PEREMPUAN PESISIR
Naskah Drama Ini
Diadaptasi Dari Naskah Drama Perempuan Dalam Kereta
(drama dua
adegan)
DISADUR ULANG
Oleh
Samsuddin,
S.Pd., M.Hum
Deskripsi naskah
Naskah drama
perempuan pesisir diadapdasi dari naskah drama Perbudakan. Tokoh-tokoh dalam
perempuan ini terdiri atas (1) perempuan 1, (2) perempuan 2, (3) suami, (4)
istri dan (5) laki-laki.
Naskah drama ini
berkisah tentang perjuang perempuan yang ingin bebas dari kungkungan laki-laki.
Para perempuan merasa bahwa kehidpan mereka hanyalah boneka buat laki-laki.
Naskah ini sudah
5 kali ditampilkan. (1) ditampilkan oleh Laskar Sastra Sultra di auditorium
drama FKIP Unhalu, (2) ditampilkan oleh Laskar Sastra Sultra bekerja sama
dengan pemerintah kecamatan Lakudo pada malam kandekandea, (3) ditampilkan oleh
Laskar Sastra Sultra bekerja sama dengan MAN Lakudo, (4) mahasiswa USN Tanggetada.
(5) ditampilkan di Boepinang bekerja sama dengan pemerintah kecamatan Poleang.
Adegan I
Di sudut yang lain, muncul seorang perempuan
sedang membelah dan menghancurkan batu-batu dengan palu sambil menjeritkian
kata: seperti dalam dongeng, kerajaan telah menjadi batu..... (braaak).
Rumah-rumah penuh batu......(braak). Tanah lempung menjadi batu. (braaak).
Menjadi patung di rawa-rawa.... (braaak). Siapapun kamu, dari mana asal usulmu,
tidak ada bedanya....... semuanya menjadi satu, menjadi batu.... batu-batu
menumpuk dalam istana. Lihatlah! Tujuh langit berderit membuka pintu.
Pohon-pohon menghitam karena ludah batu.... debu-debu menghitam karena
batu-batu..... aku perempuan yang tak ada dalam tubuhmu...............
Bersamaan dengan
itu, seorang laki-laki bermain gerak, meradang dan bergetar setiap kali batu
dipukul, sampai akhirnya rubuh dan berguling-guling, tak berdaya, mencabut
senapan dan menembakkannya ke udara. Sunyi lalu gelap.
Kemudian di
sudut yang lain lagi, muncul suami istri yang sedeang beretengkar. Melempar
panci dan wajan ke atas panggung.
ISTR I :
Perempuam mana yang sanggup menjadi boneka seumur hidup.
SUAMI :
Kalau sudah tidak sanggup menjadi boneka, ya tidak usah mengeluh, yang namanya
perempuan, dimana-mana ya begitu.
ISTRI :
Begitu bagaimana?
Suami :
Ya begitu, pikir saja sendiri.
ISTRI :
Memangnya kamu sudah tidak bisa mikir? Begini pikir sendiri, begitu pikir
sendiri, kaya filosof saja. Kalau tidak sdanggup berbicara dengan istri, ya
sana bicara dengan dirimu sendiri, dengan batu yang teronggok di kepalamu.
SUAMI :
Pikiranmu memang sudah tidak waras, sudah melenceng dari kodrat yang ditentukan.
ISTRI :
Kodrat yang mana? Ketentuan yang mana? Kodrat perempuan hanya
melahirkan dan menyusui, lalu apa kodrat seorang laki-laki?
SUAMI :
Ya manjadi suami goblok. Menjadi bapak dari anak-anak yang telah dilahirkan
oleh istrinya. Menjadi pemimpin dari keluarganya. Menjadi penguasa di rumahnya.
Menjadi.............
ISTRI :
menjadi majikan yang tolol dan tak tahu
diri, manjadi manusia yang sok suci, menjadi manusia yan g harus dipecah
kepalanya dengan palu.
SUAMI :
Lancang kamu.
ISTRI :
Lancang apanya?
SUAMI :
Ya lidah itu.
ISTRI :
Kalau aku mau, bukan hanya lidah ini yang lancang, tap juga tangan dan kakiku,
juga pikiran dan hatiku, juga keputusan , dan keberanianku untuk menembak
gajah-gajah yang menempel di pelupuk matamu, untuk membuka tong sampah yang
berada dalam dadamu, untuk........ (Suami menutup telinga dan menghindar. Istri
memperhatikan terus dan terusa memperhatikan). Kenapa kau tutup telingamu?
SUAMI :
Telingaku terlalu lebar untuk dimasiki lebah-lebah.
ISTRI :
Kalau aku mau, bukan hanya lebah yang akan masuk ke dalam telingamu, tetapi
juga harimau, kelabang, dan kalajengking. Kalau perlu akan kupanggil pawang
ular untuk memasukkan ular kobra ke dalam telingamu......
SUAMI :
Sudah, sudah! Tidak usah melawak, aku mau pergi. Bicara saja dengan bayanganmu
sendiri.
ISTRI :hanya
lelakai yang selalu bicara dengan bayangannya sendiri. Hanya lelaki yang bisa
menipu dirinya sendiri. Dan ini yang jelas, hanya lelaki yang bisa dikebiri
menjadi banci.
SUAMI :
Sudah, sudah! Aku mau keluar.
ISTRI :
Mau keluar kemana? Lewat mana? Semua pintu sudah terkunci? Dunia sudah berubah.
Kaum perempuan sudah berbenah. Ini zaman baru, tak ada lagi perempuan yang mau
dijadikan tumbal, dijadikan keset dalam rumah tangga, dalam negara ataupun
istana para raja......
SUAMI :
Ooo.... kuno, ndak pernah baca koran ya...? ndak pernah nonton televisi ya...?
ndak pernah dengar kampanye ya..? he... ndak pernah dengarkan radio ya? Ndak
pernah nonton film ya? Ndak pernah masuk diskotik ya.......
ISTRI :
Ndak pernah, ndak pernah dengkulmu itu.... semua itu ulah lelaki.... karena
kedunguan dan kejahilan lelaki. Lelakilah yang membuat perempuan menjadi tak
berdaya, bukanb kitab suci atau agama, bukajhn bangsa atau negara.
SUAMI :
Ya sudah. Aku mau keluar. Mau jalan....
ISTRI :
Mau jalan kemana? Mau keluar kemana? Lewat mana? Semua pintu telah terkunci.
SUAMI :
Ya..... lewat jendela.
ISTRI :
Jendela hanya pantas dilewati oleh seekor tikus atau pencuri. Lewat saja kalau
berani. Ayo, loncat kalau berani. Lereng bukit dan jurang-jurang telah menunggu
pelarianmu. Ayo kalau berani.
Adegan II
Sang suami bergerak ragu, istri bergerak
ke balik panggung. Dua perempuan dalam kekangan muncul kembali dalam keadaan
tergagap. Dua petugas datang, berbicara keras tetapi tidak jelas. Perempuan
tidur kembali dalam posisinya. Seorang lelaki (bisa juga tentara, coboy, tuan
atau penguasa) muncul dengan gelisah dan emosi. Memukul benda-benda dengan keras,
sehingga kedua perempuan itu terbangun.
LELAKI :
Tidak usah pura-pura! Ini dunia, ini kenyataan, bukan ranjang untuk tidur dan
bermimpi. Ayo bangun, bangun! Aku sudah tahu siapa namamu dan dari mana asal
usulmu, kalau memang kamu memang pemberani dan bersikeras untuk keluar dari
jeruji9 ini, jelaskan sekarang juga apa keinginan dan kehendakmu?
PEREMPUAN 1 :
Bukankah tuan sudah mengetahui semuanya.
Untuk apa aku bicara.
LELAKI :
Untuk mengetahui berapa centi lebar mulutmu jika kau sedang bicara. Untuk mengetahui
berapa kubik lahar panas yang sanggup kau muntahkan lewat bibirmu yang seperti
kawah gunung berapi itu.
PEREMPUAN 1 :
Aku bukan gunung berapi, bukan harimau atau singa, bukan juga ular naga yang
sedang kekenyangan karena makan daging dan minum darah. Aku adalah manusia
nyata. Bukan ratu, bukan materi menteri yang bisa berbohong di atas podium
setiap hari.
LELAKI :
baik! Kalau memang begitu, jawab pertanyaanku secara singkat, jujur, dan
tegas....
PEREMPUAN 1 :
Apakah tuan masih percaya bahwa kami berkata jujur dan tegas?
LELAKI :
Tidak usah bertanya, saya hanya minta jawaban bukan pertanyaan.
PEREMPUAN 1 :
Apakah kami tidak memiliki hak untuk bertanya?
LELAKI :
Saya hanya membutuhkan jawaban, bukan pertanyaan. Kalian berdua ini laki-laki
atau perempuan?
PEREMPUAN 1 :
Kami adalah manusia... bukan hewan atau tumbuh-tumbuhan... bukan pula
makanan.....
PEREMPUAN 2 :
Ya, kami adalah manusia yang merdeka untuk mencari kebebasan, kebenaran, dan
keadilan dimana saja, untuk berjalan kemana saja. Bukan keadilan, kebebasan,
dan kemerdekaan, bahkan juga kebangsaan dan negara yang tidak memiliki jenis
kelamin....
LELAKI :
Tidak usah berkhutbah! Aku ulangi lagi... apakah kalian betul-betul seorang
perempuan.
PEREMPUAN 1 :
Betul tuan. Kami seorang perempuan
LELAKI :
Baik aku percaya. Tetapi apakah kalian betul-betul seorang perempuan
PEREMPUAN 2 :
Maksud tuan?
LELAKI :
Apakah buktinya jika kalian adalah perempuan?
PEREMPUAN 1 :
Semua kenyataan yang tuan lihat adalah bukti yang tidak terbantahkan
LELAKI :
Baik, tetapi aku selalu menginginkan sebuah bukti yang absah dan nyata, yang
bisa dilihat dengan mata terbuka.
PEREMPUAN 2 :
Kami tidak mengerti, apa maksud tuan?
LELAKI :
Tidak usah bertanya. Aku hanya menginginkan sebuah bukti yang nyata.
PEREMPUAN 1 :
Maksud tuan?
LELAKI :
Kenyataan adalah bukti yang terbuka. Karena itu kalian harus membuka pakaian
masing-masing.... sehingga apa yang disebut bukti itu dapat terlihat secara
jelas di mataku.
PEREMPUAN 1 :
Tuan telah melampaui batas.
PEREMPUAN 2 :
Tuan telah melampaui akal pikiran.
LELAKI :
Seperti juga kekuasaan, dunia tidak memiliki batas. Kehendakku adalah batas
yang harus ditempuh oleh semua orang. Kalian tidak akan mungkin dan tidak akan
pernah memiliki batas sendiri. Batas kalian adalah kematian, tetapi aku, pemilik
dunia ini, selalu berputar di tengah zaman tanpa pembatasan
PEREMPUAN 2 :
Tuan sedang berbusa karena arak, sedang mabuk.
LELAKI :
kemabukan dan kegilaan adalah kereta raksasa, kereta para pembesar yang
berjalan sepoanjang abad. Ketel uap, mesin silinder, seribu kuda jantan, para
filosof setengah gila, undang-undang dan kitab suci yang diperas energinya
untuk menggerakkan roda besi, dari negeri yang satu menuju negeri yang lain.
Jika kalian ingin selamat, masuklah ke dalamnya. Ayo buka pakaian kalian....
gerbong kereta telah membuka pintunya.
PEREMPUAN 1 :
Tuan sedang bicara tanpa pikiran, sedang terbakar oleh minuman.
LELAKI :
Minuman? Terbakar oleh minuman... Tidak! Manusia hanya dapat dibakar oleh tiga
hal, oleh keindahan, oleh tumpukkan harta, dan kursi kekuasaan.... dan tentu
juga karena senapan.... jika kalian menolak kehendakku, senapan ini akan
berbunyi... (menembak ke udara). Ayo, buka pakaianmu dan menarilah!
PEREMPUAN 2 :
Jika ilalang dan rumput menari karena angin, kami menari karena kehendak kami
sendiri, bukan karena kekuasaan tuan. Roda-roda pedati berputar dan menari
karena seekor kuda, tetapi kami menari karena ingin membunuh kuda
LELAKI :
Bedebah! Aku tidak perduli karena apa dan untuk siapa kalian memberontak. Aku
tidak peduli pada gerakkan dan perlawanan kalian. Aku hanya menginginkan bukti
bahwa kalian memang benar-benar perempuan.... (menembakkan senapan ke udara).
Ayo, kerjakan perintahku..!
PEREMPUAN 1&2 :
Baik...(dua perempuan buka pakaian, lalu kaos bergambar lingkaran). Apakah tuan
juga seorang perempuan
LELAKI :
Bedebah! Tidak ada perempuan dalam tubuh dan jiwakju. Perempuan adalah makhluk
diluar keberadaanku. Bahkan tak ada seorang ibu pun yang berkelebat dalam
pikiranku. Akulah dunia, pecinta perdamaian dan peperangan. Aku lahir ke dunia
sebagaimana dunia dilahirkan untukku. Aku berbicara seperti dunia berbicara
kepadaku.
PEREMPUAN 1 :
Kata-kata tuan melampaui batas.
LELAKI :
Tidak ada batas dalam kehidupanku.
PEREMPUAN 1 :
Tuan adalah batas, batas kehidupan yang harus dirobohkan. (tuan ingin
memperkosa, perempuan mengambil senapan, dor, dor). Biadab! Patung-patung dari
besi berkarat telah membunuh diriku. Badak tanpa cula! Kekuasaan tanpa
kemanusiaan..... Marsinah terbunuh karena kekuasaan yang serakah, Solihah mati
karerna kedunguan lelaki, Ita terbujur karena hati yang lumpuh.......
(memainkan senapan). Ayo kalau berani, siapapun engkau, buka pakaianku,
telanjangi diriku! Angin dan badai telah bergerak di dadaku.... di dada seorang
perempuan.....(senapan dibuang ke arah penonton) Ayo kalau berani, siapapun
engkau, buka pakaianku, telanjangi diriku! ....gunung berapi dari darahku akan
meletus dimana-mana....
LELAKI :
(bergerak hendak bangkit) tidak usah berteriak, tidak usah bernafsu... sudah
kuduga. Kalian memang besekongkol dengan para pemberontak itu....
PEREMPUAN 2 :
Apa pedulimu? Patung-patung dan berhala tak bisa bicara pada manusia. Tong besi
berbunyi nyaring karena dipukul orang, tetapi kami bicara dengan
mulut dan lidah kami sendiri......
Jeruji-jeruji dipatahkan, disusun dan
ditumpuk di atas tubuh tuan. Dua perempuan mendaki tangga ke atas panggung.
Obor-obor menyala dalam silbuet. Kembang api berlari-lari di antara penonton
***
Nama penulis naskah drama asli "Perempuan Dalam Kereta" siapa ya?
ReplyDelete