang, dan kalajengking. Kalau perlu akan kupanggil pawang ular untuk memasukkan ular kobra ke dalam telingamu......
SUAMI                             : Sudah, sudah! Tidak usah melawak, aku mau pergi. Bicara saja dengan bayanganmu sendiri.
ISTRI                               :hanya lelakai yang selalu bicara dengan bayangannya sendiri. Hanya lelaki yang bisa menipu dirinya sendiri. Dan ini yang jelas, hanya lelaki yang bisa dikebiri menjadi banci.
SUAMI                             : Sudah, sudah! Aku mau keluar.
ISTRI                               : Mau keluar kemana? Lewat mana? Semua pintu sudah terkunci? Dunia sudah berubah. Kaum perempuan sudah berbenah. Ini zaman baru, tak ada lagi perempuan yang mau dijadikan tumbal, dijadikan keset dalam rumah tangga, dalam negara ataupun istana para raja......
SUAMI                             : Ooo.... kuno, ndak pernah baca koran ya...? ndak pernah nonton televisi ya...? ndak pernah dengar kampanye ya..? he... ndak pernah dengarkan radio ya? Ndak pernah nonton film ya? Ndak pernah masuk diskotik ya.......
ISTRI                               : Ndak pernah, ndak pernah dengkulmu itu.... semua itu ulah lelaki.... karena kedunguan dan kejahilan lelaki. Lelakilah yang membuat perempuan menjadi tak berdaya, bukanb kitab suci atau agama, bukajhn bangsa atau negara.
SUAMI                             : Ya sudah. Aku mau keluar. Mau jalan....
ISTRI                               : Mau jalan kemana? Mau keluar kemana? Lewat mana? Semua pintu telah terkunci.
SUAMI                             : Ya..... lewat jendela.
ISTRI                               : Jendela hanya pantas dilewati oleh seekor tikus atau pencuri. Lewat saja kalau berani. Ayo, loncat kalau berani. Lereng bukit dan jurang-jurang telah menunggu pelarianmu. Ayo kalau berani.

Adegan II
Sang suami bergerak ragu, istri bergerak ke balik panggung. Dua perempuan dalam kekangan muncul kembali dalam keadaan tergagap. Dua petugas datang, berbicara keras tetapi tidak jelas. Perempuan tidur kembali dalam posisinya. Seorang lelaki (bisa juga tentara, coboy, tuan atau penguasa) muncul dengan gelisah dan emosi. Memukul benda-benda dengan keras, sehingga kedua perempuan itu terbangun.
LELAKI                           : Tidak usah pura-pura! Ini dunia, ini kenyataan, bukan ranjang untuk tidur dan bermimpi. Ayo bangun, bangun! Aku sudah tahu siapa namamu dan dari mana asal usulmu, kalau memang kamu memang pemberani dan bersikeras untuk keluar dari jeruji9 ini, jelaskan sekarang juga apa keinginan dan kehendakmu?
PEREMPUAN 1               : Bukankah tuan  sudah mengetahui semuanya. Untuk apa aku bicara.
LELAKI                           : Untuk mengetahui berapa centi lebar mulutmu jika kau sedang bicara. Untuk mengetahui berapa kubik lahar panas yang sanggup kau muntahkan lewat bibirmu yang seperti kawah gunung berapi itu.
PEREMPUAN 1               : Aku bukan gunung berapi, bukan harimau atau singa, bukan juga ular naga yang sedang kekenyangan karena makan daging dan minum darah. Aku adalah manusia nyata. Bukan ratu, bukan materi menteri yang bisa berbohong di atas podium setiap hari.
LELAKI                           : baik! Kalau memang begitu, jawab pertanyaanku secara singkat, jujur, dan tegas....
PEREMPUAN 1               : Apakah tuan masih percaya bahwa kami berkata jujur dan tegas?
LELAKI                           : Tidak usah bertanya, saya hanya minta jawaban bukan pertanyaan.
PEREMPUAN 1               : Apakah kami tidak memiliki hak untuk bertanya?
LELAKI                           : Saya hanya membutuhkan jawaban, bukan pertanyaan. Kalian berdua ini laki-laki atau perempuan?
PEREMPUAN 1               : Kami adalah manusia... bukan hewan atau tumbuh-tumbuhan... bukan pula makanan.....
PEREMPUAN 2               : Ya, kami adalah manusia yang merdeka untuk mencari kebebasan, kebenaran, dan keadilan dimana saja, untuk berjalan kemana saja. Bukan keadilan, kebebasan, dan kemerdekaan, bahkan juga kebangsaan dan negara yang tidak memiliki jenis kelamin....
LELAKI                           : Tidak usah berkhutbah! Aku ulangi lagi... apakah kalian betul-betul seorang perempuan.
PEREMPUAN 1               : Betul tuan. Kami seorang perempuan
LELAKI                           : Baik aku percaya. Tetapi apakah kalian betul-betul seorang perempuan
PEREMPUAN 2               : Maksud tuan?
LELAKI                           : Apakah buktinya jika kalian adalah perempuan?
PEREMPUAN 1               : Semua kenyataan yang tuan lihat adalah bukti yang tidak terbantahkan
LELAKI                           : Baik, tetapi aku selalu menginginkan sebuah bukti yang absah dan nyata, yang bisa dilihat dengan mata terbuka.
PEREMPUAN 2               : Kami tidak mengerti, apa maksud tuan?
LELAKI                           : Tidak usah bertanya. Aku hanya menginginkan sebuah bukti yang nyata.
PEREMPUAN 1               : Maksud tuan?
LELAKI                           : Kenyataan adalah bukti yang terbuka. Karena itu kalian harus membuka pakaian masing-masing.... sehingga apa yang disebut bukti itu dapat terlihat secara jelas di mataku.
PEREMPUAN 1               : Tuan telah melampaui batas.
PEREMPUAN 2               : Tuan telah melampaui akal pikiran.
LELAKI                           : Seperti juga kekuasaan, dunia tidak memiliki batas. Kehendakku adalah batas yang harus ditempuh oleh semua orang. Kalian tidak akan mungkin dan tidak akan pernah memiliki batas sendiri. Batas kalian adalah kematian, tetapi aku, pemilik dunia ini, selalu berputar di tengah zaman tanpa pembatasan
PEREMPUAN 2               : Tuan sedang berbusa karena arak, sedang mabuk.
LELAKI                           : kemabukan dan kegilaan adalah kereta raksasa, kereta para pembesar yang berjalan sepoanjang abad. Ketel uap, mesin silinder, seribu kuda jantan, para filosof setengah gila, undang-undang dan kitab suci yang diperas energinya untuk menggerakkan roda besi, dari negeri yang satu menuju negeri yang lain. Jika kalian ingin selamat, masuklah ke dalamnya. Ayo buka pakaian kalian.... gerbong kereta telah membuka pintunya.
PEREMPUAN 1               : Tuan sedang bicara tanpa pikiran, sedang terbakar oleh minuman.
LELAKI                           : Minuman? Terbakar oleh minuman... Tidak! Manusia hanya dapat dibakar oleh tiga hal, oleh keindahan, oleh tumpukkan harta, dan kursi kekuasaan.... dan tentu juga karena senapan.... jika kalian menolak kehendakku, senapan ini akan berbunyi... (menembak ke udara). Ayo, buka pakaianmu dan menarilah!
PEREMPUAN 2               : Jika ilalang dan rumput menari karena angin, kami menari karena kehendak kami sendiri, bukan karena kekuasaan tuan. Roda-roda pedati berputar dan menari karena seekor kuda, tetapi kami menari karena ingin membunuh kuda
LELAKI                           : Bedebah! Aku tidak perduli karena apa dan untuk siapa kalian memberontak. Aku tidak peduli pada gerakkan dan perlawanan kalian. Aku hanya menginginkan bukti bahwa kalian memang benar-benar perempuan.... (menembakkan senapan ke udara). Ayo, kerjakan perintahku..!
PEREMPUAN 1&2          : Baik...(dua perempuan buka pakaian, lalu kaos bergambar lingkaran). Apakah tuan juga seorang perempuan
LELAKI                           : Bedebah! Tidak ada perempuan dalam tubuh dan jiwakju. Perempuan adalah makhluk diluar keberadaanku. Bahkan tak ada seorang ibu pun yang berkelebat dalam pikiranku. Akulah dunia, pecinta perdamaian dan peperangan. Aku lahir ke dunia sebagaimana dunia dilahirkan untukku. Aku berbicara seperti dunia berbicara kepadaku.
PEREMPUAN 1               : Kata-kata tuan melampaui batas.
LELAKI                           : Tidak ada batas dalam kehidupanku.
PEREMPUAN 1               : Tuan adalah batas, batas kehidupan yang harus dirobohkan. (tuan ingin memperkosa, perempuan mengambil senapan, dor, dor). Biadab! Patung-patung dari besi berkarat telah membunuh diriku. Badak tanpa cula! Kekuasaan tanpa kemanusiaan..... Marsinah terbunuh karena kekuasaan yang serakah, Solihah mati karerna kedunguan lelaki, Ita terbujur karena hati yang lumpuh....... (memainkan senapan). Ayo kalau berani, siapapun engkau, buka pakaianku, telanjangi diriku! Angin dan badai telah bergerak di dadaku.... di dada seorang perempuan.....(senapan dibuang ke arah penonton) Ayo kalau berani, siapapun engkau, buka pakaianku, telanjangi diriku! ....gunung berapi dari darahku akan meletus dimana-mana....
LELAKI                           : (bergerak hendak bangkit) tidak usah berteriak, tidak usah bernafsu... sudah kuduga. Kalian memang besekongkol dengan para pemberontak itu....
PEREMPUAN 2               : Apa pedulimu? Patung-patung dan berhala tak bisa bicara pada manusia. Tong besi berbunyi nyaring karena dipukul orang, tetapi kami bicara dengan mulut dan lidah kami sendiri......

Jeruji-jeruji dipatahkan, disusun dan ditumpuk di atas tubuh tuan. Dua perempuan mendaki tangga ke atas panggung. Obor-obor menyala dalam silbuet. Kembang api berlari-lari di antara penonton
***

1 comment :

  1. Nama penulis naskah drama asli "Perempuan Dalam Kereta" siapa ya?

    ReplyDelete